Wednesday, 26 February 2020

DARK WATERS (2019)

Menonton film ini langsung terbayang novel karangan John Grisham, The Appeal, yang sama sama berkisah tentang pencemaran lingkungan oleh perusahaan besar. Hanya saja di novel lebih dramatis karena melibatkan intrik politik di seputar pemilihan hakim untuk mengadili kasus tersebut.

Di film plot-nya lebih lunak yang hanya melibatkan seorang pengacara dan perusahaan kimia DuPont sebagai tergugat.

Robert Bilott (Mark Ruffallo) adalah seorang pengacara dari firma Taft Settinius & Hollister yang baru saja dijadikan rekanan oleh perusahaan kimia besar. Ketika sedang melakukan pertemuan dengan klien, Bilott didatanga oleh seorang petani, Wilbur Tenant (Bill Camp), yang memintanya mewakili dirinya untuk menggugat perusahaan yang diduga membuang limbah berbahaya di lingkungannya. Tentu saja Bilott merasa dilema karena saat ini ia - bersama firmanya - mewakili perusahaan kimia. Namun, Bilott menyempatkan mengunjungi peternakan Wilbur sekedar karena sang petani adalah teman nenek Bilott. 

Di lokasi, Wilbur mengajak Bilott melihat sungai yang tercemar dan memperlihatkan berupa potongan-potongan daging cacat dari sapi yang tewas. Melihat bukti-bukti tersebut, Bilott pun bertanya ke pengacara DuPont tentang kasus pembuangan limbah pada proses pembuat Teflon. Merasa ada yang tak beres, Bilott pun menjadi pengacara Wilbur untuk mengajukan gugatan terhadap DuPont. 

DuPont adalah perusahaan besar dan memberikan kesempatan tenaga kerja yang banyak di kota kecil tersebut. Juga menyediakan fasilitas publik. Gugatan Wilbur terhadap perusahaan tersebut, memancing antipati terhadap keluarga Wilbur yang dianggap merusak keharmonisan.

Perjuangan Wilbur dan sang pengacara sungguh luar biasa. Dari mencari bukti-bukti dokumentasi pengujian Teflon, orang-orang yang terdampak pengaruh limbah beracun, dsb. Ini mirip di Novel John Grisham. Atau jangan-jangan Grisham terinspirasi dari kisah ini.

Mau tahu berapa lama kasus ini selesai? Lebih dari 20 tahun! Bayangkan stamina seorang pengacara dan penggungat dalam melakukan perlawanan hukum terhadap perusahaan besar. Bahkan ketika keputusan tersebut dibuat, Wilbur Tenant sudah meninggal.

Apa yang bisa kita tangkap dari pesan moral film ini selain tentang peduli lingkungan, adalah bahwa perjuangan mencari kebenaran itu jalan yang panjang, tak boleh putus asa jika kita yakin terhadap kebenaran tersebut. Bahkan jika kita tak sempat menikmati hasil keyakinan kita tersebut.

Robert Bilott dan Wilbur Tenant membuktikan...

Film ini enaknya ditonton jika waktu kita senggang, tidak diburu oleh tugas, dsb. karena alur berjalan lambat. Pun tidak ada ketegangan layaknya film action. Namun kita bisa menyaksikan kalutnya keluarga Wilbur, sang penggugat, ketika dikucilkan oleh tetangga dan masyarakat. Kita pun bisa berkaca pada sang pengacara yang memiliki keteguhan sikap dan pantang menyerah.

Jadi, silakan dinikmati...


elha score: 7.5/10

Saturday, 15 February 2020

KAI PO CHE! (2013)

Ini film yang kesekian kalinya diadaptasi dari novel Chetan Bhagat, penulis India terkenal: Three Mistakes of My Life. Yang lainnya adalah Hello (2008) dari  novel One Night @the Call Centre, 3 idiots (2009) dari novel Five Point Someone, 2 States (2014), dan yang terbaru Half Girlfriend (2017).

Kai Po Che! yang berarti "Putus!", sebuah seruan kalau kita berhasil memutus layang-layang lawan dalam adu layang. Seperti pada 3 idiots, Kai Po Che! juga berpusat pada 3 sahabat: Ishaan (Sushant Singh Rajput), Govind (Rajkummar Rao). dan Omit (Amit Sadh). Kalau 3 orang sahabat di 3 idiots berlatar universitas, maka di Kai Po Che! mereka berminat di bidang olahraga, terutama kriket. Plot film berkilas balik dengan keluarnya Omit dari penjara, bertemu dengan Govind dan mengenang masa 12 tahun silam.

Tiga sahabat memiliki minat yang sama dalam bidang olahraga. Namun berbeda di bidangnya. Ishaan yang mantan altit kriket lokal ingin membina anak-anak berbakat olahraga, Omit ingin mendirikan klu olahraga, sedangkan Govind ingin memiliki toko olahraga. Mereka bersepakat membuat toko olahraga plus pelatihan dan klubnya. Ingin memperluas usaha Govind memindahkan tokonya di pusat kota dengan menyewa ruangan strategis dari mall yang baru dibuka. Mereka meminjam uang kepada paman Omit yang juga tokoh politik partai Hindu di daerah tersebut. Sayangnya, gempa besar yang menimpa Gujarat, India tahun 2001 mehnghancurkan mall sekaligus tokohnya.

Kesulitan membayar hutang, membuat Omit mematuhi permintaan pamannya untuk terjun ke politik membantu kampanye sang paman. Saat itu memang menjelang pemilihan wakil negeri. Suasana politik di daerah itu makin hari makin menghangat melibatkan dua kelompok besar: partai Hindu dan partai Muslim,

Ishaan mulai melatih anak-anak berbakat. Salah satunya adalah Ali Hashmi (Digvijay Deshmukh) yang ayahnya adalah fanatik pendukung partai Muslim. Ishaan menempa Ali menjadi pemukul bola yang tangguh.

Sayangnya tragedi Godhra Train Massacre membuat persahabatan mereka yang sudah renggang makin terpecah. Kerusuhan sosial dan penyerangan ke komunitas muslim sebagai balas dendam terhadap peristiwa tersebut semakin membuat keadaan kacau. Ishaan yang pergi ke kampung Muslim dan berusaha melindungi Ali dan keluarganya tewas terkena tembakan.

Nah, bagaimana kelanjutannya? Bolehlah ditonton filmnya atau dibaca bukunya...

Seperti novel (dan adaptasi) filmnya, Chetan Bhagat memberi kritik sosial. Kali ini tentang pandngan politik berbau fanatik agama. Pandangan sempit tentang politik dan agama ini membuat pola pikir yang rasialis. Ishaan yang atlit kriket tak bisa meneruskan karirnya karena pandangan ini. Keluarga Ali tak bisa meminta bantuan ketika rumah mereka hancur tertimpa gempa dan kekurangan bahan makanan kepada kelompok lain yang menagnut pandangan politik berbeda.

Chetan Bhagat ingin memberi pesan bahwa dengan olahraga semua yang tercerai berai itu bisa dirajut kembali, sekat-sekat yang terbentuk bisa  lebur, tidak memandang pandangan politik dan agaman yang dianut. Ia melakukannya degan kriket, olahraga yang paling disukai oleh rakyat India.

Di tayangan akhir, Ishaan tersenyum ketika Ali yang sudah menjadi atlit nasional mampu melakukan pukulan "off-side" terbaik yang pernah diajarkannya.

Film ini - dengan beberapa bimbingan terutama saat communal riots, bisa ditonton oleh keluarga. 

Sipp!


~ elha score: 8.0/10

Tuesday, 11 February 2020

JOJO RABBIT (2019)

Film ini memperoleh penghargaan Oscar 2020 sebagai Film Adaptasi Terbaik. Film ini adalah paradi-satir tentang Pemuda Hitler, salah satu sayap organisasi Partai Nazi. Adalah Johanes "Jojo' Betzler (Roman Griffin Davis), bocah 10 tahun, yang tinggal di daerah Nazi Jerman dan menjadi anggota Jungvolk, junior dari Pemuda Hitler.

Seperti umumnya bocah-bocah lain, Jojo juga menerima doktrin tentang cintah negara, loyal kepada sang Fuhrer, doktrin tentang ras Arya yang unggul, dsb. Ketika mengikuti sebuah camp, Jojo diperintahkan untuk membunuh seekor kelinci. Alih-alih melakukannya, ia malah melepaskan kelinci tersebut. Oleh teman-temannya ia pun dijuluki Jojo Rabbit merujuk pada kpengecutannya. Sempat kesal dengan julukan tersebut, teman khyalan Jojo - yang digambarkan sebagai Adolf yang jenaka - tetap memberi semangat.Teman khayalan ini yang senantiasa mendukung Jojo dan membuatnya dia berani. Juga selalu menanamkan tentang loyalitas dan keunggulan ras.

Semangat Nazi dan antisemit begitu membekas. Namun, ketika tahu bahwa ibunya, Frau Rosie Bletzer (Scarlett Johansson), menyembunyikan seorang gadis Yahudi di loteng atas rumah, ia begitu kecewa dan hendak melaporkan ke Gestapo. Namun urung karena sang gadis, Elsa Korr (Thomasin McKenzie), memberitahu Jojo kalau ia melaporkan ibunya juga akan dibunuh karena menyembunyikannya. Akhirnya Jojo bernegoisasi dan meminta Elsa menceritakan tentang bangsa Yahudi. Cerita ini hendak dibuat buku oleh Jojo untuk dikirimkan ke komandannya.

Ada saat menegangkan ketika Gestapo menggeledah rumah Jojo karena memperoleh informasi tentang beberapa orang yang menyembunyikan orang-orang Yahudi. Untungnya, Elsa yang muncul tidak terpergok. Ia menyamar menjadi kakak Jojo, Inga.

Film tentang menyembunyikan orang-orang Yahudi dari kekejaman Nazi pernah juga dibuat seperti The Zookeeper's Wife (2017). Film dibuat lebih jenaka dengan menampilkan tokoh sang Fuhrer yang lucu sebagai teman khayalan Jojo. Juga memberi pesan tentang semangat dan optimisme keluar dari kesulitan. Pesan ini mirip dengan film Life is Beatifull (1997) yang juga berkisah tentang Nazi dan memperoleh Oscar sebagai film asing terbaik. 

Ibu Jojo yang anti Nazi memberi pemahaman kepada Jojo tentang arti cinta. Dan ketika ditanya apa yang akan dilakukan dengan kebebasan, sang ibu menjawab: menari... Sayangnya sang ibu tak sempat menari

Dengan beberapa adegan yang perlu bimbingan, film ini bisa ditonton dan dinikmati oleh keluarga.


~ elha score: 8.0/10