Saturday, 29 September 2018

SUI DHAGAA MADE IN INDIA (2018)

Film ini bergenre drama komedi yang disutradarai oleh Sharat Katariya yang juga membesut film Dum Laga Ke Haisha (2015) dan di produksi oleh Yash Raj Film. Seperti film-film besutan YRF lainnya, film ini pun bagus dan ada pesan tentang kebangsaan (India). Review film Dum Laga Ke Haisha bisa ditilik di link ini: 

http://elha-filmreview.blogspot.com/2018/05/dum-laga-ke-haisha-2015.html

Film ini diawali dengan kesibukan Mauji (Varun Dhawan) bersama istrinya Mamta (Anushka Sharma) yang tinggal di rumah kedua orang tua Mauji yang sudah pensiun. Keseharian Mauji adalah mengisi bak mandi dan bersiap bekerja di toko mesin jahit. Sedangkan Mamta bertugas membuat teh, menyiapkan bekal, menyiapkan baju dan menyetrikanya, dan tugas-tugas perempuan layaknya. Kesibukan ini membuat keduanya jarang berkomunikasi intens semenjak pernikahan.

Mauji bekerja di toko mesin jahit dimana sang boss memperlakukannya seperti snjing. Di pesta pernikahan anak sang boss, Mamta melihat sang suami berlaku seperti seekor anjing untuk menghibur anak sang boss. Mamta sangat kecewa dan menganjurkan Mauji untuk keluar kerja dan memanfaatkan keahliannya dalam hal jahit-menjahit. Mamta sangat terkesan dengan rompi buatan Mauji yang dipakai saat pernikahannya. Mauji sendiri adalah keturunan penjahit terkenal, namun karena kebangkrutan yang dialami sang kakek, Bauji - ayah Mauji - trauma dan menganggap profesi penjahit tidak menjamin masa depan. Perselisihan dengan anak boss tempat dia bekerja, membuat Mauji yakin untuk memulai profesi menjahit.

Mauji membuatkan baju rawat untuk sang ibu ketika sedang dirawat di rumah sakit karena serangan jantung. Baju yang diberi nama Maxi itu terdiri dari kain perca dan tambahan bordir rupanya membuat pasien lain tertarik. Baju itu pun memudahkan dokter untuk memeriksa menggunakan stetoskop karena ada ruang yang khusus untuk memeriksa. Mauji dan Mamta pun menerima pesanan untuk pasien lain. Sayangnya, mesin jahit yang ada telah diambil oleh yang punya. Karena itu Mauji dan Mamta bersepeda sejauh 45 km untuk memperoleh mesin jahit gratis dari pemerintah. Adegan ini sangat menarik menggambarkan perjuangan seorang keluarga untuk memperoleh martabatnya. Alur klimak terjadi ketika Mauji yang harus menyelesaikan test membuat sarung bantal sedang mengobati kakinya yang terluka, dan harus digantikan oleh Mamta yang tidak bisa menjahit. Akankah mereka mendapatkan mesin jahit itu?

Intermezzo...

Mereka lega ketika jalan nafkah sudah mulai terbuka dengan membuat  baju Maxi untuk pesanan-pesanan pasien. Sayangnya biaya pengobatan ibu begitu besar yang membuat Mauji menyerahkan (sebenarnya ditipu karena lugu) hak patent baju Maxi itu. Ia pun bekerja di perusahaan garment yang memperbanyak baju Maxi tersebut dan dijual ke RS dengan harga 4x lipat. Mauji pun marah karena ditipu dan protes keras yang mengakibatkan ia dipecat. Kembali ke titik nol, Mamta meyakinkan Mauji untuk membuat produk sendiri dan mengajukan ke lembaga fashion yang sedang mencari talent untuk didukung. Mauji dan Mamta pun meyakinkan para tetangga untuk bergabung dengan mereka merancang busana dan menampilkannya di fashion show. Karena tak didukung sumber daya profesional seperti pabrik-pabrik garment besar, mereka memanfaatkan para kerabat untuk membuat rancangan baju dan menampilkannya sendiri. Jadilah, para peragawan-peragawati orang-orang kampung. Pada adegan ini Bauji yang tadinya pesimis tentang profesi penjahit, akhirnya mendukung Mauji.

Akankah Mauji, Mamta, dan kerabatnya berhasil?

Silakan ditonton ya... Film ini adalah film keluarga yang sarat pesan. Tentang kewajiban dan peran dalam rumah tangga, tentang pengorbanan dan usaha pantang menyerah, tentang harkat martabat, dan tentang kebanggaan tentang bangsa. Film-film besutan YRF memang seringkali memuat pesan tentang nasuonalisme India. Akhir film seperti film Happy New Year (2014)-nya Shah Rukh Khan dan Deepika Padukone.

Silakan dinikmati...     


~ elha score: 8.0/10  

Friday, 28 September 2018

ARUNA DAN LIDAHNYA (2018)

Dalam film ini Dian Sastro (Aruna) masih berpasangan dengan lawan main legend-nya di AADC 1 & 2 - Nicholas Saputra yang berperan sebagai Bono, namun tidak sebagai pasangan kekasih, hanya sebagai teman dekat. Penjelasan ini ditegaskan sendiri oleh Aruna yang bermonolog di awal kisah. Adegan monolog Aruna ini beberapa kali mewarnai film untuk menjelaskan atau menegaskan beberapa scene, contohnya saat menjelaskan karakter ketiga tokoh: Bono seorang chef berbakat, Nad (Hannah al Rasyid) sebagai penikmat kuliner dan penulis buku, dan Farish (Oka Antara) yang serius dan tertutup.

Adegan monolog ini selain untuk menjelaskan cerita atau menu masakan, juga berfungsi untuk engaged, karena Aruna menghadap ke penonton selama bermonolog. Adegan monolog ini mengingatkan pada film The Big Short (2015) ketika Selena Gomez, Margot Robbie, Anthony Bourdain, dan Ryan Gosling melakukan monolog untuk menjelaskan issue finansial.

Kisah di film ini adalah tentang kuliner dibalut dengan kisah cinta platonik, atau kisah cinta terpendam dengan bumbu cita rasa kuliner. Sutradara Edwin mampu meramu kedua tema termasuk dengan baik dalam bentuk drama komedi.

Film yang diambil dari novel Laksmi Pamuntjak dengan judul sama ini diawali dengan 'mati rasanya' lidah Aruna yang menyukai cita rasa masakan, terutama nasi goreng Mbok Sal. Oleh si Bono, sahabat dekatnya, Aruna disarankan melakukan perjalanan kuliner sambil mencari resep nasi goreng idaman. Bahkan si Bono rela cuti untuk menemaninya. Pucuk dicinta ulam tiba, ketika boss Aruna di tempat kerja menunjuknya untuk melakukan investigasi lapangan tentang wabah flu burung. Investigasi ini memungkinkannya melakukan perjalanan kerja ke kota Surabaya, Pamekasan (Madura), Pontianak, dan Singkawang sekaligus mencicipi kuliner khas kota-kota tersebut. Dalam novel, Laksmi memang mengkisahkan kuliner khas yang menggugah selera dibalut dengan isu flu burung. Kita akan disuguhi gambar dan olahan masakan rawon dari Surabaya, campor lorjuk dari Pamekasan Madura, soto rujak dari Banyuwangi (meski ini dikritik oleh Aruna karena dua-duanya kehilangan rasa khas), mie kepiting dan pai cai dari Singkawang dan Pontianak, dll. Kurang lebih ada 20 jenis masakan sepanjam film ditayangkan.

Bono dan Aruna yang sudah sepakat melakukan perjalanan kerja dan kuliner dikagetkan dengan munculnya Nad dan Farish yang ternyata beririsan dengan dengan keinginan untuk berkuliner dan tugas kerja. Nad sedang merencanakan membuat buku tentang kuliner Indonesia, sedangkan Farish adalah supervisor Aruna yang ditugaskan juga oleh kantor pusat. Bono menyimpan rasa terpendam terhadap Nad yang bersifat bebas dan sedang menjadi 'orang ketiga'. Aruna dan Farish adalah teman sekerja saat di kantor lama One World, dan saling menyimpan rasa cinta namun tak terungkap. Platonik. Maka, berempat mereka berendengan pergi kesana kemari, keliling-liling kota, menikmati kuliner dan menjalankan tugas investigasi. Dialog-dialog diantara mereka sangat perlu dinikmati. Dialog-dialog cerdas tentang kehidupan, keyakinan, cinta, budaya, pandangan hidup sayang untuk dilewatkan.

Sayangnya Aruna masih belum menemukan resep nasi goreng yang mampu mengembalikan cita rasa lidahnya meskipun sudah berkeliling negeri. Resep itu sebenarnya sudah ada di dekatnya. Begitu pun cita rasa lidahnya yang ternyata hanya butuh mengungkapkan apa yang menggerundel di hatinya untuk mengembalikan kemampuan mengecapnya.

Film ini tidak rumit untuk dicerna meski membawa pesan 'berat' tentang korupsi karena di beberapa adegan dibumbui dengan komedi yang menarik, tidak slapstik. Silakan ditonton berdua dengan pasangan untuk meneguhkan kembali cita rasa...cinta atau olahan.

O, ya jika menonton pastikan tidak dalam kondisi sedang lapar ya...:)


~ elha score: 8.0/10
   

Saturday, 22 September 2018

ALPHA (2018)

Film ini berkisah tentang awal mula persahabatan manusia dengan anjing (serigala). Bersetting 20000 tahun silam di daratan Eropa, sekelompok manusia sedang bersiap-siap memburu sekelompok bison. Dengan berbekal tombak, mereka menghalau bison ke tepian jurang sehingga terjatuh. Tetapi beberapa bison berbalik arah dan melawan. Keda (Kodi Smit-McPhee), anak kepala suku, Tau (Jóhannes Haukur Jóhannesson), terlempar ke jurang dan pingsan. Menganggap sang anak sudah tewas, dengan berat hati rombongan suku itu pun pulang membawa. hasil buruan.   

Gegara patukan burung nazar yang mengira sudah jadi mayat, Keda tersadar dengan salah satu kaki terluka. Ia tersangkut di bagian datar jurang. Namun, untuk naik ke atas tidak bisa krena terlampau tinggi, sedangkan turunpun terasa ngeri karena jurang yang dalam. Hujan deras yang turun seharian membuat bagian bawah jurang menjadi sebuah sungai. Keda memberanikan terjun ke air, terhanyut, dan terdampar. Dengan kaki pincang, ia memutar lembah dan naik ke atas menemui rombongannya. Ternyata, rombongan sukunya sudah pulang. Dengan berbekal petunjuk bintang dan formasi bintang yang ditatto oleh sang ayah sebelum berburu, ia mencari jalan pulang sendirian.

Di tengah jalan pulang, sekelompok serigala mengejarnya. Keda naik ke atas pohon dan melukai salah satu hewan serigala. Alih-alih hendak membunuhnya, Keda malah merawat si serigala tersebut. Memberi minum saat kehausan, dan memberi makan belatung ketika kelaparan. Lewat kecurigaan masing-masing kedua mahluk itu pun akhirnya berteman. Di salah satu adegan anjing serigala - yang diberi nama Alpha - menolong Keda ketika hendak diterkam si kumbang dan ketika terjebak di sungai yang tertutup salju. Perjalanan pulang menembus salju mengingatkan pada film Ravenant (2015) yang dibintangi Leonardo di Caprio. Hanya saja yang terakhir ini jauh mencekam dengan penderitaan tokohnya yang perannya sangat dijiwai oleh di Caprio. Yang unik juga, film ini menggunakan bahasa - entah bahasa mana, untuk menunjukkan kelampauannya.

Film ini sebenarnya lebih tepat diberi judul Pulang, atau semacam itu, karena lebih banyak menceritakan semangat Keda yang membara untuk kembali ke kampung halaman. Alur cerita yang bagus dan mencekam kurang maksimal diperankan oleh para tokohnya, namun tertolong oleh gambar dan latar suara. Ide cerita tentang persahabatan anjing dan manusia pernah juga difilmkan berjudul Hatciko: A Dog's Story (2009) yang berdasar kisah nyata dan diperankan oleh Richard Gere, hanya saja film ini berani memulai awal kisahnya, meskipun bisa diperdebatkan sejarah yang melatarnya.

Film ini memuat pesan tetang balas budi, kesetiaan, semangat perjuangan, dan kehangatan kelompok/keluarga. Sebagai film bergenre petualangan, film ini 'aman' ditonton bersama keluarga.

Selamat menikmati...



elha score: 7.5/10 

Wednesday, 19 September 2018

THE TERMINAL (2004)


THE TERMINAL:
(Menghidupkan sebuah rumah oleh Adriano Rusfi) 


Terjebak di sebuah ruang, tak bisa pergi dan tak bisa pulang, mungkin ini sebuah jebakan yang paling tak menyenangkan. Tapi inilah yang dialami oleh Viktor Navorski (diperankan oleh Tom Hanks). Dia hanya bisa beredar di dalam ruang tunggu internasional bandara JFK, New York. Negeri asalnya baru saja dikudeta, sehingga passport-nya tak berlaku dan visanya ditolak. Tiba-tiba imajinasi saya mengawang ke dunia para ibu rumahtangga : sebuah dunia di balik tembok dan nyaris tak bisa ke mana-mana. Lalu, apa yang dilakukan seorang Viktor Navorski?

Kalau ia mau, ia bisa saja lari dari jebakan. “Rumah” itu bukanlah tanpa pintu untuk kabur. Bahkan sang Kepala Bandarapun menyediakan celah untuk kabur. Peraturankah yang menghalangi Viktor untuk meraih “kebebasannya”? Ternyata tidak! Peraturan memang makhluk kaku yang sering tak manusiawi dan menyebalkan, tapi bukan berarti ia tak bisa diakali dan dibodohi. Seorang Rusia yang dilarang membawa obat untuk ayahnya yang sekarat, atas nama peraturan, toh akhirnya bebas membawanya sebagai “obat untuk kambing”. Tapi Viktor tak ingin kabur. Kebebasan itu bukan di luar atau di dalam ruang. Kebebasan itu ada pada mindset kita.

Maka Viktor memilih untuk menyamankan dirinya dalam bandara. Awalnya tak mudah, bahkan sekadar untuk tidur sekalipun. Tapi ia mulai menyusun kursi, menariknya, dan merapatkannya. Ya, bukankah kelebihan manusia terletak pada kemampuannya beradaptasi pada situasi terburuk sekalipun ? Viktor seakan berpetuah pada para ibu rumahtangga yang merasa tak nyaman di rumahnya sendiri, bahwa awalnya adalah ikhlas dan upaya menyamankan diri. Maka, kini Viktorpun “memiliki” nomer telepon, dan bahkan punya alamat sendiri. Dan hidup harus terus berlanjut. Viktor kini harus berjuang untuk survive di “rumah”nya. Kupon sarapannya hilang, padahal ia harus makan untuk hidup. Tapi sebuah “rumah” selalu saja menyediakan kehidupan paling lengkap. Ia tak perlu dicari diluar. Viktor ternyata dapat hidup hanya dengan menjadi pengepul troley, atau bahkan dengan berbagi cerita tentang Dolores Torres kepada Enrique Cruz. Sekali lagi, sebuah rumah selalu kaya dengan kehidupan. Yang dibutuhkan hanyalah cara untuk mencari dan memanfaatkannya : di dalam rumah, bukan di luarnya.

Betapa berbedanya Viktor dengan Amelia Warren (diperankan Catherine Zeta-Jones). Ia pramugari pemburu kebebasan yang tak kunjung didapat. Bagaikan burung yang terbang antar ruang dan waktu, dari hotel ke hotel, dari lelaki ke lelaki, tapi ia tak memperolehnya. Ia seakan bebas, tapi sebenarnya terpenjara oleh sebuah benda kecil bernama pager. Ia seperti warga Amerika lainnya : selalu saja terpeleset di lantai yang licin, karena selalu gagal membaca tanda. Ia memang selalu terbang keliling dunia, melintasi zona waktu, tapi tak membaca tanda-tanda. Ia seperti wanita karir kebanyakan yang gagal membaca tanda kehidupan di rumahnya, lalu menunggu tanda di luar rumah. 

Ya, menunggu...

Maka sekali lagi Viktor yang kini telah mengalami aktualisasi diri di dalam bandara, mengajari Amelia bagaimana menghadirkan dunia di dalam rumah. Ketika ia tak mungkin mengajak makan Amelia di sebuah restoran mewah di luar bandara, maka iapun menciptakan restoran itu di dalam bandara. Ia dengan cerdas memanfaat segala yang ada di dalam “rumah”nya. Seorang cleaning service, Gupta, telah ia sulap menjadi seorang penghibur restoran mewah. Akhirnya, ia mengajak Amelia dan dirinya untuk membuang pager jauh-jauh, sebagai sebuah isyarat bahwa hidup membutuhkan sebuah inisiatif untuk merubah keadaan, bukan menunggu sebuah nasib.

https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=748943212156580&id=100011227243314&__tn__=K-R

---------------------------

Film yang direlease tahun 2004 ini diperankan dengan bagus oleh Tom Haks (Viktor). Tom Hanks berperan sebagai orang asing yang akan mengunjungi AS hanya untuk memenuhi amanah ayahnya. Akting menjadi orang asing yang kebingungan berkomunikasi dan merasa kesepian di tengah ramainya ruang tunggu bandara sangat apik diperankan. Ide cerita orisinil meskipun scene pengambilan gambar terasa biasanya kecuali di awal film yang cukup membuat penonton menunggu kisah berikutnya. 

Silakan menikmati film dan mengambil hikmahnya

~ elha score: 8.5/10

Thursday, 16 August 2018

PADMAN (2018)

Film ini berdasarkan kisah nyata Arunachalam Muruganantham, seorang laki-laki drop out dari desa kecil di bagian Coimbatore, India, yang peduli dengan masalah 'waktu periode' wanita. Film ini dibintangi oleh Akshay Kumar sebagai Lakhsmi dan Soonam Kapoor sebagai Pari. Juga ada Amitab Bachan sebagai cameo.

Film dibuka dengan pernikahan Lakhsmi dengan Gayatri (Rahidka Apte). Lakhsmi sangat mencintai istrinya dan melakukan apa saja untuk menyenangkannya. Masalah timbul ketika Gayatri mengalami masa menstruasi. Sesuai kebiasaan di sana, wanita yang sedang mengalami menstruasi mesti tinggal di luar supaya tidak mengotori rumah. Gayatri menggunakan kain lap kotor sebagai pembalut ketika menstruasi. Harga pembalut pabrikan mahal, dan akan mengurangi jatah susu keluarga untuk membelinya. karena menyadari menggunakan kain kotor sangat berbahaya bagi kesehatan wanita karena tidak higienis, Lakhsmi pun berpikir untuk membuat pembalut seperti produk pabrik. 

Ia mencoba membuat secara manual pembalut wanita tersebut dari kapas dan kain. Percobaan pertama ini gagal dan mengotori pakaian sari Gayatri. Pun membicarakan pembalut - apalagi oleh seorang laki-laki - sangat tabu dan membuat malu di pedesaan tersebut. Ia bahkan mesti pergi dari desanya dan pindah ke desa tetangga karena keluarga besar tidak mau menanggung malu. Namun, Lakhsmi terus berusaha dan mencari tahu tentang teknologi sanitary napkin. Bahkan ia memaksa diri untuk pergi ke sekolah kedokteran dan teknologi untuk menanyakan selulosa kepada orang ahli disana. Ide 'AHA!" ter-mlèthik ketika ia menyadari mesti membuat mesin pembalut yang simple dan sederhana sehingga membuat pembalut wanita berharga murah. Ia mematok harga 2 rupee alih-alih 55 rupee harga pembalut pabrikan.

Dengan keahliannya sebagai tukang las yang menyukai mesin, Laksmi membuat mesin pembalut menjadi 3 bagian sederhana. Beberapa kali ia gagal, namun terus memperbaiki mesin sederhananya tersebut sampai bisa berjalan dengan sempurna. Seperti biasa yang dialami oleh inventor, awalnya ia dianggap gila. Bahkan setelah ia menerima penghargaan karya terinovasi di India. namun dengan bantuan Pari, ia membuat mesin tersebut dan menawarkan ke setiap perempuan di pedesaan India untuk mulai membuat pembalut dan memasarkan sendiri. Ide ini pun disambut antusias para perempuan karena selain mengatasi masalah mereka (waktu itu hanya 12% wanita India menggunakan pembalut) juga memberdayakan ekonomi mereka.

Film ini menyampaikan pesan tentang semangat belajar. Lakhsmi membaca masalah di sekitarnya dan dengan keinginantahuan dan keinginan untuk membantu ia terus belajar mencapai tujuan. Beberapa kali gagal dan malu tidak membuatnya patah arang. Akhsay Kumar dan Soonam Kapoor bermain cukup menawan, meskipun tidak terlalu bagus. Scene-scene tentang pedesaan India yang miskin sangat membantu gambaran tentang kemiskinan. Tentang kemiskinan ini - dan masalah lainnya, Lakhsmi mengatakan India adalah tempat berbagai masalah. Namun, di setiap masalah ada kesempatan dan peluang bagi yang berpikir untuk menyelesaikan masalah. Menjadi problem solver...

Lakhsmi (baca: Arunachalam) memang seorang social entrepeneurIa tidak dibutakan dengan money oriented ketika temuannya memiliki kesempatan untuk di-patent-kan. Ia pun mencanangkan visi 100% wanita India menggunakan pembalut higienis. Dengan visi yang menggerakan dan memberdayakan perempuan rural India, ia pun berkesempatan berbicara di IIT, Harvard, bahkan menjadi pembicara di TedTalk.

Silakan ditonton untuk memperoleh inspirasi... 


~ lukman score: 7.5/10

Saturday, 14 July 2018

SKYSCRAPER (2018)

Inti film ini adalah cinta keluarga. Bagaimana cinta terhadap keluarga memberikan motivasi yang kuat untuk melakukan sesuatu. Adalah Will Ford (Dwayne Johnson), seorang pakar keamanan spesialis gedung penvakar langit, yang diberi tugas untuk menjamin sistem keamanan The Pearl, sebuah gedung pencakar langit tertinggi dan termegah di China.

Awal film dimulai dengan kisah penyanderaan. Will Ford yang saat itu sebagai pimpinan FBI Hostage Rescue Team bertugas untuk membebaskan sebuah keluarga dari penyanderaan. Alih-alih menyelamatkan sandera, Will terkena ledakan granat yang membuat satu kakinya teramputasi. Scene ini rupanya untuk memberikan penonton persepsi baru tentang karakter Dwayne Johnson. Di film-film sebelumnya Dwayne yang mantan atlit wrestling ditokohkan sebagai seorang yang kuat dan gesit - terlihat dari tubuhnya yang kekar - namun di film ini ia dibuat invalid yang terkesan lemah. Dan itu membuat penontonton makin terkecam dengan aksi-aksinya sepanjang film. 

Bersama keluarganya, Will diundang oleh sang pemilik The Pearl, Zhao Long Ji (Chin Han), untuk bermalam di salah satu kamar lantai 98 selama Will bertugas memeriksa jaminan keamanan sebelum gedung ini akan dibuka untuk umum. Selain keluarganya dan team Zhao yang berada di puncak Griya Tawang, belum ada orang lain yang tinggal di gedung itu. Ketika Will meninjau lokasi sistem keamanan yang terletak beberapa km jauhnya, terjadi kebakaran di lantai 95. Ternyata, sekelompok orang dan beberapa anggota Zhao yang berkhianat juga teman Will mendalangi kebakaran tersebut untuk memeras Zhao. Sistem pengendali kebakaran pun dibajak oleh kelompok tersebut sehingga kebakaran menjalar ke lantai lainnya, tidak terisolasi di lantai 98. Melihat keluarganya yang masih berada di gedung itu terancam nyawanya, Will pun bergegas kembali ke gedung. Alih-alih hendak menyelamatkan keluarganya, Will malah dituduh ikut berkelompot dengan anggota kriminal. Aksi-aksi Will Ford yang berusaha memasuki gedung pencakar langit dari ketinggian untuk menyelamatkan keluarga juga bersiasat untuk mengalahkan para kriminal membuat penonton menahan nafas karena amat mencekam. Beberapa adegan komedi ditambahkan untuk memberi kesempatan penonton tersenyum dan bernafas lega...:).

Bagaimana Will Ford meyakinkan polisi bahwa dia bukan tersangka, hanya hendak menyelamatkan keluarganya? Silakan ditonton ya...

Film ini mengingatkan pada film lawas yang dimainkan Bruce Willis, Die Hard. Baik adegan aksi maupun siasat untuk melumpuhkan kawanan penjahat, ditambah adegan lompat dari crane menuju gedung yang seru. Film ini pun terasa bernuansa aksi film Mandarin karena setting film memang di Hongkong, China. 

Cinta pada keluarga memang membuat motivasi bertambah untuk melakukan sesuatu yang nampak muskil dilakukan. Nah, bagaimana cinta anda pada keluarga? Maukah melakukan sesuatu di luar ambang diri hanya untuk keluarga?

Hmm...


~ elha score: 7.5/10

Wednesday, 4 July 2018

SANJU (2018)

Adalah film tentang satu fragmen nyata dari kehidupan Sanjay Dutt, bintang film India yang disutradari oleh Rajkumar Hirani (3 idiots, PK). Sanjay Dutt pertama kali bekerja sama dengan Hirani di film Munna Bhai M.B.B.S. yang memberi penghargaan kepadanya sebagai artis komedian terbaik 2004.

Film diawali dengan jenaka saat teman Sanju (Ranbir Kapoor) membuatkan biografi untuknya yang membandingkannya dengan guru bangsa India, Mahatma Gandhi. Alih-alih menyukai, Sanju malah merobek-robek buku itu dan membakarnya. Pas dilayar televisi terdengar berita tentang putusan pengadilan yang memberatkannya. Ya, Sanju saat itu Sanju sedang didakwa dengan UU Teroris dan sedang mengajukan permohonan banding. Berita itu pun dilahap oleh pers dan diberitakan secara luas tanpa mengkonfirmasi sisi berita lainnya dari pihaknya. Sosok Sanju sendiri memang kontroversial sejak muda. Berasal dari keluarga berada dari sepasang suami isteri artis tenar, ketergantungan terhadap narkoba, playboy, dsb. menjadikan berita tentangnya laku di pasaran. The bad news is a good news.

Untuk mengantisipasi pemberitaan tersebut, istri Sanju - Manyata Dutt (Dia Mirza) - meminta Winnie Diaz (Anushka Sharma), seorang biografer terkenal, untuk menuliskan kisah tentang Sanju. Awalnya Dizas menolak, namun karena agitasi dari seseorang yang mengaku mengenal Sanju secara pribadi - yang membuatnya makin penasaran, juga sepenggal kisah yang diceritakan oleh Sanju sendiri yang membuatnya menyetujui untuk menulis kisah tersebut. Cerita pada film berdasarkan alur Diaz mengorek informasi untuk menuliskan bukunya.

Sang sutradara - seperti dalam film-film sebelumnya, cukup jeli dan menarik membuat alur film. Hirani membagi alur cerita dalam 3 bagian yang saling berhubungan: saat Sanju remaja berada dalam masa depresi karena dibawah bayang-bayang sang ayah (Paresh Rawal)yang menginginkan sang anak seperti dirinya, meninggalnya sang ibu yang membuatnya makin terpuruk dalam narkoba, sampai usahanya untuk lepas dari ketrgantungan narkoba. Pada kisah dimasukkan tokoh antagonis, Zubin Mistri (Jim Sarbh) sang pengedar, dan tokoh protaganis, Kamless (Vicky Kaushal) , seorang sahabat. Bagian kedua adalah outusnya persahabatan karena salah paham, dan yang ketiga adalah keterlibatan Sanju pada pengeboman di India pada tahun 1993 yang membuatnya dituduh dan dipenjara.

Hirani meramu ketiga sekuel kehidupan tersebut dengan menarik dan beberapa bumbu komedi dan tragedi, misalnya ketika Sanju disangka hendak melamar Ruby di hadapan calon mertua atau ketika ia terlupa menghadiri pernikahannya karena teler berat. Ranbir Kapoor bermain cemerlang dengan memerankan tokoh Sanjay Dutt dalam 3 sekuel kehidupannya. Ia mampu memerankan dengan baik peran sebagai pemuda lugu, pemuda nakal dan berandalan, sosok dewasa yang ketakutan, dan bijak di penghujung film. Nush Sharma pun bermain bagus sebagai reporter. Ia memainkan peran yang mirip dengan film sebelumnya, PK, yang juga disutradari Hirani. Kali ini Nush bergaya rambut kriwil ikal.

Pesan yang ingin disampaikan di film ini adalah tentang informasi. Kebiasan informasi bisa membuat salah paham, bahkan bisa membuat kehidupan seseorang berantakan. Hirani mencoba mengkritik media yang hanya mementingkan oplah ketimbang kebenaran berita. Trial by the press, bahkan saat pengadilan belum memutuskan perkara. Ini mirip dengan kejadian di negeri ini dimana banyak media menjadi partisan dan terkelompok yang hanya membuat berita menurut frame kacamata kelompoknya sendiri ketimbang kesluruhan kebenaran. Haddeehh! Pesan lain dari film ini adalah upaya untuk bangkit dari keterpurukan, kesadaran diri sendiri, dan usaha-usaha para shabat dan orang tua untuk membantunya. Nasehat-nasehat ayah Sanju yang disampaikan lewat lagu sangat membekas pada dirinya, juga penonton. 

Keren...

Bagi penggemar film, terutama Hindi, film ini tidak patut dilewatkan. Hanya saja jika membawa anak-anak, mesti diberi pengertian pada beberapa scene film yang melibatkan 'masa nakal' Sanju dan istilah-istilah yang saru.


~ elha score: 8.5/10


Monday, 4 June 2018

THE BEST EXOTIC MARIGOLD HOTEL (2011)

Berdasarkan novel berjudul These Foolish Things karya Deborah Moggach, berkisah tentang sekelompok pensiunan dari Inggris yang pergi ke India karena tawaran menginap murah di sebuah hotel yang dijalankan oleh seorang pemuda yang energik dan optimis, Sonny (Dev Pattel).

Film diawali dengan pengenalan karakter para tokoh dan persoalan yang membuat mereka pergi menuju Jaipur, India. Evelyn (Judi Dench), seorang janda yang baru saja menjual rumah untuk menutupi hutang yang ditinggalkan suaminya, Graham (Tom Wilkinson), seorang pensiunan hakim yang pernah menghabiskan masa 18 tahun di India dan ingin kembali kesana untuk satu tujuan, pasangan suami istri Jean (Penelope Wilton) dan Douglas (Bill Nighy) yang mencoba menikmati masa pensiunnya secara irit karena tabungan mereka habis untuk investasi di perusahaan anak mereka, Muriel (Maggie Smith), seorang pensiunan pengurus rumah tangga, pergi ke India untuk pengobatan dan operasi pinggulnya dengan biaya murah dan cepat. Muriel berkarakter merendahkan ras lain selain orang Inggris. Lalu ada Meggie (Celia Emrie) yang sedang mencari calon suami yang kaya raya, dan Norman (Ronald Pickup), perjaka tua yang mencoba mencari keperkasaannya lagi. Mereka semua pergi menuju hotel Marigold yang diiklankan oleh Sonny sebagai hotel yang paling eksotik di India dengan budget murah.

Begitu tiba di hotel, mereka disambut dengan Sonny yang langsung mengajak berkeliling dan menceritakan dengan antusias rencana-rencananya tentang fasilitas dan kenyamanan hotel, meski pada saat itu fasilitas yang dijanjikan di iklan tidak sesuai fakta. Beberapa pensiunan bisa menerima keadaan itu. Graham tiap hari berkeliling kota mencari teman masa kecilnya yang rumahnya sudah digusur, Douglas pun berkeliling kota menikmati suasana dan budaya, sedangkan sang istri lebih suka mendekam di kamar, ingin segera kembali pulang ke Inggris. Evelyn bekerja sebagai seorang trainer di perusahaan jasa, Norman dan Meggie bolak-balik ke club tempat para orang separoh baya mencari kawan. Muriel yang awalnya bersikap sinis kepada pribumi mulai menaruh hormat seiring interaksinya dengan seorang dokter yang ahli menangani penyakitnya dan pelayan hotel yang selalu bersikap sopan. Bahkan, ia membantu Sonny untuk mengelola hotel. Sonny sendiri pun memiliki masalah dengan ibunya yang hendak menjual hotel tersebut dan tidak menyetujui menjalin hubungan kasih dengan Sunaina (Tina Desai).

Maing-masing tokoh memiliki persoalan masing-masing...

Film ini beralur linier namun tidak membosankan. Satu-persatu masalah para tokoh terselesaikan dengan tidak menggurui. Ada yang sad, ada yang happy ending. Suasana kota Jaipur yang padat dan ramai seperti hari-hari biasa terekam dengan sempurna. Para tokoh [un bermain bagus meskipun tidak terlalu luar biasa. Beberapa ada pesan sisipan yang bisa dipersepsikan  'kontroversial' dengan homoseksual dan kebebasan. Di luar itu, film ini bolehlah dinikmati untuk menyelami diri apa yang hendak dicari jika tua nanti.

Silakan dinikmati...


~ elha score: 7.5/10

Wednesday, 23 May 2018

DUM LAGA KE HAISHA (2015)

Dalam versi Internasional berjudul My Big Fat Bride, sebuah film komedi romantic berkisah tentang Prem Prakash Tiwari (Ayushmann Khurrana) dan Sandhya (Bhumi Pednekar). Prem yang drop out dari SMA karena tidak lulus bahasa Inggris bekerja di toko kaset konvensional milik ayahnya. Sang ayah yang kesal dan geram ingin menikahkan sang anak dengan seorang putri yang berpenghasilan agar dapat meringankan beban keluarga. 

Atas informasi dari pendeta di kuil, keluarga Prem dipertemukan dengan keluarga Sandhya. Alih-alih hendak menikah dengan wanita dambaannya yang berpenampilan seperti Juhi Cawla, Prem justru dijodohkan dengan wanita yang gemuk. Namun, karena tak punya kuasa, ia hanya menuruti kemauan orang tua. 

Karena perbedaan frame of reference (FOR) dan frame of experience (FOE), pernikahan tersebut tidak mudah. Keluarga Sandhya yang berpendidikan berbeda pandangan dengan keluarga Prem yang seperti selalu tertiban kesialan. Sandhya yang lebih berpendidikan pun dipandang tidak hormat kepada orang tua dan keluarga Prem - bahan kepada ibuya sendiri - karena selalu berargumentasi. Dan akhirnya konflik memuncak ketika Prem dan Sandhya menghadiri pernikahan. Prem yang terlalu banyak minum dan mabuk, menceritkan uneg-unegnya tentang pernikahan tanpa cinta yang merendahkan Sandhya di depan teman-temannya. Sandhya yang juga mendengar hinaan itu pun jadi emosi, dan menampar Prem. Sandhya memutuskan untuk kembali pulang ke rumah orang tuanya dan mengajukan permohonan cerai.

Di pengadilan, sang Hakim memutuskan untuk memberi kesempatan kedua pasangan tersebut untuk tinggal bersama selama 6 bulan. Jika masih tidak ada solusi dan titik temu, keputusan cerai akan disahkan. Keduanya pun tinggal bersama lagi. Justru ketika pernikahan di ujung tanduk, mereka malah bisa saling mengisi dan mencurahkan perasaan masing-masing. Ketika ada perlombaan menggendong dengan hadiah uang yang bisa digunakan untuk modal toko kaset, kedua pasangan tersebut saling membantu.

Seringkali, persoalan dalam pernikahan dapat mudah diselesaikan dengan saling menghormati dan berkomunikasi...bukan sekedar saling bicara.

Film ini memiliki alur yang sederhana namun dengan pesan yang kuat tentang kehidupan keluarga dan pernikahan. Konflik pun mengalir seperti hal biasa dalam pernikahan dan pemecahannya pun wajar. Pednekar bermain bagus dalam debut filmnya ini. Bahkan ia mesti menaikkan berat badan sebesar 30 kg untuk peran Sandhya. Pantas bila ia menerima penghargaan sebagai aktris terbaik dalam film perdana. Kehadiran Kumar Sanu, penyanyi top India, sebagai cameo juga menambah warna film ini.

Silakan ditonton dan dinikmati... 

~ elha score: 7.5/10

Monday, 14 May 2018

HICHKI (2018)

Adalah Naina Mathur (Rani Mukherjee), seorang lulusan MSc dan Phd. di bidang pendidikan. Ia menderita sindrome Tourette, suatu gejala kelainan syaraf yang menyebabkannya kesulitan mengontrol semacam cegukan. Semakin emosi perasaannya, semakin sering cegukan terjadi. Di masa kecil, hal itu menyebabkan ia dikeluarkan dari sekolah sebanyak 18 kali. Sang ibu menolak memasukkan Naina kecil ke sekolah khusus karena beranggapan ia adalah anak normal dan akan dimasukkan ke sekolah normal dan mendapat perlakuan sama seperti anak lainnya. Sampai seorang kepala sekolah di St. Notker's School menerimanya dan memperlakukannya sama dengan siswa lain.

Ketika sudah besar dan lulus, terinspirasi dari sang kepala sekolah yang menerimanya, Naina bercita-cita menjadi seorang guru. Sayang, karena 'keanehannya' tersebut ia beberapa kali ditolak. Ketika almamaternya, St. Notker's School, membutuhkan guru pengganti sementara, ia pun mengajukan proposal. Sebenarnya ini adalah proposal kelima kali yang ia ajukan ke sekolah tersebut. Ia pun diterima.....untuk menangani anak-anak kelas 9F (F = Failed) yang dipimpin oleh Aatish (Harsh Mayar). Kelas ini berisi murid-murid dari perkampungan kumuh yang diterima di sekolah elite tersebut karena peraturan kuota dari pemerintah dalam Program Wajib Belajar. Mereka anak-anak berandal dan tak tahu aturan. Dalam enam bulan terakhir sudah ada 7 wali kelas untuk menangani kelas tersebut, namun tak sanggup menangani anak-anak tersebut.

Naina menerima tantangan tersebut.

Film ini diadaptasi dari film TV Front of the Class, kisah tentang Brad Cohen. Berkisah tentang perjuangan seorang guru dengan keterbatasan wicaranya dan tantangan internal sekolah. Selintas kita akan teringat pada seorang guru dengan film Laskr Pelangi (2008), ibu Muslimah (Cut Mini Theo). Pada sebuah adegan ketika Naina mengunjungi rumah orang tua para murid untuk menyelami keadaan dan kondisi keluarga mereka yang mengingatkan pada adegan film Little Big Master (2015). Film-film tentang guru semacam ini memang mengharukan sekaligus menginspirasi.

Rani Mukherjee yang muncul lagi setelah lama vakum bermain bagus. Ia mewarnai film tersebut dengan karakter kuatnya. Sepanjang film, Rani mesti 'cegukan' dan ia melakukannya dengan baik. Ia juga berperan sabar untuk dapat mengambil hati anak-anak berandal tersebut dengan cara mengajar yang berbeda dan interaktif agar mereka lebih mudah memahami. Cara mengajar yang seperti bermain ini membuat salah seorang guru protes karena tidak sesuai sillabus. Namun seorang murid perempuan, Natasha (Jannat Zubair Rahmani) dari kelompok kelas paling pintar, 9A, berucap ketika menyanggah temannya saat melihat kelompok itu belajar di lapangan olah raga:

"...mereka mungkin aneh, tapi mereka belajar dengan bersenang-senang..."

Film ini direkomendasikan untuk ditonton oleh keluarga. Banyak pesan positif yang disampaikan, diantaranya pantang menyerah untuk mencapai tujuan dan cita-cita, memahami karakter tiap anak dan bakatnya untuk memberi pengajaran yang sesuai, saling support, dsb.

Di akhir film - flash back ke depan - Naina yang telah menjadi Kepala Sekolah St. Natker's School mengakhiri masa jabatannya (pensiun) dan disambut oleh mantan murid-murid 'berandalnya' yang sekarang sudah jadi orang. Moment ini sangat mengharukan.

Silakan ditonton ya...  

~ elha score: 8/10  

Wednesday, 21 February 2018

BUNDA: CINTA 2 KODI (2018)

Sepertinya semua film dari novel Asmanadia kami tonton. Termasuk satu yang ini, yang kami tonton secara premier. Film-film Asmanadia sangat menarik karena berkisah tentang cinta, keluarga, kemanusiaan, dll. Kali ini tentang cinta dan keluarga. O, ya PolJa_by_Noor jadi salah satu sponsor di acara nobar film ini di XXI The Breeze. Pas kan dengan cerita film yang banyak berkisah tentang urusan jahit menjahit dan retail garment.

Film dengan cara yang menarik - berupa animasi kartun - diawali dengan kisah perkenalan karakter keluarga, pertemuan dua insan, dan kelahiran anak pertama. Juga seekor keong, yang ternyata merupakan pengikat awal dan akhir cerita. Film ini berttutu dari sudut pandanga Fahrul (Ario Bayu), suami Tika (Acha Septriasa). Dikisahkan pertemuan awal mereka di KRL saat Tika terjatuh pingsan dan 'disembuhkan' oleh Fahrul dengan seekor keong. Kisah pun berlanjut saat keduanya membina rumah tangga dan memiliki seorang putri, Alda (Shaquilla Nugraha). Ketika Tika hamil anak kedua, prahara rumah tangga pun dimulai. Mengikuti perintah sang Ibu, dengan berat hati Fahrul meninggalkan istri dan anaknya meski ia masih mencintainya. Bahkan ketika Tika melahirkan anak kedua (Arina Mindhisya), Fahrul tak mendampingi. Tika pun berjuang sendirian menghidupi diri dan kedua anaknya sebagai pekerja di sebuah perusahaan retail.

Ketika akhirnya Fahrul kembali ke rumah, Tika yang juga masih mencintainya menrima Fahrul, meski ada kekecewaan dalam hatinya. Kekecewaan seringkali timbul ketika ia mengalami masalah. Saat Alda melanggar aturan ibunya untuk tidak memasuki ruang kerja, Tika sangat marah. Bahkan sang suami yang menasehatinya pun kena imbas kemarahan. Amarah Tika meledak ketika Fahrul yang ditugasi mengambil bahan kain - ketika usaha busana Muslim Keke mulai jalan - menghilangkan sebagian bahan tersebut. Celetukan Tika yang terdengar oleh Fahrul membuatnya gundah, danmemutuskan untuk menerima pekerjaan yang mengharuskannya berpisah dengan keluarga.

Perpisahan ini dan kesibukan Tika membuat kedua anak mereka seperti tidak ada bimbingan. Tika yang kerap memaksakan kehendak membuat kedua anaknya tidak betah dan pergi mencari sang ayah. Tika harus memutuskan apakah meneruskan kesempatan yang diperolehnya, yang mungkin cuma datang sekali, atau berkumpul bersama keluarga yang utuh.

Film ini mengaduk emosi penonton, terutama para ibu. Tak ada keberpihakan pada peran ayah atau peran ibu. Di awal film, emosi penonton diarahkan untuk 'sebel' sama Fahrul yang begitu saja meninggalkan istri dan tidak menemani kelahiran anak kedua. Bahkan tiba-tiba muncul untuk ruju dan kembali ke rumah Tika. Fahrul digambarkan sebagai seorang lelaki yang patuh sama ibunda, namun terlihat lemah di mata Tika. Namun, ada pesan bijak yang diucapkan Tika terhadap posisi Fahrul tersebut:

"...anak laki-laki memang harus bertanggung jawab pada 3 perempuan: ibunya, saudara perempuannya, dan anaknya. Terima kasih sudah melakukan itu semua..." 

Di pertengahan film ketika usaha busana muslim Keke mulai maju, penonton gantian mulai diarahkan sebel sama Tika karena lebih mementingkan usaha ketimbang suami dan anak-anaknya. Sampai-sampai demi mengambil hati sang anak Tika memberi hadiah sebiah kamar tidur lengkap dengan ranjang kasur dan perlengkapan lainnya. Sayangnya, Alda yang rupanya lebih menyukai tempat tidur lamanya (suka di bawah kolong tempat tidur menggambar kisah keluarga) sangat marah pada sang ibunda. Dan pergi.

Peran Aca sangat menantang, karena harus memerankan Tika yang gampang moody perasaannya. Fahrul pun mampu mengimbangi sebagai seorang suami yang lebih banyak diam, namun sesekali memutuskan dan memberi arahan, meskipun masih menyimpan rasa bersalah. Kedua anak mereka mampu memebuat penonton terhibur. Berperan suka ria, dan kadang-kadang marah atau ngambek. Arina sebagai anak kedua sangat menggemaskan.

Keong sebagai pembuka cerita, muncul juga sebagai binatang peliharaan Alda yang diletakkan di kolong, dan sebagai penutup cerita memberi arti kemanapun ia pergi selalu menggendong rumahnya. Kemanapun kita pergi, seberapa jauh usaha kita maju, jangan lupakan kehangatan rumah.

Home sweet home 

Selamat menikmati..



~ elha score: 7.5/10

Sunday, 18 February 2018

BLACK PANTHER (2018)

Sebenarnya film ini bukan genre kesukaan, tapi karena Qaulan penasaran tentang tokoh Marvel (dia belum pernah menonton film-film Marvel), akhirnya disempatkan untuk menonton di hari kedua setelah tayang di XXI Alam Sutra. Lumayan penuh dengan beberapa studio tayang bersamaan. Ternyata, film Black Panther ini agak 'berbeda' dengan film Marvel lainnya. Yang mencolok adalah keseluruhan pemain adalah berkulit hitam, kecuali 2 orang. Ya, memang tokoh Marvel kali ini memang berasal dari benua hitam Afrika. Tokoh Black Panther pun lebih humanis dan family man

Keseluruhan kisah film ini tentang suksesi kepemimpinan di negeri Wakanda. Kisah bermula berabad-abad lalu yang digambarkan secara komikal tentang meteorit jatuh di negeri Wakanda yang menyimpan material terkuat di dunia, Vibranium, dan kemunculan sang Black Panther.

Sepeninggal sang ayah, T'Challa (Chadwick Boseman) didaulat menjadi raja dan pelindung negeri Wakanda. Semua wakil suku setuju dipimpin oleh sang raja baru yang segera diberi kekuatan Black Panther melalui bunga herbal hati. Namun, ada satu orang yang tidak setuju dan menyimpan dendam lama. Dia adalah Erik 'Killmonger' Stevens (Michael B. Jordan), yang ternyata - melalui plot twist - adalah sepupu sang raja. Sejarah dan perbedaan sikap antara sang ayah dan adik (paman T'Challa) rupanya mewarnai sikap dan pendirian si Killmonger maupun sang Black Panther.

Menonton film ini seperti menonton cuplikan-cuplikan ide film James Bond tentang kecanggihan teknologi dan senjata-senjata mutakhir. Juga tokoh dibalik senjata dan teknologi mutakhir tersebut yang adalah adik sang raja, Shuri (Lettitia Wright) yang mirip DR. Q di film-film James Bond. Penggambaran negeri Wakanda yang amat makur namun tersamarkan dari dunia luar pun mengingatkan pada negeri tempat Wonder Woman (tokoh superhero DC Comics) berasal. Juga ide tentang pertemuan nenk buyut yang mengingatkan pada reuni keluarga di film animasi Coco (2017).

Adegan menarik ketika T'Challa berbicara di depan Perwakilan Bangsa-Bangsa dan mengutarakan keinginannya untuk memberi sumbangsih pada peradaban dunia yang lebih, seorang utusan dari suatu negera menanyakan:

"Apa yang bisa diberikan oleh bangsa petani terhadap dunia?"

T'Challa hanya tersenyum simpul.

Secara keseluruhan film ini sangat menghibur. Tidak perlu menyerngitkan dahi untuk memahami cerita. Film ini juga tentang keluarga, kesetiakawanan, dan upaya untuk membuat dunia lebih damai. 

Silakan menikmati... 

~ elha score: 7.5/10  




THE POST (2018)

Begitu mendengar Steven Spielberg menyutradai film ini, langsung saja mengagendakan untuk menontonnya. Di hari pertama tayang alias midnight. Apalagi pemainnya favorit juga: Tom Hanks dan Merryl Streep. Wis, lengkap deh alasannya, he..he.. Selain itu, konteks The Post ini memang relevan di masa sekarang, terutama di negeri ini, yang kemandirian media terasa mulai pudar. Wallahu'alam.

Agak telat masuk studio ketika film sudah mulai diputar. Sempat ragu karena adegan perang, tapi lalu teringat bahwa film ini memang berhubungan dengan perang Vietnam. The Post memang berdasarkan kisah nyata tentang kebocoran dokumen Pentagon Papers yang berisi informasi rahasia terkait perang Vietnam, yang melibatkan beberapa tokoh dan pemerintahan. 

Film ini berkisah tentang Katherine 'Kay' Graham (Merryl Streep), seorang ibu rumah tangga biasa dari kalangan elit, yang mewarisi The Washington Post, perusahaan surat kabar dari mendiang ayah dan suaminya. Ia adalah perempuan pertama yang menjadi pemilik penerbitan surat kabar besar di Amerika Serikat. Lingkungan kerja yang didominasi laki-laki membuatnya diremehkan. Adegan ini terlihat saat Kay mesti berlatih berkomunikasi dulu mengutarakan hgagasan sebelum bertemu dengan para investor. Namun, saat bertemu, tak sepatah katapun terucap. Kay gamang. Kay pun mesti memutuskan berpihak pada kebenaran atau pertemanan. Idealisme versus pragmatisme.

Film ini pun berpusat pada sosok Ben Bradlee (Tom Hanks), sang pemimpin redaksi yang menjunjung tinggi kebebasan pers. Ia digambarkan sebagai sosok yang kompetitif. Ia sangat terpukul saat The New York Times, koran kompetitor memasang headline tentang bocornya dokumen Pentagon Paper mendahuluinya. Pagi itu korannya justru memasang headline perkawinan putri Presiden Nixon. Sebuah penggambaran kontradiktif yang sangat menarik oleh Spielberg. Tak menyerah, Ben menyuruh reporter kawakannya untuk mencari sumber berita dan menemukan keseluruhan dokumen itu. Ketika dia mendapatkannya dan siap untuk dicetak, ia pun mesti berhadapan dengan keputusan pemerintah yang melarang menerbitkan dokumen tersebut dengan ancaman penjara.

Adegan scene ini sangat menarik, saat Kay mesti berhadapan dengan para direksi untuk memutuskan naik cetak atau batal. Adegan para operator yang menunggu perintah 'run' dari Ben untuk menjalankan mesin cetak. Adegan saat Ben dan Team memilah informasi dan menyatukan puzzle menjadi sebuah berita panas. Sempat disisipkan humor cerdas untuk meredakan suasana tegang, saat putri Ben menjajakan minuman lemonande bikinannya apada awak Ben yang sedang sibuk bekerja, dan menaikkan harga minuman itu dari $25c menjadi $50c.

Akankah The Post menerbitkan berita sensitiftersebut atau bermain aman karena pertemanan? Saksikan saja ya...

Bagi penyuka film action dan hiburan, film ini mungkin pilihan. Tidak ada baku tembak, baku pukul, dsb. Ketegangan dibangun dalam sikap mengambil keputusan, keteguhan, kesibukan para awak koran, kemisteriusan mencari dan menemukan sumber berita, dsb. Tom Hanks dan Merryl Streep bermain bagus dalam hal ini. Terutama Merryl Streep yang mampu memainkan watak seorang ibu biasa yang merasa bimbang dan ragu antara kesetiakawanan dan profesional. Tak heran bila ia dinominasikan sebagai aktris terbaik di Piala Oscar 2018 ini.

Alur kisah berjalan linier, hanya ada beberapa cuplikan potongan gambar asli khas Speilberg. Tidak ada twist-plot, namun tetap menarik karena drama dicitptkan dalam suasana. Suasana tahun 1970-an sangat terasa dalam busana, landscape, transpotasi. Yang menarik adalah penggambaran beberapa kali mesin cetak, mesin ketik, dan editing. Terasa sekali suasana 'kuno'nya.

Pesan film ini sangat jelas agar media menyadari independesinya. Memenuhi perannya yang essensial sebagai pelayan informasi masyarakat, bukan pelayan penguasa dimana berita disebarkan sesuai keinginan penguasa. Ini sangat menarik, terutama di negeri ini, yang sedang menghadapai tahun politik dan keberpihkan atau ketidaknetralan mulai sering diungkapkan.

Yang paling menarik di film ini ada di bagian akhir. Yaitu, saat adegan seseorang melaporkan sebuah pencurian di gedung sebelah, dimana terlihat lampu senter berkelip-kelip. Sound familiar? Yap, itu adegan yang mirip (atau memang diambil dari sana) dengan adegan di film Tom Hanks lainnya di tahun 1994 silam: Forrest Gump . Adegan itu berkisah tentang awal mula skandal Watergate yang menjungkalkan Presiden Nixon dari kursinya.

Selamat menikmasti...   

~ elha score: 8.5/10

Saturday, 17 February 2018

PADMAVATI (2018)

Akhir Januari kemarin menyempatkan menonton film Padmavati yang dibintangi oleh Deepika Padukone, yang berdasarkan puisi epik oleh Malik Muhammad Jayasi. Film ini kontrovesial karena diberitakan Deepika dan sutradara Sanjay Leela Bhansali diancam dibunuh oleh kelompok kanan Hindu.

Film diawali dengan pengenalan tokoh antagonis Jalaluddin Khilji (Ranveer Singh) yang menggiring seekor burung onta, spesies burung langka di daratan Afghanistan abad ke-13, untuk dipersembahkan kepada sang paman yang menjadi kepala suku. Sebenarnya sang paman cuma meminta dibawakan bulu burung onta. Alih-alih membawa bulu, ia memberikan seluruh burung onta kepada sang paman. Scene awal ini menunjukkan karakter Jalaluddin yang suka kemewahan dan kekuasaan. Kemudian kisah meloncat ke pengenalan karakter putri Sinhala, Padmawati, yang sedang berburu rusa namun sasarannya justru mengena pada Maharawal Ratan Singh (Shahid Kapoor), Raja Rajput. Kecantikan Padmavati memikat sang raja dan memboyong ke istananya sebagai permaisuri. Memang, selain ahli taktik dan strategi, Padmavati digambar sebagai jelmaan dewi yang jelita.

Kabar kecantikan Padmavati terdengar oleh Sultan Jalaludin yang saat itu sudah mengkudeta sang paman dan menguasai Delhi. Pasukannya ditakuti oleh kerajaan-kerajaan sekitarnya. Agitasi Sultan untuk merebut sang Ratu dari tangan Rajput membuat kedua kerajaan siap bertempur. Adu strategi pun terjadi. Bahkan sang permaisuri pun terlibat aktif beradu strategi untuk membebaskan sang Rajput. Jadi teringat film Troya yang juga disebabkan oleh perempuan. Hanya saja di film ini Padmavati sangat berperan, bukan sekedar obyek pemicu perang.

Film ini memanjakan mata dengan menyaksikan kemegahan kerajaan, landscape yang menawan. Koreografi pun dibuat rancak dan rapi, seperti saat Deepika menarikan tarian Ghoomar dan Ranveer Singh dan pasukannya menarikan tarian yang penuh semangat. Wardrobe yang dipakai pun sangat menawan, disesuaikan dengan kemewahan kerajaan. Alur cerita linear, tidak banyak kejutan. Namun scene mengesankan adalah saat permaisuri Padmavati dan semua perempuan kerajaan melakukan ritual Jauhari. Ritual ini dilakukan untuk tetap menjaga kehormatan.

Film ini tentang pengorbanan dan menjaga kehormatan wanita. Bolehlah dinikmati, meskipun bagi anak-anak perlu pendampingan.  

~ elha score: 9.0/10