Friday 17 September 2021

SUNDAY STORY (2017)

 A mother is she who can take the place of all others, but whose place no one else can take

~ Cardinal Meymillod



Bunyi-bunyian di pagi hari terdengar saling bersahutan menggantikan bunyi kokok ayam jantan. Kalau pernah tinggal di kompleks perumahan kota, Anda akan akrab mendengar alunan suara: “…bacang, bacang…bacang ayam!atau jingle produk roti atau dentingan suara pak lontong sayur atau bubur ayam. Kokok ayam justru jarang terdengar. Entah karena tak ada yang punya atau sang ayam sudah jadi santapan kriuk di meja.

Namun, jauh sebelum mereka semua itu bersuara, sesosok mahluk sudah terbangun dan sibuk dengan dunianya. Bebersih rumah, beberes dapur, mencuci, menyetrika, menyiapkan bekal buat ananda dan kakanda adalah rutinitas harian. Sepekan 24 x 7. Sosok itu adalah emak. Ia adalah mahluk multitasking yang diciptakan Tuhan untuk bisa mengisi semua posisi dan peran, namun tak ada yang mampu menggantikan posisinya.

Film pendek Sunday Story dibuka memotret adegan kesibukan emak sebagai ritual harian. Alih-alih mematuhi perintah emak untuk segera mandi, anak lelakinya malah langsung pergi bermain. Lalu, membangunkan bapak yang masih pulas untuk segera bangkit dan mengantar anak perempuan ke sekolah. Si bapak tak beranjak. Kesal, si emak mengantarkan sendiri anak perempuannya ke sekolah.  Ada kesadaran padanya bahwa meskipun hidup tak bergelimang harta, pendidikan anak tetap menjadi prioritas utama. Suatu prinsip yang umumnya dianut para emak peduli pendidikan garis keras. Wajar saja, bukankah ada peribahasa: emak adalah madrasah pertama dan utama bagi putra-putrinya?

Adegan berikutnya adalah puncak dari alur cerita film berdurasi 10 menit ini. Tak lama pergi, si emak kembali dari sekolah dengan raut muka kesal. Urusan sekolah sepertinya malah menambah beban. Sekilas ia memandang bapak yang sedang duduk ngopi di beranda, dan langsung menuju dapur. Duduk dan diam. Bagi seorang wanita yang dianugerahi oleh Sang Pencipta 20000 kata per hari, diam adalah pertanda kejengkelan paripurna.


DAPUR, SUMUR, KASUR

Septi Peni Wulandani, founder komunitas Ibu Profesional, berusaha mengubah pola pikir lama tentang ibu (rumah tangga). Kalau dulu urusan “dapur, sumur, kasur” menjadi suatu keniscayaan karena bersuamikan seorang laki-laki, beliau mengubah maknanya menjadi lebih berdaya. Karena itu Mbak Septi menyelipkan kata “profesional” setelah kata ibu pada nama komunitasnya, yang berarti bersungguh-sungguh menjalankan peran sebagai ibu, baik yang bekerja di ranah domestik maupun yang berkativitas di ranah publik.

Falsafah Jawa yang melekat pada ‘nasib’ perempuan adalah konsep dapur, sumur, dan kasur. Saat ini konsep tersebut lebih diartikan secara peyoratif dan seolah menjadi beban bagi para ibu yang ingin berperan lebih luas. Komunitas Ibu Profesional mencoba memberi makna baru—atau lebih tepatnya menggali makna sesungguhnya—dari falsafah ini. Pemaknaan baru ini mampu memberikan martabat dan kebanggaan sebagai seorang ibu (rumah tangga).

Dapur, adalah segala urusan tentang masak-memasak dan asupan makanan. Di beberapa daerah di India, dapur adalah daerah kekuasaan ibu (skena Dangal, 2016). Dalam makna kekinian, urusan dapur meliputi persediaan bahan makanan, menemukan penyedia bahan makanan yang affordable, memastikan bahwa makanan tersebut halal dan bergizi, dan sebagainya. Pada makna yang baru, peran ibu sebagai ahli gizi dan pakar supply chain. Dalam bahasa fitrah Ustaz Harry Santosa, Ibu memiliki peran sebagai health nutrition maker.

Jaman dulu, sumur adalah tempat mandi dan mencuci. Mandi dan mencuci berkonotasi erat dengan kebersihan dan kesehatan. Kebersihan erat kaitannya dengan keindahan. Jadi, peran ibu di sini adalah  pakar kesehatan dan pakar stylist keluarga, memastikan seluruh anggota keluarga selalu menjaga kesucian, kesehatan, dan keindahan. Dalam bahasa fitrah, Ibu berperan sebagai harmony & aethestic keeper.

Sedangkan kasur bukan sekadar urusan melayani suami. Cakupannya lebih besar, yaitu memastikan generasi keturunannya adalah generasi unggul, dari segi wujud maupun pengetahuannya. Generasi insan kamil. Jika seorang ayah sebagai pembangun logika, maka ibu berperan sebagai penumbuh rasa. Jika ayah adalah pembangun karakter kinerja dan ketangguhan, ibu berbepran sebagai pembentuk karakter moral dan nurani welas asih (owner of conscience and morality).

Nah, keren kan?

Tentu saja, pernak-pernik urusan rumah tangga tak pernah berkurang. Kadang perlu 24 jam waktu ibu. Namun, jika 24 jam waktu yang telah disediakan oleh Tuhan masih terasa kurang, berarti ada yang mesti kita tengok kembali dalam hal pengelolaan waktu.


KANDANG WAKTU

Pada salah satu ilmu di jenjang Institut Ibu Profesional, para ibu belajar cara mengelola waktu agar mereka tidak merasa tertekan dan aktivitas yang mereka lakukan tetap bermakna, bukan terpaksa. Mereka menamakannya kandang waktu.

Ada kuadran aktivitas untuk Mengelola waktu. Terbagi menjadi kuadran pertama: tentang sesuatu yang penting dikerjakan dan bahagia mengerjakannya, kuadran kedua: tidak penting tapi suka mengerjakannya, kuadran ketiga: tidak penting dan tidak suka, dan kuadran keempat: tidak suka tapi harus dikerjakan. Mereka lebih dulu fokus pada kuadran pertama dan keempat.

Kandang waktu dibuat untuk membantu para ibu agar aktivitas yang penting dan mendesak tidak saling berdesakan untuk diselesaikan. Pada aktivitas yang harus dikerjakan dan senang mengerjakannya, mereka mengalokasi waktu yang lebih lama ketimbang aktivitas sebaliknya. Jadi, lebih menghabiskan energi positif dan  menghasilkan energi positif juga: kebahagiaan.

Patut dicoba ….

_______________


Akhir film menarik untuk ditelaah, yang menyiratkan sebuah aturan tak tertulis ketika terjadi konflik dalam keluarga: diam dan sabar.

Si bapak pun pergi ke dalam rumah, melihat emak yang duduk diam termenung dan kecele—wajah kesal masih ada di rautnya. Alih-alih mengolok, si bapak mengambil perkakas bekas makan, membawanya ke dapur, dan membersihkannya. Hanya itu yang bisa dilakukannya untuk menghibur emak, istrinya. Ia adalah laki-laki sederhana, yang mungkin bernasib sama dengan kisah suami ini:

“Jadi, istri saya sakit apa, Dok?”

“Setelah diperiksa, istri Anda menderita stres akut karena terlalu banyak beban kerja. Agar sembuh, Bapak mesti mengajak istri refreshing, berlibur ke tempat-tempat wisata. Boleh wisata lokal, tapi kalau mau cespleng, ya diajak ke lokasi-lokasi indah di luar negeri,” saran dokter.

“Bagaimana, Pak? Jadinya kita pergi kemana?” tanya si istri begitu keluar dari praktik dokter.

“Kita pergi ke dokter yang lain saja, Bu!” jawabnya.


_____o_____


Wednesday 26 February 2020

DARK WATERS (2019)

Menonton film ini langsung terbayang novel karangan John Grisham, The Appeal, yang sama sama berkisah tentang pencemaran lingkungan oleh perusahaan besar. Hanya saja di novel lebih dramatis karena melibatkan intrik politik di seputar pemilihan hakim untuk mengadili kasus tersebut.

Di film plot-nya lebih lunak yang hanya melibatkan seorang pengacara dan perusahaan kimia DuPont sebagai tergugat.

Robert Bilott (Mark Ruffallo) adalah seorang pengacara dari firma Taft Settinius & Hollister yang baru saja dijadikan rekanan oleh perusahaan kimia besar. Ketika sedang melakukan pertemuan dengan klien, Bilott didatanga oleh seorang petani, Wilbur Tenant (Bill Camp), yang memintanya mewakili dirinya untuk menggugat perusahaan yang diduga membuang limbah berbahaya di lingkungannya. Tentu saja Bilott merasa dilema karena saat ini ia - bersama firmanya - mewakili perusahaan kimia. Namun, Bilott menyempatkan mengunjungi peternakan Wilbur sekedar karena sang petani adalah teman nenek Bilott. 

Di lokasi, Wilbur mengajak Bilott melihat sungai yang tercemar dan memperlihatkan berupa potongan-potongan daging cacat dari sapi yang tewas. Melihat bukti-bukti tersebut, Bilott pun bertanya ke pengacara DuPont tentang kasus pembuangan limbah pada proses pembuat Teflon. Merasa ada yang tak beres, Bilott pun menjadi pengacara Wilbur untuk mengajukan gugatan terhadap DuPont. 

DuPont adalah perusahaan besar dan memberikan kesempatan tenaga kerja yang banyak di kota kecil tersebut. Juga menyediakan fasilitas publik. Gugatan Wilbur terhadap perusahaan tersebut, memancing antipati terhadap keluarga Wilbur yang dianggap merusak keharmonisan.

Perjuangan Wilbur dan sang pengacara sungguh luar biasa. Dari mencari bukti-bukti dokumentasi pengujian Teflon, orang-orang yang terdampak pengaruh limbah beracun, dsb. Ini mirip di Novel John Grisham. Atau jangan-jangan Grisham terinspirasi dari kisah ini.

Mau tahu berapa lama kasus ini selesai? Lebih dari 20 tahun! Bayangkan stamina seorang pengacara dan penggungat dalam melakukan perlawanan hukum terhadap perusahaan besar. Bahkan ketika keputusan tersebut dibuat, Wilbur Tenant sudah meninggal.

Apa yang bisa kita tangkap dari pesan moral film ini selain tentang peduli lingkungan, adalah bahwa perjuangan mencari kebenaran itu jalan yang panjang, tak boleh putus asa jika kita yakin terhadap kebenaran tersebut. Bahkan jika kita tak sempat menikmati hasil keyakinan kita tersebut.

Robert Bilott dan Wilbur Tenant membuktikan...

Film ini enaknya ditonton jika waktu kita senggang, tidak diburu oleh tugas, dsb. karena alur berjalan lambat. Pun tidak ada ketegangan layaknya film action. Namun kita bisa menyaksikan kalutnya keluarga Wilbur, sang penggugat, ketika dikucilkan oleh tetangga dan masyarakat. Kita pun bisa berkaca pada sang pengacara yang memiliki keteguhan sikap dan pantang menyerah.

Jadi, silakan dinikmati...


elha score: 7.5/10

Saturday 15 February 2020

KAI PO CHE! (2013)

Ini film yang kesekian kalinya diadaptasi dari novel Chetan Bhagat, penulis India terkenal: Three Mistakes of My Life. Yang lainnya adalah Hello (2008) dari  novel One Night @the Call Centre, 3 idiots (2009) dari novel Five Point Someone, 2 States (2014), dan yang terbaru Half Girlfriend (2017).

Kai Po Che! yang berarti "Putus!", sebuah seruan kalau kita berhasil memutus layang-layang lawan dalam adu layang. Seperti pada 3 idiots, Kai Po Che! juga berpusat pada 3 sahabat: Ishaan (Sushant Singh Rajput), Govind (Rajkummar Rao). dan Omit (Amit Sadh). Kalau 3 orang sahabat di 3 idiots berlatar universitas, maka di Kai Po Che! mereka berminat di bidang olahraga, terutama kriket. Plot film berkilas balik dengan keluarnya Omit dari penjara, bertemu dengan Govind dan mengenang masa 12 tahun silam.

Tiga sahabat memiliki minat yang sama dalam bidang olahraga. Namun berbeda di bidangnya. Ishaan yang mantan altit kriket lokal ingin membina anak-anak berbakat olahraga, Omit ingin mendirikan klu olahraga, sedangkan Govind ingin memiliki toko olahraga. Mereka bersepakat membuat toko olahraga plus pelatihan dan klubnya. Ingin memperluas usaha Govind memindahkan tokonya di pusat kota dengan menyewa ruangan strategis dari mall yang baru dibuka. Mereka meminjam uang kepada paman Omit yang juga tokoh politik partai Hindu di daerah tersebut. Sayangnya, gempa besar yang menimpa Gujarat, India tahun 2001 mehnghancurkan mall sekaligus tokohnya.

Kesulitan membayar hutang, membuat Omit mematuhi permintaan pamannya untuk terjun ke politik membantu kampanye sang paman. Saat itu memang menjelang pemilihan wakil negeri. Suasana politik di daerah itu makin hari makin menghangat melibatkan dua kelompok besar: partai Hindu dan partai Muslim,

Ishaan mulai melatih anak-anak berbakat. Salah satunya adalah Ali Hashmi (Digvijay Deshmukh) yang ayahnya adalah fanatik pendukung partai Muslim. Ishaan menempa Ali menjadi pemukul bola yang tangguh.

Sayangnya tragedi Godhra Train Massacre membuat persahabatan mereka yang sudah renggang makin terpecah. Kerusuhan sosial dan penyerangan ke komunitas muslim sebagai balas dendam terhadap peristiwa tersebut semakin membuat keadaan kacau. Ishaan yang pergi ke kampung Muslim dan berusaha melindungi Ali dan keluarganya tewas terkena tembakan.

Nah, bagaimana kelanjutannya? Bolehlah ditonton filmnya atau dibaca bukunya...

Seperti novel (dan adaptasi) filmnya, Chetan Bhagat memberi kritik sosial. Kali ini tentang pandngan politik berbau fanatik agama. Pandangan sempit tentang politik dan agama ini membuat pola pikir yang rasialis. Ishaan yang atlit kriket tak bisa meneruskan karirnya karena pandangan ini. Keluarga Ali tak bisa meminta bantuan ketika rumah mereka hancur tertimpa gempa dan kekurangan bahan makanan kepada kelompok lain yang menagnut pandangan politik berbeda.

Chetan Bhagat ingin memberi pesan bahwa dengan olahraga semua yang tercerai berai itu bisa dirajut kembali, sekat-sekat yang terbentuk bisa  lebur, tidak memandang pandangan politik dan agaman yang dianut. Ia melakukannya degan kriket, olahraga yang paling disukai oleh rakyat India.

Di tayangan akhir, Ishaan tersenyum ketika Ali yang sudah menjadi atlit nasional mampu melakukan pukulan "off-side" terbaik yang pernah diajarkannya.

Film ini - dengan beberapa bimbingan terutama saat communal riots, bisa ditonton oleh keluarga. 

Sipp!


~ elha score: 8.0/10

Tuesday 11 February 2020

JOJO RABBIT (2019)

Film ini memperoleh penghargaan Oscar 2020 sebagai Film Adaptasi Terbaik. Film ini adalah paradi-satir tentang Pemuda Hitler, salah satu sayap organisasi Partai Nazi. Adalah Johanes "Jojo' Betzler (Roman Griffin Davis), bocah 10 tahun, yang tinggal di daerah Nazi Jerman dan menjadi anggota Jungvolk, junior dari Pemuda Hitler.

Seperti umumnya bocah-bocah lain, Jojo juga menerima doktrin tentang cintah negara, loyal kepada sang Fuhrer, doktrin tentang ras Arya yang unggul, dsb. Ketika mengikuti sebuah camp, Jojo diperintahkan untuk membunuh seekor kelinci. Alih-alih melakukannya, ia malah melepaskan kelinci tersebut. Oleh teman-temannya ia pun dijuluki Jojo Rabbit merujuk pada kpengecutannya. Sempat kesal dengan julukan tersebut, teman khyalan Jojo - yang digambarkan sebagai Adolf yang jenaka - tetap memberi semangat.Teman khayalan ini yang senantiasa mendukung Jojo dan membuatnya dia berani. Juga selalu menanamkan tentang loyalitas dan keunggulan ras.

Semangat Nazi dan antisemit begitu membekas. Namun, ketika tahu bahwa ibunya, Frau Rosie Bletzer (Scarlett Johansson), menyembunyikan seorang gadis Yahudi di loteng atas rumah, ia begitu kecewa dan hendak melaporkan ke Gestapo. Namun urung karena sang gadis, Elsa Korr (Thomasin McKenzie), memberitahu Jojo kalau ia melaporkan ibunya juga akan dibunuh karena menyembunyikannya. Akhirnya Jojo bernegoisasi dan meminta Elsa menceritakan tentang bangsa Yahudi. Cerita ini hendak dibuat buku oleh Jojo untuk dikirimkan ke komandannya.

Ada saat menegangkan ketika Gestapo menggeledah rumah Jojo karena memperoleh informasi tentang beberapa orang yang menyembunyikan orang-orang Yahudi. Untungnya, Elsa yang muncul tidak terpergok. Ia menyamar menjadi kakak Jojo, Inga.

Film tentang menyembunyikan orang-orang Yahudi dari kekejaman Nazi pernah juga dibuat seperti The Zookeeper's Wife (2017). Film dibuat lebih jenaka dengan menampilkan tokoh sang Fuhrer yang lucu sebagai teman khayalan Jojo. Juga memberi pesan tentang semangat dan optimisme keluar dari kesulitan. Pesan ini mirip dengan film Life is Beatifull (1997) yang juga berkisah tentang Nazi dan memperoleh Oscar sebagai film asing terbaik. 

Ibu Jojo yang anti Nazi memberi pemahaman kepada Jojo tentang arti cinta. Dan ketika ditanya apa yang akan dilakukan dengan kebebasan, sang ibu menjawab: menari... Sayangnya sang ibu tak sempat menari

Dengan beberapa adegan yang perlu bimbingan, film ini bisa ditonton dan dinikmati oleh keluarga.


~ elha score: 8.0/10




Thursday 23 January 2020

1917 (2019)

Dalam kengerian film-film bertema perang, selalu terselip kisah tentang pengorbanan, persahabatan, tanggung jawab, bela negara, dsb. Pun demikian dengan film 1917 ini. Dengan latar belakang Perang Dunia I, film ini berkisah tentang dua parjurit yang ditugaskan untuk mengirim pesan tertulis ke batalyon Sekutu untuk menunda serangan ke pasukan Jerman.

Adalah Kopral Tom Blake (Dean Charles Chapman) dan William Schofield (George McKay) yang diperintah oleh Jendral Erinmore (Colin Firth) untuk mengirim surat perintah tertulis ke batalyon Devonshire. Untuk tujuan ini mereka berdua harus melewati wilayah pasukan Jerman. Pesan tertulis menjadi satu-satunya cara ketika kabel telepon diputus oleh tentara Jerman. Surat perintah itu sendiri adalah untuk menunda serangan batalyon Devons karena diketahui pasukan Jerman berstrategi pura-pura mundur, dan siap melakukan serangan balik.

Mengendap-endap kopral Blake dan Schofield melewati tanah-tanah yang gersang dengan beberapa mayat manusia dan hewan bergelimpangan. Sang sutradara mampu menyajikan gambaran perang yang menelan banyak korban dan menyeramkan. Di sebuah lahan pertanian, mereka menyaksikan 3 pesawat tempur sedang 'dog-fight', dan salah satunya jatuh dan terbakar di dekat mereka. Ternyata itu pesawat musuh. Tom Blake yang hendak menolong sang pilot yang terbakar justruk ditusuk dan tewas. Pilot itu sendiri pun tewas ditembak oleh Schofield. Sebelum meninggal Blake berpesan agar Schofield menuntaskan misi dan meminta agar menemukan kakaknya, Joseph Blake. 

Film ini pun lalu berkisah tentang perjuangan Schofield melewati wilayah Jerman, lolos dari tembakan sniper, menghindar dari berondongan peluru dan kejaran pasukan Jerman. Akhirnya Schofield sampai di markas batalyon Devonshire, namun sayang pasukan ini telah melancarkan serangan pertama.

Bagaimana kelanjutannya? Apakah Kopral Schofield bisa menyerahkan surat tersebut ke Komandan Batalyon Devonshire dan menyelamatkan 1600 jiwa?

Film ini beralur linear, mudah diikuti dan tidak membuat penonton berpikir. Gambaran tentang kedukaan perang sangat terwakili dengan bergelimpangan banyak korban dan bangunan-bangunan yang hancur. Suasana sepi dan warna kelabu menambah kesan muram ini. Tidak seperti film-film perang lainnya yang memunculkan ketegangan membekas pada penoton, seperti Fury (2014)Hacksaw Ridge (2016), Dunkirk (2017), atau sekelas Platoon (1986) dan Saving Private Ryan (1998), plot cerita film ini sangat kurang dramatik dan mengaduk-aduk emosi penonton.

Meskipun demikian, film ini menampilkan pesan yang kuat. Selain tentang kepahlawanan, pengorbanan, kesia-siaan perang, juga tentang menuntaskan misi. Tiap-tiap kita menyandang misi hidup masing-masing - bahkan di saat damai. Nah, apakah kita menyadari misi ini dan bertekad menuntaskan?

Silakan direnungkan...  

~ elha score: 7.0/10

Monday 6 January 2020

CHHICHHORE (2019)

Film Chhichhore yang artinya slèngèkan dan tidak serius berkisah tentang reuni teman-teman kuliah yang bisa menyelamatkan nyawa. Ah, bagaimana ceritanya? Nitesh Tiwari, yang juga menyutradarai Chillar Party (2011) dan Dangal (2016), membuat alur kisahnya menarik untuk dinikmati.

Adalah Raghav Pathak (Mohammad Samav) yang merasa cemas tidak lolos masuk ke IIT (Indian Institute of Technology). Kampus favorit dimana ayah ibunya pernah bersekolah dan menjadi enginer sukses seperti saat ini. Raghav sudah belajar dan mempersiapkan diri selama berbulan-bulan untuk menempuh ujian masuk ini. Bahkan ia mengorbankan waktu bermain dan liburannya. Baginya waktu mesti dimanfaatkan sebaik mungkin untuk belajar. Sang ibu, Maya (Shraddha Kapoor) mengingatkan sang ayah Anirudh Pathak (Sushant Singh Rajput) agar menasehati sang anak agar lebih santuy menghadapi ujiannya. Maya dan Ani sudah bercerai dan berpisah tempat tinggal. Raghav memilih tinggal bersama sang ayah.

Ketika pengumuman hasil ujian masuk tiba, Raghav tak percaya ia tak lolos masuk institut favorit tersebut. Kecewa dengan perngorbanan selama ini dan tertekan merasa takut dijuluki pecundang, ia memutuskan menerjunkan diri dari lantai 3 rumahnya. Sayangnya, ia tak langsung tewas, eh... Dilarikan ke rumah sakit, Raghav menderita luka otak cukup parah. Dokter memberitahu Maya dan Ani bahwa pemulihan akan sulit jika Raghav tak memiliki keinginan untuk hidup.  Mengetahui bahwa penyebab utama adalah ketakutan Raghav dijuluki the loser, Ani berkisah di sampingnya bahwa di masa kuliah pun ia pernah dijuluki pecundang. Raghav merespon selama Ani bercerita tentang. jaman kuliah. Hal itu memberi ide untuk memgundang tokoh-tokoh nyata di kisah itu agar Raghav percaya kisahnya bukan bualan motivasi saja.

Maka, reuni the losers pun terjadi di ruang rumah sakit. Masing-masing teman Ani dan Maya bercerita profil mereka selama kuliah dan kenapa mereka dijuluki pecundang. Mereka adalah Gurmeet Sigh Dhillon (Varun Sharma), kakak kelas yang pornholic; Acid (Naveen Polishetty), kakak kelas yang suka mengumpat dan berlidah tajam; Derek (Tahir Raj BHasin), kakak kelas 2 tingkat yang bersifat rebel; Sundar Shrivastav (Tushar Pandey), anak mami yang ayahnya pengin teman-teman seasrama meng-ospek-nya agar jadi lelaki tangguh; dan Bevda (Saharsh Kumar), kakak kelas yang pemabuk. Mereka tinggal satu asarama di blok H-4. Blok asrama ini dijuluki pecundang karena selalu di urutan buncit di kompetisi olahraga bergengsi yang diadakan di kampus tersebut. Blok yang selalu unggul adalah blok H-3.

Kisah film ini adalah kisah penghuni blok H-4 untuk bangkit dari julukan pecundang dengan mencoba menjuarai kompetisi dan mengalahkan sang juara bertahan, H-3. Ani dan Derek - yang pernah ditawari untuk tinggal di blok bergengsi H-3 namun menolak - mencoba memotivasi sesama rekan penghuni yang karena 'labelling' akhirnya merasa yakin mereka memang pecundang dan tak punya harapan untuk menang.  Nitesh Tiwari menekan sebuah pesan bahwa labelling buruk bisa sangat berbahaya. Ad akisa romance juga antara Ani dan Maya yang tinggal di asrama putri blok H-10. Moment ini untuk menggambarkan karakter ini yang pantang menyerah untuk mendapatkan idola kampus meskipun dari blok pecundang.

Alur cerita dibuat flashback bolak-balik untuk menekankan kisah kenangan tersebut kepada Raghav. Setiap akhir kisah yang diceritakan pelaku asli, Raghav selalu tersenyum menanggapi kekonyolan ayah ibu dan teman-teman mereka. Di akhir film, sang sutradara memberi sedikit ketegangan dalam 2 masa berbeda. Yang satu ketika dokter memutuskan untuk mengoperasi Raghav, namun Ani meminta tambahan waktu bercerita agar kisah silamnya juga selesai. Dan yang kedua di masa berbeda, penentuan juara kompetisi ditentukan di arena basket dimana Ani adalah jagoan di olahraga itu. Kesempatan 3 poin akan memenangkan mereka dan menjuarai kompetisi musim itu.

Nah, apakah lemparan 3 poin itu berhasil dan blok H-4 menjuarai kompetisi? Film ini pun berpesan untuk menghargai proses dan tetap berusaha mengejar impian. Seringkali keluar dari nasib pecundang ditentukan dari cara kita melihat diri sendiri. 

Yang menarik dan 'membumi' dengan kita adalah saat berkumpul dengan teman-teman lama dan mengenang masa silam serta menertawai kekonyolan kita sendiri. Dan, bisa jadi itulah obat atau penawar keruwetan kita dalam menjalani hidup. Ani dan Maya karena kenangan romantis masa kuliah menjadi berkaca diri bagaimana mereka bisa klik dan klop saat itu. 

Lalu bagaimana nasib Raghav? Silakan ditonton untuk untuk menyelesaikan alu kisahnya. Boleh dinikmati bareng keluarga, namun beberapa adegan perlu pendampingan dari sisi bahasa dan tingkah.

Sipp!


~elha score: 8/10     

Saturday 28 December 2019

THE PRESTIGE (2006)

Film ini juga salah satu karya Christoper Nolan yang memiliki plot twist yang menegangkan, membuat penonton penasaran seperti pada The Shawshank Redemption (1994). Nolan memang piawai membuat film-film dengan tema seperti ini, mengeksplorasi konsep waktu (Inception, Transcendence, Interstellar), memori (Memento, Insomnia), dan identitas (Trilogi Batman, dll).

Kali ini 'bermain-main' dengan konsep waktu-ruang seperti di Interstellar dan identitas.

Adalah Angier (Hugh Jackman) dan Borden (Christian Bale), dua orang asisten magician yang awalnya berteman. Gegara salah membuat ikatan saat pertunjukkan, istri Angier, JuliaMc Cullough (Piper Purabo), tewas saat melakukan trik tangki air. Angier menyalahkan Borden yang bertanggung membuat ikatan tangan. Sejak saat itu mereka bermusuhan dan setelah masing-masing memiliki pertunjukkan sendiri saling menjegal saat melakukan pertunjukkan. Keduanya saling bersaing untuk menjadi yang terhebat. Bahkan sampai melakukan tindakan berbahaya. Suatu ketika Borden melakukan trik yang dinamakan Transported Man dimana Borden masuk ke pintu yang satu dan muncul di pintu lain di sisi sebelah hanya dalam waktu beberapa detik. Pertunjukkan ini sukses dan membuat Angier terobsesi menemukan metode Borden menghilang dan muncul lagi di tempat lain. Gagal menemukan metode Borden, Angier menyewa seorang aktor, Gerald Root, dan mendandani mirip seperti dia untuk tampil sebagai dia dan muncul di pintu sebelah. Pertunjukkan dengan tajuk New Transported Man pun sukses, namun Angier masih belum puas karena yang mendapat applause adalah Gerald Root. Kemudian Angier mengutus asistennya, Olivia Wenscombe (Scarlet Johansson) untuk mencuri buku harian Borden yang berisi catatan pertunjukkan dan triknya.

Dalam buku harian itu ada kata kunci TESLA merujuk pada seorang penemu Nikola Tesla. Angier meyakini Tesla membuat mesin yang memungkin Borden bisa muncul di tempat lain. Tesla pun membuatkan mesin untuk Angier dengan 1 pesan: segera dihancurkan. Namun Angier tidak mengindahkan dan justru memanfaatkannya untuk menjadi bagian dari pertunjukkan. New Transported Man sekarang benar-benar lebih mutakhir. Angier bisa muncul di tempat lain dan menikmati The Prestige, bagian akhir dari sebuah ilusi dan menikmati tepukan penonton. Salah satu penonton yang bertepuk tangan adalah Borden, yang sekarang ganti penasaran bagaimana Angier bisa muncul di belakang penonton. Maka, ketika menonton pertunjukkannya lagi Borden segera berlalri ke belakang panggung untuk melihat trik, tapi dia menemukan Angier terbenam di kotak air dan tewas. Berada di tempat kejadian, Borden dituduh melakukan pembunuhan terhadap Angier.    

Borden pun dipenjara dan segera diekseskusi di tiang gantungan. Menjelang eksekusi, muncullah Lord Cardlow yang ternyata adalah Angier/Great Danton. Angier puas karena bisa mengalahkan Borden. Namun, ketika hendak melakukan aksi terakhir dengan menggunakan mesin Tesla, muncullah sesosok orang yang menembak mati mati Angier/Lord Cardlow. Sosok itu adalah Fallon yang ternyata juga adalah Borden.

Nah, bagaimana sosok Angier dan Borden yang tewas bisa muncul kembali? Silakan dinikmati film ini sampai habis ya... Seperti sebuah sulap, kejutannya selalu ada di akhir: The Prestige.

Seperti film Nolan lainnya, The Prestige memiliki plot yang rumit membuat penonton penasaran menyaksikan film ini sampai selesai. Hugh Jackman dan Christian Bale bermain peran dengan bagus dengan masing-masing 2 karakter yang berbeda. Penonton akan melihat kekuatan peran masing-masing dan bisa membayangkan rivalitas kedua aktor tersebut.

Jadi, yang suka dengan film-film plot twist, film ini jangan dilewatkan.

Sipp!


~ elha score: 8.5/10