Wednesday, 21 February 2018

BUNDA: CINTA 2 KODI (2018)

Sepertinya semua film dari novel Asmanadia kami tonton. Termasuk satu yang ini, yang kami tonton secara premier. Film-film Asmanadia sangat menarik karena berkisah tentang cinta, keluarga, kemanusiaan, dll. Kali ini tentang cinta dan keluarga. O, ya PolJa_by_Noor jadi salah satu sponsor di acara nobar film ini di XXI The Breeze. Pas kan dengan cerita film yang banyak berkisah tentang urusan jahit menjahit dan retail garment.

Film dengan cara yang menarik - berupa animasi kartun - diawali dengan kisah perkenalan karakter keluarga, pertemuan dua insan, dan kelahiran anak pertama. Juga seekor keong, yang ternyata merupakan pengikat awal dan akhir cerita. Film ini berttutu dari sudut pandanga Fahrul (Ario Bayu), suami Tika (Acha Septriasa). Dikisahkan pertemuan awal mereka di KRL saat Tika terjatuh pingsan dan 'disembuhkan' oleh Fahrul dengan seekor keong. Kisah pun berlanjut saat keduanya membina rumah tangga dan memiliki seorang putri, Alda (Shaquilla Nugraha). Ketika Tika hamil anak kedua, prahara rumah tangga pun dimulai. Mengikuti perintah sang Ibu, dengan berat hati Fahrul meninggalkan istri dan anaknya meski ia masih mencintainya. Bahkan ketika Tika melahirkan anak kedua (Arina Mindhisya), Fahrul tak mendampingi. Tika pun berjuang sendirian menghidupi diri dan kedua anaknya sebagai pekerja di sebuah perusahaan retail.

Ketika akhirnya Fahrul kembali ke rumah, Tika yang juga masih mencintainya menrima Fahrul, meski ada kekecewaan dalam hatinya. Kekecewaan seringkali timbul ketika ia mengalami masalah. Saat Alda melanggar aturan ibunya untuk tidak memasuki ruang kerja, Tika sangat marah. Bahkan sang suami yang menasehatinya pun kena imbas kemarahan. Amarah Tika meledak ketika Fahrul yang ditugasi mengambil bahan kain - ketika usaha busana Muslim Keke mulai jalan - menghilangkan sebagian bahan tersebut. Celetukan Tika yang terdengar oleh Fahrul membuatnya gundah, danmemutuskan untuk menerima pekerjaan yang mengharuskannya berpisah dengan keluarga.

Perpisahan ini dan kesibukan Tika membuat kedua anak mereka seperti tidak ada bimbingan. Tika yang kerap memaksakan kehendak membuat kedua anaknya tidak betah dan pergi mencari sang ayah. Tika harus memutuskan apakah meneruskan kesempatan yang diperolehnya, yang mungkin cuma datang sekali, atau berkumpul bersama keluarga yang utuh.

Film ini mengaduk emosi penonton, terutama para ibu. Tak ada keberpihakan pada peran ayah atau peran ibu. Di awal film, emosi penonton diarahkan untuk 'sebel' sama Fahrul yang begitu saja meninggalkan istri dan tidak menemani kelahiran anak kedua. Bahkan tiba-tiba muncul untuk ruju dan kembali ke rumah Tika. Fahrul digambarkan sebagai seorang lelaki yang patuh sama ibunda, namun terlihat lemah di mata Tika. Namun, ada pesan bijak yang diucapkan Tika terhadap posisi Fahrul tersebut:

"...anak laki-laki memang harus bertanggung jawab pada 3 perempuan: ibunya, saudara perempuannya, dan anaknya. Terima kasih sudah melakukan itu semua..." 

Di pertengahan film ketika usaha busana muslim Keke mulai maju, penonton gantian mulai diarahkan sebel sama Tika karena lebih mementingkan usaha ketimbang suami dan anak-anaknya. Sampai-sampai demi mengambil hati sang anak Tika memberi hadiah sebiah kamar tidur lengkap dengan ranjang kasur dan perlengkapan lainnya. Sayangnya, Alda yang rupanya lebih menyukai tempat tidur lamanya (suka di bawah kolong tempat tidur menggambar kisah keluarga) sangat marah pada sang ibunda. Dan pergi.

Peran Aca sangat menantang, karena harus memerankan Tika yang gampang moody perasaannya. Fahrul pun mampu mengimbangi sebagai seorang suami yang lebih banyak diam, namun sesekali memutuskan dan memberi arahan, meskipun masih menyimpan rasa bersalah. Kedua anak mereka mampu memebuat penonton terhibur. Berperan suka ria, dan kadang-kadang marah atau ngambek. Arina sebagai anak kedua sangat menggemaskan.

Keong sebagai pembuka cerita, muncul juga sebagai binatang peliharaan Alda yang diletakkan di kolong, dan sebagai penutup cerita memberi arti kemanapun ia pergi selalu menggendong rumahnya. Kemanapun kita pergi, seberapa jauh usaha kita maju, jangan lupakan kehangatan rumah.

Home sweet home 

Selamat menikmati..



~ elha score: 7.5/10

Sunday, 18 February 2018

BLACK PANTHER (2018)

Sebenarnya film ini bukan genre kesukaan, tapi karena Qaulan penasaran tentang tokoh Marvel (dia belum pernah menonton film-film Marvel), akhirnya disempatkan untuk menonton di hari kedua setelah tayang di XXI Alam Sutra. Lumayan penuh dengan beberapa studio tayang bersamaan. Ternyata, film Black Panther ini agak 'berbeda' dengan film Marvel lainnya. Yang mencolok adalah keseluruhan pemain adalah berkulit hitam, kecuali 2 orang. Ya, memang tokoh Marvel kali ini memang berasal dari benua hitam Afrika. Tokoh Black Panther pun lebih humanis dan family man

Keseluruhan kisah film ini tentang suksesi kepemimpinan di negeri Wakanda. Kisah bermula berabad-abad lalu yang digambarkan secara komikal tentang meteorit jatuh di negeri Wakanda yang menyimpan material terkuat di dunia, Vibranium, dan kemunculan sang Black Panther.

Sepeninggal sang ayah, T'Challa (Chadwick Boseman) didaulat menjadi raja dan pelindung negeri Wakanda. Semua wakil suku setuju dipimpin oleh sang raja baru yang segera diberi kekuatan Black Panther melalui bunga herbal hati. Namun, ada satu orang yang tidak setuju dan menyimpan dendam lama. Dia adalah Erik 'Killmonger' Stevens (Michael B. Jordan), yang ternyata - melalui plot twist - adalah sepupu sang raja. Sejarah dan perbedaan sikap antara sang ayah dan adik (paman T'Challa) rupanya mewarnai sikap dan pendirian si Killmonger maupun sang Black Panther.

Menonton film ini seperti menonton cuplikan-cuplikan ide film James Bond tentang kecanggihan teknologi dan senjata-senjata mutakhir. Juga tokoh dibalik senjata dan teknologi mutakhir tersebut yang adalah adik sang raja, Shuri (Lettitia Wright) yang mirip DR. Q di film-film James Bond. Penggambaran negeri Wakanda yang amat makur namun tersamarkan dari dunia luar pun mengingatkan pada negeri tempat Wonder Woman (tokoh superhero DC Comics) berasal. Juga ide tentang pertemuan nenk buyut yang mengingatkan pada reuni keluarga di film animasi Coco (2017).

Adegan menarik ketika T'Challa berbicara di depan Perwakilan Bangsa-Bangsa dan mengutarakan keinginannya untuk memberi sumbangsih pada peradaban dunia yang lebih, seorang utusan dari suatu negera menanyakan:

"Apa yang bisa diberikan oleh bangsa petani terhadap dunia?"

T'Challa hanya tersenyum simpul.

Secara keseluruhan film ini sangat menghibur. Tidak perlu menyerngitkan dahi untuk memahami cerita. Film ini juga tentang keluarga, kesetiakawanan, dan upaya untuk membuat dunia lebih damai. 

Silakan menikmati... 

~ elha score: 7.5/10  




THE POST (2018)

Begitu mendengar Steven Spielberg menyutradai film ini, langsung saja mengagendakan untuk menontonnya. Di hari pertama tayang alias midnight. Apalagi pemainnya favorit juga: Tom Hanks dan Merryl Streep. Wis, lengkap deh alasannya, he..he.. Selain itu, konteks The Post ini memang relevan di masa sekarang, terutama di negeri ini, yang kemandirian media terasa mulai pudar. Wallahu'alam.

Agak telat masuk studio ketika film sudah mulai diputar. Sempat ragu karena adegan perang, tapi lalu teringat bahwa film ini memang berhubungan dengan perang Vietnam. The Post memang berdasarkan kisah nyata tentang kebocoran dokumen Pentagon Papers yang berisi informasi rahasia terkait perang Vietnam, yang melibatkan beberapa tokoh dan pemerintahan. 

Film ini berkisah tentang Katherine 'Kay' Graham (Merryl Streep), seorang ibu rumah tangga biasa dari kalangan elit, yang mewarisi The Washington Post, perusahaan surat kabar dari mendiang ayah dan suaminya. Ia adalah perempuan pertama yang menjadi pemilik penerbitan surat kabar besar di Amerika Serikat. Lingkungan kerja yang didominasi laki-laki membuatnya diremehkan. Adegan ini terlihat saat Kay mesti berlatih berkomunikasi dulu mengutarakan hgagasan sebelum bertemu dengan para investor. Namun, saat bertemu, tak sepatah katapun terucap. Kay gamang. Kay pun mesti memutuskan berpihak pada kebenaran atau pertemanan. Idealisme versus pragmatisme.

Film ini pun berpusat pada sosok Ben Bradlee (Tom Hanks), sang pemimpin redaksi yang menjunjung tinggi kebebasan pers. Ia digambarkan sebagai sosok yang kompetitif. Ia sangat terpukul saat The New York Times, koran kompetitor memasang headline tentang bocornya dokumen Pentagon Paper mendahuluinya. Pagi itu korannya justru memasang headline perkawinan putri Presiden Nixon. Sebuah penggambaran kontradiktif yang sangat menarik oleh Spielberg. Tak menyerah, Ben menyuruh reporter kawakannya untuk mencari sumber berita dan menemukan keseluruhan dokumen itu. Ketika dia mendapatkannya dan siap untuk dicetak, ia pun mesti berhadapan dengan keputusan pemerintah yang melarang menerbitkan dokumen tersebut dengan ancaman penjara.

Adegan scene ini sangat menarik, saat Kay mesti berhadapan dengan para direksi untuk memutuskan naik cetak atau batal. Adegan para operator yang menunggu perintah 'run' dari Ben untuk menjalankan mesin cetak. Adegan saat Ben dan Team memilah informasi dan menyatukan puzzle menjadi sebuah berita panas. Sempat disisipkan humor cerdas untuk meredakan suasana tegang, saat putri Ben menjajakan minuman lemonande bikinannya apada awak Ben yang sedang sibuk bekerja, dan menaikkan harga minuman itu dari $25c menjadi $50c.

Akankah The Post menerbitkan berita sensitiftersebut atau bermain aman karena pertemanan? Saksikan saja ya...

Bagi penyuka film action dan hiburan, film ini mungkin pilihan. Tidak ada baku tembak, baku pukul, dsb. Ketegangan dibangun dalam sikap mengambil keputusan, keteguhan, kesibukan para awak koran, kemisteriusan mencari dan menemukan sumber berita, dsb. Tom Hanks dan Merryl Streep bermain bagus dalam hal ini. Terutama Merryl Streep yang mampu memainkan watak seorang ibu biasa yang merasa bimbang dan ragu antara kesetiakawanan dan profesional. Tak heran bila ia dinominasikan sebagai aktris terbaik di Piala Oscar 2018 ini.

Alur kisah berjalan linier, hanya ada beberapa cuplikan potongan gambar asli khas Speilberg. Tidak ada twist-plot, namun tetap menarik karena drama dicitptkan dalam suasana. Suasana tahun 1970-an sangat terasa dalam busana, landscape, transpotasi. Yang menarik adalah penggambaran beberapa kali mesin cetak, mesin ketik, dan editing. Terasa sekali suasana 'kuno'nya.

Pesan film ini sangat jelas agar media menyadari independesinya. Memenuhi perannya yang essensial sebagai pelayan informasi masyarakat, bukan pelayan penguasa dimana berita disebarkan sesuai keinginan penguasa. Ini sangat menarik, terutama di negeri ini, yang sedang menghadapai tahun politik dan keberpihkan atau ketidaknetralan mulai sering diungkapkan.

Yang paling menarik di film ini ada di bagian akhir. Yaitu, saat adegan seseorang melaporkan sebuah pencurian di gedung sebelah, dimana terlihat lampu senter berkelip-kelip. Sound familiar? Yap, itu adegan yang mirip (atau memang diambil dari sana) dengan adegan di film Tom Hanks lainnya di tahun 1994 silam: Forrest Gump . Adegan itu berkisah tentang awal mula skandal Watergate yang menjungkalkan Presiden Nixon dari kursinya.

Selamat menikmasti...   

~ elha score: 8.5/10

Saturday, 17 February 2018

PADMAVATI (2018)

Akhir Januari kemarin menyempatkan menonton film Padmavati yang dibintangi oleh Deepika Padukone, yang berdasarkan puisi epik oleh Malik Muhammad Jayasi. Film ini kontrovesial karena diberitakan Deepika dan sutradara Sanjay Leela Bhansali diancam dibunuh oleh kelompok kanan Hindu.

Film diawali dengan pengenalan tokoh antagonis Jalaluddin Khilji (Ranveer Singh) yang menggiring seekor burung onta, spesies burung langka di daratan Afghanistan abad ke-13, untuk dipersembahkan kepada sang paman yang menjadi kepala suku. Sebenarnya sang paman cuma meminta dibawakan bulu burung onta. Alih-alih membawa bulu, ia memberikan seluruh burung onta kepada sang paman. Scene awal ini menunjukkan karakter Jalaluddin yang suka kemewahan dan kekuasaan. Kemudian kisah meloncat ke pengenalan karakter putri Sinhala, Padmawati, yang sedang berburu rusa namun sasarannya justru mengena pada Maharawal Ratan Singh (Shahid Kapoor), Raja Rajput. Kecantikan Padmavati memikat sang raja dan memboyong ke istananya sebagai permaisuri. Memang, selain ahli taktik dan strategi, Padmavati digambar sebagai jelmaan dewi yang jelita.

Kabar kecantikan Padmavati terdengar oleh Sultan Jalaludin yang saat itu sudah mengkudeta sang paman dan menguasai Delhi. Pasukannya ditakuti oleh kerajaan-kerajaan sekitarnya. Agitasi Sultan untuk merebut sang Ratu dari tangan Rajput membuat kedua kerajaan siap bertempur. Adu strategi pun terjadi. Bahkan sang permaisuri pun terlibat aktif beradu strategi untuk membebaskan sang Rajput. Jadi teringat film Troya yang juga disebabkan oleh perempuan. Hanya saja di film ini Padmavati sangat berperan, bukan sekedar obyek pemicu perang.

Film ini memanjakan mata dengan menyaksikan kemegahan kerajaan, landscape yang menawan. Koreografi pun dibuat rancak dan rapi, seperti saat Deepika menarikan tarian Ghoomar dan Ranveer Singh dan pasukannya menarikan tarian yang penuh semangat. Wardrobe yang dipakai pun sangat menawan, disesuaikan dengan kemewahan kerajaan. Alur cerita linear, tidak banyak kejutan. Namun scene mengesankan adalah saat permaisuri Padmavati dan semua perempuan kerajaan melakukan ritual Jauhari. Ritual ini dilakukan untuk tetap menjaga kehormatan.

Film ini tentang pengorbanan dan menjaga kehormatan wanita. Bolehlah dinikmati, meskipun bagi anak-anak perlu pendampingan.  

~ elha score: 9.0/10