Tuesday 8 November 2016

HACKSAW RIDGE (2016)

"Lord, please help me get more and more, one more, until there was none left, and I'm the last one down"  ~ Desmond T. Doss

Terasa puas begitu keluar dari bioskop setelah menonton film ini. Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari Haksaw Ridge (2016) ini. Ya...film ini berkisah tentang misi hidup dan keteguhan dalam memegang prinsip dan keyakinan yang diambil dari kisah nyata salah seorang pahlawan besar Amerika: Prajurit Desmond 'Pohon Jagung' Doss.

Ia menjadi pahlawan tanpa sebutir peluru pun ia tembakkan.

Bersetting pertempuran besar Okinawa selama PD 2, film diawali dengan dentuman peledak, desingan peluru, dan prajurit Doss yag ditandu. Kemudian adegan flashback ke masa kecil Doss yang bermain dan bercanda dengan sang kakak. Candaan yang keterlaluan hampir membuat sang kakak tewas. Peristiwa ini dan peristiwa di sebuah rumah sakit ketika dia menolong seorang teman begitu membekas dalam jiwanya. Ketika 'Amerika Memanggil', seperti pemuda-pemuda lainnya Dos pun mendaftar menjadi seorang prajurit. Dan diterima. Namun, karena prinsip keyakinan ia tidak mau memegang senjata untuk membunuh.

"...biarlah yang lain membunuh, tapi aku akan coba menyelamatkan. Biarkan aku membangun sedikit pada dunia yang sudah rusak..."

Awalnya, penolakan Doss untuk memanggul senjata dan bertempur membuat kawan-kawan se-kompi melecehkannya. Bahkan ia sempat diadili karena membangkang perintah. Namun, keyakinan akan misi hidup dan sepucuk surat dari seorang jenderal membuatnya tetap bisa bergabung dengan tentara dan bertugas sebagai paramedis. Dalam sebuah adegan pertempuran, prajurit Doss bahkan melakukan aksi heroik yang bahkan prajurit bersenjata pun takkan mampu melakukannya. Karena aksinya itu, ia memperoleh penghargaan Medal of Honor, sebuah penghargaan militer tertinggi.

Andrew Garfield - kita mungkin akrab dengan perannya sebagai Spiderman - berperan bagus sebagai private Doss, begitu pula dengan akting Vince Vaughn sebagai Sergeant Howell dan Sam Worthington (Capt Glover). Bumbu cinta Doss dan Dorothy cukup memberi warna tentang arti sebuah kesetiaan. Apresiasi juga patut diberikan kepada Doss kecil yang mampu memerankan mimik penyesalannya. Sutradara Mel Gibson tak segan menampilkan kekejaman perang. Mayat terluka dan berdarah, perut terburai, kaki hancur terkena ledakan, kepala yang dipenggal, semuanya bahkan tampak nyata. 

Alur cerita mudah dicerna, tak perlu mengernyitkan dahi. Hanya perlu ekstra nyali meski bukan sedang menonton cerita horor, he..he.. Separuh film bercerita tentang kondisi dan kejiwaan Doss (dan keluarga yang membentuknya). Di satu sisi menyakini ajaran agamanya dengan teguh, dan di sisi lain dihadapkan pada kenyataan yang mempertanyakan keyakinannya. Separuh film lainnya mempertontonkan kekejaman dan kebrutalan sebuah perang.

Ada sebuah adegan close up yang saya suka, yaitu ketika tentara Sekutu tertembak dan terjatuh diikuti oleh tentara Jepang yang tertembak dan terjatuh pula berhadapan. Seolah-olah sang sutradara berpesan: dalam perang tak ada yang namanya pemenang, semua adalah korban.

Hmm...menarik kan?

Mempertimbangkan kekejaman dan banyaknya darah, film ini tak patut ditonton oleh anak-anak

~ elha score: 9/10


No comments:

Post a Comment