Thursday 23 January 2020

1917 (2019)

Dalam kengerian film-film bertema perang, selalu terselip kisah tentang pengorbanan, persahabatan, tanggung jawab, bela negara, dsb. Pun demikian dengan film 1917 ini. Dengan latar belakang Perang Dunia I, film ini berkisah tentang dua parjurit yang ditugaskan untuk mengirim pesan tertulis ke batalyon Sekutu untuk menunda serangan ke pasukan Jerman.

Adalah Kopral Tom Blake (Dean Charles Chapman) dan William Schofield (George McKay) yang diperintah oleh Jendral Erinmore (Colin Firth) untuk mengirim surat perintah tertulis ke batalyon Devonshire. Untuk tujuan ini mereka berdua harus melewati wilayah pasukan Jerman. Pesan tertulis menjadi satu-satunya cara ketika kabel telepon diputus oleh tentara Jerman. Surat perintah itu sendiri adalah untuk menunda serangan batalyon Devons karena diketahui pasukan Jerman berstrategi pura-pura mundur, dan siap melakukan serangan balik.

Mengendap-endap kopral Blake dan Schofield melewati tanah-tanah yang gersang dengan beberapa mayat manusia dan hewan bergelimpangan. Sang sutradara mampu menyajikan gambaran perang yang menelan banyak korban dan menyeramkan. Di sebuah lahan pertanian, mereka menyaksikan 3 pesawat tempur sedang 'dog-fight', dan salah satunya jatuh dan terbakar di dekat mereka. Ternyata itu pesawat musuh. Tom Blake yang hendak menolong sang pilot yang terbakar justruk ditusuk dan tewas. Pilot itu sendiri pun tewas ditembak oleh Schofield. Sebelum meninggal Blake berpesan agar Schofield menuntaskan misi dan meminta agar menemukan kakaknya, Joseph Blake. 

Film ini pun lalu berkisah tentang perjuangan Schofield melewati wilayah Jerman, lolos dari tembakan sniper, menghindar dari berondongan peluru dan kejaran pasukan Jerman. Akhirnya Schofield sampai di markas batalyon Devonshire, namun sayang pasukan ini telah melancarkan serangan pertama.

Bagaimana kelanjutannya? Apakah Kopral Schofield bisa menyerahkan surat tersebut ke Komandan Batalyon Devonshire dan menyelamatkan 1600 jiwa?

Film ini beralur linear, mudah diikuti dan tidak membuat penonton berpikir. Gambaran tentang kedukaan perang sangat terwakili dengan bergelimpangan banyak korban dan bangunan-bangunan yang hancur. Suasana sepi dan warna kelabu menambah kesan muram ini. Tidak seperti film-film perang lainnya yang memunculkan ketegangan membekas pada penoton, seperti Fury (2014)Hacksaw Ridge (2016), Dunkirk (2017), atau sekelas Platoon (1986) dan Saving Private Ryan (1998), plot cerita film ini sangat kurang dramatik dan mengaduk-aduk emosi penonton.

Meskipun demikian, film ini menampilkan pesan yang kuat. Selain tentang kepahlawanan, pengorbanan, kesia-siaan perang, juga tentang menuntaskan misi. Tiap-tiap kita menyandang misi hidup masing-masing - bahkan di saat damai. Nah, apakah kita menyadari misi ini dan bertekad menuntaskan?

Silakan direnungkan...  

~ elha score: 7.0/10

Monday 6 January 2020

CHHICHHORE (2019)

Film Chhichhore yang artinya slèngèkan dan tidak serius berkisah tentang reuni teman-teman kuliah yang bisa menyelamatkan nyawa. Ah, bagaimana ceritanya? Nitesh Tiwari, yang juga menyutradarai Chillar Party (2011) dan Dangal (2016), membuat alur kisahnya menarik untuk dinikmati.

Adalah Raghav Pathak (Mohammad Samav) yang merasa cemas tidak lolos masuk ke IIT (Indian Institute of Technology). Kampus favorit dimana ayah ibunya pernah bersekolah dan menjadi enginer sukses seperti saat ini. Raghav sudah belajar dan mempersiapkan diri selama berbulan-bulan untuk menempuh ujian masuk ini. Bahkan ia mengorbankan waktu bermain dan liburannya. Baginya waktu mesti dimanfaatkan sebaik mungkin untuk belajar. Sang ibu, Maya (Shraddha Kapoor) mengingatkan sang ayah Anirudh Pathak (Sushant Singh Rajput) agar menasehati sang anak agar lebih santuy menghadapi ujiannya. Maya dan Ani sudah bercerai dan berpisah tempat tinggal. Raghav memilih tinggal bersama sang ayah.

Ketika pengumuman hasil ujian masuk tiba, Raghav tak percaya ia tak lolos masuk institut favorit tersebut. Kecewa dengan perngorbanan selama ini dan tertekan merasa takut dijuluki pecundang, ia memutuskan menerjunkan diri dari lantai 3 rumahnya. Sayangnya, ia tak langsung tewas, eh... Dilarikan ke rumah sakit, Raghav menderita luka otak cukup parah. Dokter memberitahu Maya dan Ani bahwa pemulihan akan sulit jika Raghav tak memiliki keinginan untuk hidup.  Mengetahui bahwa penyebab utama adalah ketakutan Raghav dijuluki the loser, Ani berkisah di sampingnya bahwa di masa kuliah pun ia pernah dijuluki pecundang. Raghav merespon selama Ani bercerita tentang. jaman kuliah. Hal itu memberi ide untuk memgundang tokoh-tokoh nyata di kisah itu agar Raghav percaya kisahnya bukan bualan motivasi saja.

Maka, reuni the losers pun terjadi di ruang rumah sakit. Masing-masing teman Ani dan Maya bercerita profil mereka selama kuliah dan kenapa mereka dijuluki pecundang. Mereka adalah Gurmeet Sigh Dhillon (Varun Sharma), kakak kelas yang pornholic; Acid (Naveen Polishetty), kakak kelas yang suka mengumpat dan berlidah tajam; Derek (Tahir Raj BHasin), kakak kelas 2 tingkat yang bersifat rebel; Sundar Shrivastav (Tushar Pandey), anak mami yang ayahnya pengin teman-teman seasrama meng-ospek-nya agar jadi lelaki tangguh; dan Bevda (Saharsh Kumar), kakak kelas yang pemabuk. Mereka tinggal satu asarama di blok H-4. Blok asrama ini dijuluki pecundang karena selalu di urutan buncit di kompetisi olahraga bergengsi yang diadakan di kampus tersebut. Blok yang selalu unggul adalah blok H-3.

Kisah film ini adalah kisah penghuni blok H-4 untuk bangkit dari julukan pecundang dengan mencoba menjuarai kompetisi dan mengalahkan sang juara bertahan, H-3. Ani dan Derek - yang pernah ditawari untuk tinggal di blok bergengsi H-3 namun menolak - mencoba memotivasi sesama rekan penghuni yang karena 'labelling' akhirnya merasa yakin mereka memang pecundang dan tak punya harapan untuk menang.  Nitesh Tiwari menekan sebuah pesan bahwa labelling buruk bisa sangat berbahaya. Ad akisa romance juga antara Ani dan Maya yang tinggal di asrama putri blok H-10. Moment ini untuk menggambarkan karakter ini yang pantang menyerah untuk mendapatkan idola kampus meskipun dari blok pecundang.

Alur cerita dibuat flashback bolak-balik untuk menekankan kisah kenangan tersebut kepada Raghav. Setiap akhir kisah yang diceritakan pelaku asli, Raghav selalu tersenyum menanggapi kekonyolan ayah ibu dan teman-teman mereka. Di akhir film, sang sutradara memberi sedikit ketegangan dalam 2 masa berbeda. Yang satu ketika dokter memutuskan untuk mengoperasi Raghav, namun Ani meminta tambahan waktu bercerita agar kisah silamnya juga selesai. Dan yang kedua di masa berbeda, penentuan juara kompetisi ditentukan di arena basket dimana Ani adalah jagoan di olahraga itu. Kesempatan 3 poin akan memenangkan mereka dan menjuarai kompetisi musim itu.

Nah, apakah lemparan 3 poin itu berhasil dan blok H-4 menjuarai kompetisi? Film ini pun berpesan untuk menghargai proses dan tetap berusaha mengejar impian. Seringkali keluar dari nasib pecundang ditentukan dari cara kita melihat diri sendiri. 

Yang menarik dan 'membumi' dengan kita adalah saat berkumpul dengan teman-teman lama dan mengenang masa silam serta menertawai kekonyolan kita sendiri. Dan, bisa jadi itulah obat atau penawar keruwetan kita dalam menjalani hidup. Ani dan Maya karena kenangan romantis masa kuliah menjadi berkaca diri bagaimana mereka bisa klik dan klop saat itu. 

Lalu bagaimana nasib Raghav? Silakan ditonton untuk untuk menyelesaikan alu kisahnya. Boleh dinikmati bareng keluarga, namun beberapa adegan perlu pendampingan dari sisi bahasa dan tingkah.

Sipp!


~elha score: 8/10