Monday 7 August 2017

POORNA: COURAGE HAS NO LIMIT (2017)

"...jika ingin menaklukkan sebuah gunung, engkau harus punya alasan yang lebih besar dari gunung itu..."

Film ini berdasarkan kisah nyata seorang anak gadis pertama yang berhasil mencapai puncak Everest, gunung tertinggi di dunia.

Namanya Poorna, Malavath Poorna (Aditi Inamdar), adalah seorang gadis India berusia 13 tahun. Namanya sesuai dengan nasibnya, sial atau miskin. Ia tinggal di sebuah desa miskin Pakala di negara bagian Andhra Pradesh, India. Kedua orangtuanya bekerja sebagai buruh tani yang tak mampu membayar uang sekolah. Ketika menerima hukuman menyapu kelas, Priya - saudara sepupu Poorna yang juga dihukum karena tak mampu membayar uang sekolah - menemukan selebaran tentang sekolah gratis dari Depertemen Kesejahteraan Sosial. Berdua mereka hendak mendaftarkan diri kesana, namun sayangnya Priya batal karena dinikahkan oleh ayahnya. Jadilah, Poorna mendaftarkan dan bersekolah disana

Berbeda dengan brosur, ternyata fasilitas disana dikorupsi oleh oknum, sehingga layanan seperti makanan untuk siswa sangat buruk. Poorna sempat hendak melarikan diri dari sekolah tersebut. Untungnya ia bersua dengan Dr. R.S. Praveen Kumar (Rahul Bose), sekretaris Departemen Kesejahteraan Sosial yang baru, yang mengambil alih sekolah tersebut dan memberantas penyimpangan disana. Selain menghapus pungli, Praveen pun membentuk beberapa aktifitas esktrakurikuler untuk siswa. Salah satunya panjat tebing. Poorna bergabung disana.

Poorna menunjukkan kecakapan dalam latihan dan teknik-teknik pemanjatan. Praveen yang memiliki obsesi membentuk team muda untuk menaklukkan Everest memasukkan Poorna sebagai kandidat utama, jika dia bisa menjawab alasan kenapa dia harus mencapai puncak Everest. Poorna belum meiliki jawabannya. Kematian sahabatnya, Priya, membuat Poorna sempat terpuruk dan mengundurkan diri dari team. Ia merasa kehilangan seorang shabat dan semangat. Namun, dukungan motivasi dari Praveen dan sebuah surat yang ditulis Priya membuatnya kembali ke team. Surat Priya itu adalah jawaban kenapa dia mesti mencapai puncak Everest. Poorna pun menuruti isi surat itu dan mencapai puncak Everest dengan rekor sebagai gadis termuda dalam usia 13 tahun 11 bulan.

Kira-kira apa ya isi surat itu?

Film ini memberi pesan yang sangat kuat tentang semangat yang tak boleh pudar meski dalam keterbatasan, keberanian yang tak kenal batas, dan juga misi hidup yang harus kita temukan. Sayangnya, ide cerita tersebut tidak diimbangi dengan plot yang dramatic, mengeksplor semangat pantang menyerah Poorna. Keindahan lanskap pegunungan dan keangkerannya juga kurang terangkum. Namun, secara keseluruhan film ini layak ditonton keluarga, terutama pesan-pesannya.

Selamat menikmati...


~ elha score: 7/10

Saturday 5 August 2017

BANDA - THE DARK FORGOTTEN TRAIL (2017)

Film dokumenter ini adalah versi visual dari pameran Jalur Rempah - The Untold Story di Museum Nasional pada tahun 2015 dimana Sheila Timothy dan suami sebagai produsen pernah mengunjunginya. Rasa penasaran tentang perdagangan rempah yang mengubah wajah dunia namun terlupakan atau hilang dari catatan sejarah membuatnya berkeinginan membuat film agar terekam sebagai sejarah. Bekeja sama dengan Jay Subyakto sebagai sutradara dan Irfan Ramli sebagai penulis cerita, mereka mewujudkannya dalam film Banda - The Forgotten Trail.

Diawali dengan narasi (dibawakan oleh Reza Rahardian) tentang perburuan penjelajah-penjelajah Eropa ke belahan timur dunia untuk mencari sumber daya alam yang sangat berharga. Segenggam pala, misalnya, lebih berharga ketimbang emas kala itu di pasar Eropa. Salah satu manfaat pala adalah untuk mengawetkan makanan yang saat itu sangat dibutuhkan untuk perbekalan ketika berlayar atau saat berada di peperangan. Sehingga ada pepatah, siapa yang menguasai pala, berarti menguasai dunia. 


Banda adalah pulau utama penghasil pala. Kepulauan Banda saat itu menjadi satu-satunya tempat pohon-pohon pala tumbuh menjadi kawasan yang paling diperebutkan. Belanda bahkan rela melepas Nieuw Amsterdam (sekarang Manhattan, NY) agar bisa mengusir Inggris dari kepulauan tersebut. Pembantaian massal dan perbudakan pertama di Nusantara juga terjadi di Kepulauan Banda (wikipedia).

Film ini juga menyorot pulau Banda saat penjajahan Belanda dimana pulau yang terpencil ini menjadi tempat buangan tokoh-tokoh pergerakan atau ulama-ulama yang menentang Belanda. Hatta, Syahrir, Iwa Kusuma, dan tokoh-tokoh dari Jawa, Sumatera, Aceh, dll. Kehadiran tokoh-tokoh dari berbagai daerah bercampur dengan budak-budak yang didatang dari eplosok negeri membuat Banda sebagai miniatur dari Indonesia. Ini menginspirasi Dr. Muhammad Hatta untuk menyusun entitas kebangsaan Indonesia.

Film ini pun menampilkan Banda dalam waktu kekinian ketika pala bukan lagi komoditas utama dunia, harapan masyarakat Banda tentang lingkungan dan tradisinya, juga kiprah pemuda Banda. Juga sedikit dikisahkan konflik SARA yang sempat menodai kehidupan Banda. Yang bercerita adalah tokoh yang terlibat di peristiwa itu.

Jay sebagai sutradara mampu memotret wajah Banda dulu dan sekarang. Pengambilan gambar pun mengesankan dengan suara latar yang turut menghidupkan suasana. Tidak ada tokoh utama dalam film ini, namun 'perjalanan' para bocah ketika bermain di sepanjang situs dan ketika berlayar dan menyanyikan lagu Nasional mampu memperkuat kesan cerita. Beberapa animasi dan bayangan pun mendukung kisah.
Agar sejarah tidak lenyap begitu saja, bolehlah film ini ditonton bersama keluarga agar kita menyadari bahwa menghargai sejarah dapat menmpercerah masa depan bangsa.


"...melupakan sejarah berarti mematikan masa depan..."


~ elha score: 8/10