Saturday 16 April 2016

EYE IN THE SKY (2015)

"...ketakutan terbesar dalam perang bukan terletak pada seberapa banyak dan canggih senjata dan amunisi yang dibawa, tetapi pada hilangnya empati..."

Film ini pertama kali direlease di Toronto International Film Festival pada bulan September 2015, tapi baru beredar di bioskop komersial di bulan April tahun ini. Eye in the Sky bergenre drama suspence yang berkisah tentang tanggung jawab, moral, hirarki dan seluk-beluk pengambilan keputusan dalam menangani teror.

Adalah Kolonel Katherine Powell - diperankan dengan sangat bagus oleh Helen Mirren - yang mengepalai sebuah misi: Egret Operation untuk menangkap sekelompok teroris yang masuk daftar 5 besar buruan. Sekelompok teroris ini tinggal di sebuah rumah di Nairobi, Kenya, dan sedang dalam intaian Badan Intelijen Inggris dengan menggunakan pesawat tanpa awak drone dan perangkat canggih lainnya. Kolonel Powell sudah mengejar buruannya ini selama 6 tahun, dan ini adalah pecapaian terdekatnya. 

Kolonel Powell yang berada di markas di London berkoordinasi dengan kesatuan AU AS yang berada di Nevada untuk mengendalikan pesawat tanpa awak. Sedangkan di tempat lain di London berkumpul pejabat-pejabat terkait berkoordinasi, menyaksikan, dan memberi keputusan terhadap jalannya operasi.

Awalnya Operasi Egret ini hanya penggerebekan markas dan penangkapan sekelompok teroris, namun seketika berubah menjadi 'good killing', setelah mengetahui para teroris sedang merencanakan sebuah aksi bom bunuh diri. Konflik terjadi ketika di sekitar lokasi ada seorang anak perempuan, Alia (Aisha Takow) yang sedang menjajakan roti bikinan ibunya. 

Mission: abort or continue? 

Film ini menyajikan teknologi pengintaian, perang jarak jauh dipadu dengan dilema moral dan kemanusiaan. Sutradara Gavin Hood mampu membawa emosi penonton untuk menyayangi Alia dan keluarganya dengan menampilkan wajah polos anak Afrika yang suka bermain dan patuh pada orang tua. Juga mampu ikut merasakan perasaan Kolonel Powell yang geregetan menunggu keputusan birokrat, dilema moral yang melanda kedua pilot pesawat tanpa awak, Steve Watts (Aaron Paul) dan Carrie Gershon (Phoebe Fox), dimana jentikkan jarinya akan mengeksekusi target dan berdampak di sekitarnya. Kita pun disuguhi keriuhan birokrasi dari  pejabat terkait yang seolah-olah melempar tanggung jawab.

Selain Helen Mirren, Aaron Paul pun bermain prima sebagai seorang pilot yang mengalami dilema moral, antara tanggung jawab dan kemanusiaan, sedangkan Alan Rickman (alm) yang berperan sebagai Jenderal atasan Powell sepertinya tak bisa menghilangkan logat Snape-nya di serial Harry Potter.  

Meskipun plot cerita mengkisahkan Badan Intelijen Inggris sebagai pemeran utama, tak menafikan keterlibatan Amerika sebagai negara digdaya dengan mudah memberi ijin eksekusi sambil asyik main pingpong seolah-olah 'mengabaikan' dampak korban yang ditimbulkan. Asal buruan lenyap dari daftar. Hmm..wajar karena ini film produksi Holywood, yang umumnya mem-pakem-kan negaranya harus adidaya - setidaknya di film.
   
Bagi yang menggemari genre perang head to head, film ini mungkin tidak memenuhi selera. Namun, bagi yang menyukai 'permainan emosi' lewat dilema moral, intrik pengambilan keputusan di belakang layar keputusan perang, film ini jangan dicoret dari daftar tontonan.

Lalu bagaimana dampak dari sebuah perang? Quote di awal film bisa mewakili perasaan kita:

"..dalam perang, hal pertama yang dikorbankan adalah kebenaran.."


~ elha score: 9/10 



No comments:

Post a Comment