Monday, 9 October 2017

WAKEFIELD (2017)

Film ini tidak cocok untuk yang menyukai genre action atau horror - yang berbarengan tayang dengan film ini. Wakefield (2017) bergenre drama tanpa aksi dan adegan menyeramkan. Lebih banyak pada dialog sebagai kekuatannya.

Film diawali dengan pengenalan karakter Wakefield (Bryan Cranston) sebagai tokoh sentral di film ini. Ia adalah seorang pengacara sukses yang sangat sibuk. Ketika pulang dari kantor, ia melihat seekor raccoon di halaman rumah. Mengusir raccoon, Wakefield malah menemukan sebuah gudang tersembunyi yang merupakan bagian dari rumah utamanya. Alih-alih menuju ke rumah, ia malah masuk ke lantai atas gudang. Lewat jendela, ia bisa mengamati rumahnya, Diana (Jennifer Garner) - istri, dan si kembar anak-anaknya. Keasyikan dengan mengamati keadaan keluarga, tetangga, dan lingkungan dari tempat persembunyian, ia pun memutuskan untuk 'menghilang'.

Sang istri yang sudah menantikannya pun mencari kesana-kemari, menghubungi kantor dan kenalan suami. Putus asa, ia pun menghubungi polisi melaporkan kehilangan. Bukannya keluar dari persembunyian. Wakefield makin menikmati perannya sebagai seseorang yang dibutuhkan. Ia memutuskan untuk hidup secara ekstrim dengan mematikan seluler, melupakan pekerjaan, menghindari kontak sosial, dan bahkan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan pakaian bekas dan mencari makanan dari tempat sampah seperti gelandangan. Sambil terus mengamati perilaku keluarganya.

Plot mengalir maju mundur menceritakan kisah perkenalan dengan istri, motivasi menikahinya, kelahiran si kembar, percekcokan di rumah tangga, dsb. Mengamati kehidupan sang istri, membuatnya sadar satu hal tentang cinta dan kebutuhan. Ia pun mengamati saingannya dulu, Dirk Morrison (Jason O' Mara), yang datang berkunjung. Ini adalah salah satu alasan yang membuatnya mesti kembali pulang ke rumah.

Bagaimana cara ia kembali ke rumah setelah sekian lama menghilang? Bagaimana menjelaskan kepada istri dan anaknya dimana saja ia berada?


Film ini tidak banyak menampilkan gambar menawan dan adegan klimaks, penonton hanya disuguhi narasi dari sisi Wakefield dan bertanya-tanya bagaimana akhir cerita tersebut. Alur kisah pun linear, namun membuat penonton menduga-duga. Pesan cerita sangat kuat tentang cinta dan kebutuhan akan bersama.

Buat yang jengah dengan film horror, film antimainstream ini bisa dijadikan pilihan.


~ elha score: 6.5/10   

Monday, 7 August 2017

POORNA: COURAGE HAS NO LIMIT (2017)

"...jika ingin menaklukkan sebuah gunung, engkau harus punya alasan yang lebih besar dari gunung itu..."

Film ini berdasarkan kisah nyata seorang anak gadis pertama yang berhasil mencapai puncak Everest, gunung tertinggi di dunia.

Namanya Poorna, Malavath Poorna (Aditi Inamdar), adalah seorang gadis India berusia 13 tahun. Namanya sesuai dengan nasibnya, sial atau miskin. Ia tinggal di sebuah desa miskin Pakala di negara bagian Andhra Pradesh, India. Kedua orangtuanya bekerja sebagai buruh tani yang tak mampu membayar uang sekolah. Ketika menerima hukuman menyapu kelas, Priya - saudara sepupu Poorna yang juga dihukum karena tak mampu membayar uang sekolah - menemukan selebaran tentang sekolah gratis dari Depertemen Kesejahteraan Sosial. Berdua mereka hendak mendaftarkan diri kesana, namun sayangnya Priya batal karena dinikahkan oleh ayahnya. Jadilah, Poorna mendaftarkan dan bersekolah disana

Berbeda dengan brosur, ternyata fasilitas disana dikorupsi oleh oknum, sehingga layanan seperti makanan untuk siswa sangat buruk. Poorna sempat hendak melarikan diri dari sekolah tersebut. Untungnya ia bersua dengan Dr. R.S. Praveen Kumar (Rahul Bose), sekretaris Departemen Kesejahteraan Sosial yang baru, yang mengambil alih sekolah tersebut dan memberantas penyimpangan disana. Selain menghapus pungli, Praveen pun membentuk beberapa aktifitas esktrakurikuler untuk siswa. Salah satunya panjat tebing. Poorna bergabung disana.

Poorna menunjukkan kecakapan dalam latihan dan teknik-teknik pemanjatan. Praveen yang memiliki obsesi membentuk team muda untuk menaklukkan Everest memasukkan Poorna sebagai kandidat utama, jika dia bisa menjawab alasan kenapa dia harus mencapai puncak Everest. Poorna belum meiliki jawabannya. Kematian sahabatnya, Priya, membuat Poorna sempat terpuruk dan mengundurkan diri dari team. Ia merasa kehilangan seorang shabat dan semangat. Namun, dukungan motivasi dari Praveen dan sebuah surat yang ditulis Priya membuatnya kembali ke team. Surat Priya itu adalah jawaban kenapa dia mesti mencapai puncak Everest. Poorna pun menuruti isi surat itu dan mencapai puncak Everest dengan rekor sebagai gadis termuda dalam usia 13 tahun 11 bulan.

Kira-kira apa ya isi surat itu?

Film ini memberi pesan yang sangat kuat tentang semangat yang tak boleh pudar meski dalam keterbatasan, keberanian yang tak kenal batas, dan juga misi hidup yang harus kita temukan. Sayangnya, ide cerita tersebut tidak diimbangi dengan plot yang dramatic, mengeksplor semangat pantang menyerah Poorna. Keindahan lanskap pegunungan dan keangkerannya juga kurang terangkum. Namun, secara keseluruhan film ini layak ditonton keluarga, terutama pesan-pesannya.

Selamat menikmati...


~ elha score: 7/10

Saturday, 5 August 2017

BANDA - THE DARK FORGOTTEN TRAIL (2017)

Film dokumenter ini adalah versi visual dari pameran Jalur Rempah - The Untold Story di Museum Nasional pada tahun 2015 dimana Sheila Timothy dan suami sebagai produsen pernah mengunjunginya. Rasa penasaran tentang perdagangan rempah yang mengubah wajah dunia namun terlupakan atau hilang dari catatan sejarah membuatnya berkeinginan membuat film agar terekam sebagai sejarah. Bekeja sama dengan Jay Subyakto sebagai sutradara dan Irfan Ramli sebagai penulis cerita, mereka mewujudkannya dalam film Banda - The Forgotten Trail.

Diawali dengan narasi (dibawakan oleh Reza Rahardian) tentang perburuan penjelajah-penjelajah Eropa ke belahan timur dunia untuk mencari sumber daya alam yang sangat berharga. Segenggam pala, misalnya, lebih berharga ketimbang emas kala itu di pasar Eropa. Salah satu manfaat pala adalah untuk mengawetkan makanan yang saat itu sangat dibutuhkan untuk perbekalan ketika berlayar atau saat berada di peperangan. Sehingga ada pepatah, siapa yang menguasai pala, berarti menguasai dunia. 


Banda adalah pulau utama penghasil pala. Kepulauan Banda saat itu menjadi satu-satunya tempat pohon-pohon pala tumbuh menjadi kawasan yang paling diperebutkan. Belanda bahkan rela melepas Nieuw Amsterdam (sekarang Manhattan, NY) agar bisa mengusir Inggris dari kepulauan tersebut. Pembantaian massal dan perbudakan pertama di Nusantara juga terjadi di Kepulauan Banda (wikipedia).

Film ini juga menyorot pulau Banda saat penjajahan Belanda dimana pulau yang terpencil ini menjadi tempat buangan tokoh-tokoh pergerakan atau ulama-ulama yang menentang Belanda. Hatta, Syahrir, Iwa Kusuma, dan tokoh-tokoh dari Jawa, Sumatera, Aceh, dll. Kehadiran tokoh-tokoh dari berbagai daerah bercampur dengan budak-budak yang didatang dari eplosok negeri membuat Banda sebagai miniatur dari Indonesia. Ini menginspirasi Dr. Muhammad Hatta untuk menyusun entitas kebangsaan Indonesia.

Film ini pun menampilkan Banda dalam waktu kekinian ketika pala bukan lagi komoditas utama dunia, harapan masyarakat Banda tentang lingkungan dan tradisinya, juga kiprah pemuda Banda. Juga sedikit dikisahkan konflik SARA yang sempat menodai kehidupan Banda. Yang bercerita adalah tokoh yang terlibat di peristiwa itu.

Jay sebagai sutradara mampu memotret wajah Banda dulu dan sekarang. Pengambilan gambar pun mengesankan dengan suara latar yang turut menghidupkan suasana. Tidak ada tokoh utama dalam film ini, namun 'perjalanan' para bocah ketika bermain di sepanjang situs dan ketika berlayar dan menyanyikan lagu Nasional mampu memperkuat kesan cerita. Beberapa animasi dan bayangan pun mendukung kisah.
Agar sejarah tidak lenyap begitu saja, bolehlah film ini ditonton bersama keluarga agar kita menyadari bahwa menghargai sejarah dapat menmpercerah masa depan bangsa.


"...melupakan sejarah berarti mematikan masa depan..."


~ elha score: 8/10

Saturday, 29 July 2017

HINDI MEDIUM (2017)

Raja Batra (Irfann Khan) adalah seorang pengusaha fashion di kota kecil di India. Ia termasuk keluarga berada dan konglomerat disana, meskipun tidak terlalu berpendidikan dan tak memiliki kemampuan berbahasa Inggris dengan baik. Sebaliknya, sang istri - Meeta (Saba Qamar) - sangat cakap bercas-cis-cus dalam bahasa Inggris. Ia cenderung berpenampilan high class dan sangat protektif terhadap putrinya, Pia (Dishita Sehgal). Memikirkan masa depan yang sangat kompetitif, ia terobsesi untuk memasukkan Pia ke sekolah elite agar masa depan anaknya terjamin.

Bersama Raj, Meeta berburu sekolah elite yang kebanyakan, tentu saja, dihuni oleh keluarga elite. Namun, sekolah-sekolah tersebut hanya menerima calon murid yang bertempat tinggal dalam radius 3 km dari sekolah tersebut. Rumah mereka berada diluar radius tersebut. Agar Pia bisa masuk sekolah elite, Meeta memaksa Raj agar pindah ke daerah elite Vasant Vihar yang berada dekat sekolah. Raj yang sangat terikat dengan rumah asalnya terpaksa mengikuti saran Meeta. Ia pun mesti berusaha tampil elite seperti tetangga-tetangga di kompleks itu. Bahkan sampai harus 'melupakan' kesenangannya, seperti menyanyi dan menari. Untuk meningkatkan status sosial, mereka pun menyewa konsultan yang mengatur penampilan, cara berkomunikasi, cara menjawab saat interview kelas, dsb. Sayangnya, bahkan dengan segala upaya itu, Pia tetap tidak lolos masuk sekolah elit. Bukan karena Pia, tetapi karena mereka dianggap belum mampu bersosialisasi seperti kaum high class. 

Tak putus asa, Raj mencari cara lain agar Pia tetap bisa masuk sekolah elite. Ternyata tiap sekolah memiliki kuota 25% yang diperuntukkan bagi masyarakat tak mampu. Raj pun mendaftarkan Pia melalui jalur RET (Right to Education) di sekolah elite  Delhi Grammar School. Berpura-pura jadi orang miskin, mereka pindah ke daerah kumuh tempat masyarakat terpinggirkan berada. Hal ini untuk mengelabui pengawas yang akan memeriksa keadaan sosial keluarga-keluarga yang mendaftarkan anaknya melalui jalur RET. Karena jalur ini pun ditengarai banyak disalahgunakan oleh oknum dan orang-orang kaya yang terobsesi dengan masa depan anak, sepertti yang Raj dan Meeta lakukan.

Di perkampungan itu mereka berkenalan dengan keluarga Shyamprakash Kori (Deepak Dobriyal) yang mengajari mereka cara survive sebagai orang miskin. Shyamprakash juga membantu Raj - yang bahkan rela mengorbankan nyawanya - mengumpulkan biaya 24000 rupee sebagai syarat masuk sebagai RTE (Raj sebenarnya sudah akan mengambil uang di ATM, tetapi kepergok oleh Shyam yang menguntit Raj untuk menghindarkannya dari perbuatan melanggar hukum. Shyam belum tahu Raj kaya). Dari keluarga Shyamprakash, Raj dan Meeta belajar tentang pengorbanan, keikhlasan, dan rasa bahagia tanpa alasan.

Saat pemilihan kandidat murid, kedua keluarga itu datang. Pemilihan kandidat murid dari jalur RTE dilakukan melalui undian. Pia, anak Raj dan Meeta lolos, namun Mohan - anak Shyamprakash justru tidak lolos. Ini membuat Raj dan Meeta merasa bersalah karena merampas hak Mohan yang berasal dari keluarga tak mampu dan yang berhak mengikuti jalur RTE. Mohan akhirnya masuk di sekolah pemerintah yang dipersepsikan tidak berkualitas. Menebus rasa bersalah, Raj pun menyumbang sekolah pemerintah tersebut agar lebih bermutu dan mampu bersaing. Ia memperbaiki sarana dan menambah fasilitas sekolah tersebut.


Film ini bergenre drama komedi dengan ide mengkritik sistem pendidikan dan masyarakat India yang lebih tergiur kepada status dan obsesi pribadi ketimbang peduli kepada minat anak. Eh, tapi disini juga masih ada yang begitu sih!. Meski kurang optimal, Irfaan Khan bermain bagus sebagai seorang suami yang sayang sama istri dan menuruti kemauannya. Pesan ada di akhir film dimana Raj dan Meeta menyadari bahwa pendidikan yang baik bukan terletak pada elite tidaknya sebuah sekolah. Namun, pada kemampuan sekolah tersebut memberi ruang kepada minat dan bakat anak.


Hmm...bagaimana dengan kita?


~ elha score: 7/10


          

Thursday, 27 July 2017

NIL BATTEY SANTANA (2016)

"Terima kasih Tuhan, telah menciptakan seorang mahluk yang luar biasa: IBU"

Apeksha "Apu" Shivlal Sahay (Ria Shukla) seorang pelajar kelas 10 harus menghadapi ujian kelulusannya. Bersama kedua rekannya - Sweety (Neha Prajapati) dan Pintu (Prashant Tiwari), ia mesti meningkatkan nilai matematikanya agar memperoleh poin kelulusan. Namun,  Apu telah kehilangan motivasi belajar dan berkeyakinan tidak akan mampu melanjutkan ke jenjang lebih tinggi karena kekurangan biaya. 

Ibunya, Chanda Sahay (Swara Bhaskar), yang bekerja sebagai pembantu di rumah Dr. Diwan (Ratna Pathak) dan kerja serabutan, selalu memotivasi Apu untuk terus belajar agar lulus ujian dan meyakinkannya bahwa ia memiliki tabungan untuk kelanjutan sekolahnya. Tapi, Apu tidak percaya. Sikapnya makin menjengkelkan. Ia tetap pada 'prinsip'nya bahwa anak seorang pembantu kelak akan jadi seorang pembantu.

Chanda pun mengadu kepada Dr. Diwan yang menganjurkan agar Chanda bersekolah lagi sehingga bisa mengajar Apu sendiri. Mulanya Chanda ingin memasukkan Apu ke BimBel, namun tak mampu menanggung biaya. Atas desakan Dr. Diwan ke Kepala Sekolah, akhirnya Chanda diterima sebagai murid baru dan sekelas dengan anaknya, Apu. 

Apu yang malu kalau ibunya bersekolah (dan sekelas lagi! namun teman-teman Apu tidak tahu hubungan keduanya) menerima tantangan ibunya untuk mengalahkan nilai ibunya di pelajaran Matematika. Mulailah mereka berdua belajar kepada teman sekelas yang pintar matematika, yang memberi nasehat:

"Mempelajari matematika itu akan lebih mudah jika kita kaitkan dengan keseharian kita", ujarnya. "Seringkali jawaban di persoalan matematika terkandung didalam pertanyaan itu sendiri"   

Film ini memberi pesan tentang menumbuhkan motivasi, pantang menyerah, dan mengenali potensi diri. Perjuangan seorang ibu untuk memotivasi anaknya dengan sangat baik diperankan oleh Swara Bhaskar. Ditunjukkan juga bahwa lingkungan pun berpengaruh pada perkembangan motivasi belajar anak, yang ditampakkan pada adegan seorang guru dan teman dekat.

Di akhir kisah Apu terkena 'karma' atas ucapannya: bahwa anak seorang pembantu akan menjadi pembantu. Ya.. ia bakal menjadi seorang pelayan. Namun, sebagai pejabat pemerintahan sebagai pelayan masyarakat. Ibunya sendiri, setelah lulus dari sekolah, mulai memberi bimbingan belajar matematika untuk anak-anak tidak mampu.

Keren kan? Film ini inspiratif untuk ditonton oleh keluarga


~ lukman score 7/10

Wednesday, 26 July 2017

DUNKIRK (2017)

Cerita film ini sudah ada di benak Christopher Nolan sebagai sutradara dan penulis skenario sejak 20-an tahun silam. Kehati-hatian untuk membuat film sejarah besar-lah yang membuatnya baru sekarang terwujud.

Film bermula dengan serombongan pasukan Inggris yang berjalan menyusuri jalanan kota yang senyap. Tiba-tiba rentetan senjata Jerman memberondong pasukan tersebut yang segera kocar-kacir menyelamatkan diri. Hanya seorang prajurit - Tommy (Fionn Whitehead) - yang selamat, yang segera berlari menuju pantai. Di pantai tampak ribuan prajurit berkumpul dan berjejer menunggu untuk dievakuasi. Tentara Inggris dan Perancis memang terdesak ke pantai Dunkirk dan terkepung tentara Jerman.

Keseluruhan kisah film yang bersetiing PD 2 ini tentang usaha evakuasi tentara Inggris melalui kanal laut. Usaha evakuasi tersebut diwakili dengan kehadiran Tommy yang berupaya kembali ke Inggris dengan segala cara. Dalam usaha evakuasi tersebut, mereka dibayangi dengan serangan dari pasukan Jerman melalui udara. Beberapa kali pesawat tempur Jerman menjatuhkan bom dan tembakan yang mengakibat kapal karam dan banyak prajurit tewas. Pesawat tempur Jerman menjadi momok yang menakutkan.

Dunkirk (2017) berkisah melalui 3 aspek: (1) tanggul/daratan, yang diwakili evakuasi para tentara, ekpresi para prajurit yang putus asa, apatis, berharap. Kerangka film waktu di daratan adalah 1 minggu. (2) laut, beberapa kapal pribadi, berupa kapal layar, kapal pedagang menyambut seruan pemerintah untuk membantu evakuasi. Aksi diwakili oleh Mr. Dawson (Mark Rylance) dan anaknya, Peter (Tom Glynn-Carney). Kerangka waktunya 1 hari. (3) udara, yang mempertunjukkan dogfight antara pesawat tempur Inggris dan pesawat penge-bom Jerman. Farrier (Tom Hardy) sebagai pilot pesawat tempur Inggris mewakili adegan ini. Kerangka waktunya 1 jam.

Kerangka waktu yang berbeda-beda ini menjalin dalam satu kesatuan film. Unik kan? Karena berbeda, beberapa kali ada adegan flashback yang kemungkinan besar tidak disadari penonton. Menyaksikan film ini seperti merasakan sendiri perjuangan para prajurit untuk kembali ke rumah. Serasa cobaan datang terus menerus. Ketika sudah mencapai kapal pengangkut, tiba-tiba ditorpedo oleh kapal selam Jerman, sehingga kapal karam dan para prajurit mesti menyelamatkan diri. Ada rasa putus asa yang diwakili dengan adegan seorang prajurit yang berjalan menuju lautan, mencopot perlengkapan perangkapan dan mencebur ke lautan dengan disaksikan rekan lainnya yang hanya diam menononton. Namun, juga selalu ada rasa harap yang diwakili dengan adegan serombongan prajurit yang terus berusaha mencari kapal yang bisa dimanfaatkan untuk pulang. 

Ada pula rasa pesimis, takut dicemooh, ketika balik ke Inggris karena kegagalan perang. Namun, ternyata justru masyarakat Inggris menyambut mereka yang pulang bak pahlawan. Itu sering kita alami pula kan? Takut menghadapi bayang-bayang, yang ternyata kenyataannya bertolak belakang dengan bayang-bayang yang kita takutkan tersebut. Semangat heroik diwakili oleh Mr. Dawson yang merelakan diri dan kapalnya untuk menjemput prajurit kembali pulang ke kampung halaman, Juga adegan pertempuran udara Ferrier yang merelakan dirinya ditawan pasukan Jerman, karena pesawatnya terdampar di wilayah musuh karena kehabisan bahan bakar.

Christopher Nolan sengaja tidak memasang pemeran utama dalam film ini. Meskipun benang merah ada pada sosok Tommy, namun dia tetap terkesan sebagai anomim. Meskipun demikian, masing-masing tokoh dalam film berperan sangat bagus sesuai perannya. Termasuk Cillian Murphy yang berperan sebagai prajurit yang mengalami trauma. Dia menggigil sepanjang film.

Jangan membayangkan film ini penuh pertempuran dan darah seperti film perang konvesional lainnya. Alih-alih, film perang ini justru mencekam penonton dan turut merasakan apa yang dirasakan para prajurit di film. Sound effect film pun turut membantu penonton menyelam ke dalam atmosfer film ini.

This is very reccomended film. Silakan ditonton...




~ elha score: 9/10

Wednesday, 28 June 2017

SWEET 20 (REMAKE FROM MISS GRANNY, 2016)

Film yang bertabur bintang dan cameo dari generasi lama sampai baru  ini adalah genre sitkom. Adalah Fatma (Niniek L. Karim), seorang nenek 2 cucu yang tinggal bersama anaknya, Adit (Lukman Sardi) dan menantunya, Salma (Cut Mini). Fatma berkarakter dominan dan keras. Ia sangat membanggakan Adit anaknya dan menyanyangi kedua cucunya, Juna (Kevin Julio) dan Luna (Alexa Key). Sampai-sampai ia terlalu ikut campur dengan urusan pendidikan Juna dan Luna yang membuat Salma tersinggung. Ia pun cerewet untuk urusan dapur. Apapun yang dilakukan Salma selalu salah di matanya.

Konflik terjadi ketika Salma sakit dan dirawat di rumah sakit. Mungkin stress. Permintaan Salma agar ibu mertuanya tidak tinggal serumah lagi dengan mereka membuat Adit mengalami dilema. Kedua anaknya pun berseteru, Juna membela sang nenek, Luna tidak mau kehilangan ibu. Fatma yang mendengar persteruan itupun akhirnya mengambil keputusan untuk pergi dari rumah. Dalam perjalanan dan kesedihannya ia melihat sebuah studio photo "Forever Young". Ia pun masuk ke studio itu dan meminta difoto sebelum ia tampak makin tua keriput.

Ajaibnya setelah berfoto di tempat itu, ia menjadi lebih muda 50 tahun menadi gadis cantik. Menyadari ia kembali muda, Fatma - yang sekarang berganti nama menjadi Mieke (Tatjana Saphira) - memulai kehidupan yang baru dan berupaya mewujudkan keinginannya dulu yang belum tercapai, menjadi seorang penyanyi terkenal. Ia kemudian bergabung dengan group band Juna, cucunya, yang ingin berkarir di bidang musik namun mendapat tentangan dari kedua orangtuanya. Mieke terus mensupport cucunya, eh Juna, untuk tetap bersemangat dan menekuni jalur musik. Ia juga yang merubah genre musik band Juna dari metal menjadi pop rock dengan mengaransemen lagu-lagu lama. 

Meski sudah kembali muda, suasana hati dan pergaulan Mieke masih seperti nenek-nenek. Jadul, he...he... Gaya berpakaian dan berbahasanya - yang suka menasehati - membuat film terasa segar dengan situasi yang berbalut komedi tersebut.

Akhir group band Juna bisa tampil di televisi yang diproduseri oleh Alan (Morgan Oey). Lama-kelamaan Juna, Alan, dan Hamzah (Slamet Rahardjo) - yang sudah memendam cinta kepada Fatma - menaruh hati kepada Mieke. Nah, bagaimana kelanjutannya? Dimanakah cinta Mieke berlabuh? 

Silakan ditonton ya... Kocak habis deh!

Remake dari film Korea, Miss Granny (2016) dan diadaptasi dengan alur yang memikat, film ini memberi beberapa pesan yang disampaikan tanpa menggurui. Tentang pengabdian seorang ibu, tentang passion anak, tentang kesepian seorang manula, dll. Pada sebuah adegan diceritakan seorang Rahayu (Widyawati Sophiaan) gemar becerita tentang anaknya yang tinggal di Amerika. Namun, ketika meninggal, yang ada di nomer kontaknya hanya 2 nama: Fatma dan Hamzah, dua orang teman dan seterunya.

Niniek L. Karim bermain peran bagus sebagai nenek yang cerewet sekaligus perhatian, begitu pula Tatjana Saphira yang memainkan peran Fatma muda yang energik, lincah, dan penuh semangat, sekaligus karakter nenek-nenek yang muncul disana-sini. Lukman Sardi pun mampu mengimbangi sebagai seorang ayah yang mengalami dilema dan sebagai anak yang mencintai ibunya. Di adegan penghujung film, dialog keduanya sangat mengharukan.

Beberapa cameo bintang lama, seperti Hengky Sulaeman, Rudi Wowor, Rima Melati, Rina Hasyim, maupun bintang-bintang kekinian - Tika Panggabean, Joe P Project, Vicky Nitinegoro, Aliando turut membantu memberi warna pada kisah dan film.

Sipp!   


~ lukman score: 7.5/10

Tuesday, 23 May 2017

ONE LAST HEIST (2017)

...atau dalam versi lain berjudul The Hatton Garden Job, merujuk pada peristiwa nyata pencurian safe deposit box terbesar di Inggris pada tahun 2015 yang bernilai GBP 200 juta, atau sekitar 3.4 trilliun rupiah. Yang menarik dan bikin penasaran, pencurian terbesar itu dilakukan oleh sekelompok orang lanjut usia.

Film diawali dengan narasi tentang permata oleh Mr. X (benar-benar X karena tidak diketahui identitasnya), seorang pencuri, yang menjadi salah satu anggota kelompok pencuri. Yang paling muda, juga yang dari lingkungan luar. Si Mr. X ini ketika di dalam penjara berkenalan dengan anggota mafia Hongaria, dan karena keahliannya menerima job untuk mengambil permata dari The Hatton Garden, sebuah perusahaan yang menyewakan safe deposit box.

Sekeluar dari penjara, ia menjalankan misinya dan mulai merekrut orang-orang dengan spesialisasi kriminal mencuri. Atau mantan pencuri. Dari word to mouth lingkungan underworld, ia memperoleh nama-nama orang dengan style lama...dan sudah tua. Meskipun di masanya, mereka adalah para 'ahli'.

Kelompok pun terbentuk, dan mereka merencanakan strategi di sebuah gudang tua. Pencurian dilakukan saat liburan Jumat Agung dan Paskah, yang berarti ada libur selama 3 hari. Lalu, beberapa dua anggota akan menaiki gedung di sebelah The Hatton Garden dan turun melalui tali lift menuju ruang bawah tanah. Disana, mereka akan membukakan pintu untuk teman lainnya yang membawa peralatan, termasuk sebuah bor dengan diameter besar. Alat ini mesti dibawa untuk menjebol dinding dengan ketebalan 50 cm membentuk 3 lubang besar.

Sempat terjadi ketegangan ketika alat bor tidak berfungsi dan sang pemimpin kolaps karena kelelahan (maklum sudah tua, he..he..) dan dibawa pulang. Esoknya, anggota team yang lain menuntaskan pekerjaan yang belum selesai. Salut juga buat kriminal tua yang tidak puas sebelum menyelesaikan apa yang sudah mulai dikerjakan...:). Akhirnya mereka berhasil melakukan pencurian terbesar. Sayangnya, karena keteledoran salah satu anggota yang kembali ke TKP beberapa hari kemudian dengan identitas yang mudah dikenali dan membuat curiga Scotland Yard, membuat kelompok ini terbongkar. Namun, seperti motivasi salah satu anggota: "...yang penting aku ingin dikenang"

Ya, mereka akan dikenang. Sedangkan si Mr. X sampai sekarang belum diketahui identitasnya. Konon, ia segera pergi ke luar negeri setelah menuntaskan janjinya kepada Mafia Hongaria dan memberikan perlindungan bagi teman-teman tuanya - kalau tidak dikacaukan oleh salah satu anggota kelompok.

Bagi penikmat film intrik, filmnya masih tayang, silakan ditonton
    

~ elha score: 6.5/10

Monday, 22 May 2017

ZIARAH (2017)

"...aku itu nggak ngerti. Ada yang begini, ada yang ngomong begitu. Aku nggak ngerti mana yan bener, aku cuma ingin menemukan pesarean suami.."

Entah kenapa film ini hanya diputar di 2 tempat. Itu pun hanya di Jakarta: di Blok M Square dan TIM, padahal film ini menjadi viral di medsos karena tokoh utamanya, si nenek tua, menjadi salah satu nominasi aktris terbaik ASEAN. Mungkin, pelaku industri bioskop berpikir film-film festival kurang layak jual kali ya? Sayang sekali...

Akhirnya kami bela-belain nonton di Blok M Square setelah sesi Pol.Ja di Kemang.

Film diawali dengan prosesi pemakaman yang dengan jeli mengambil scene seolah-olah dari mata jenasah. Seluruh film ini memang berkisah tentang makam dan pemakaman. Tapi, bukan genre horror loh! Scene pun beralih ke seorang nenek tua,Mbah Sri (Ponco Sutiyem) yang tertegun dan mempunyai keinginan untuk menemukan makam sang suami. Dari tuturan kisahnya, sang suami adalah salah seorang pejuang saat Belanda melakukan agresi ke-2. Sebelum pergi dia berpesan ke istrinya bahwa kalau tidak kembali berarti dia sudah tewas dalam berjuang merebut kemerdekaan. Namun, keinginan Mbah Sri agar saat dia meninggal nanti dikubur disamping makam suaminya, mampu memberi kekuatan di usia senja untuk melakukan perjalanan menemukan makam sang suami. Satu persatu Mbah Sri berusaha menemukan sumber-sumber informasi dimana dia bisa menemukan makam sang suami.

Film ini berakhir happy ending, namun dengan kejutan di penghujung cerita. Penonton bisa mentafsirkan apa yang terjadi dengan suami mbah Sri dan apa yang dirasakan Mbah Sri. Seperti apakah? Hmm...lebih baik ditonton sendiri ya. Film Ziarah berkisah tentang kesetiaan, keteguhan, dan kepasrahan. Banyak adegan dan dialog berbobot sepanjang film yang membuat perenungan kita dalam memandang kehidupan, seperti yang diucapkan oleh cucu Mbah Sri, Prapto (Rukman Rosadi):

"...kalau kita selalu mendengar perkataan dan suara orang-orang, nanti kita malah tidak mampu mendengar suara (nurani) kita sendiri..."

B.W. Purwanegara, sebagai sutradara, mampu menggiring penonton untuk mengikuti perjalanan Mbak Sri mencari makam sang suami. Ada rasa iba ketika jalan terasa buntu, juga merasa ikutan kelelahan, sekaligus penasaran sambil menebak clue-clue yang diberikan sumber informasi kira-kira dimana dimakamkan. Patut diapresiasi juga usaha sang sutradara untuk membimbing pemain-pemain tua yang bukan aktris agar mampu berperan. Terbayang sih kira-kira susah nggak pemain-pemain tersebut menghafalkan dialog. Untungnya dialog sepanjang film menggunakan bahasa Jawa, yang sangat tidak asing bagi para pemain, sehingga membuat mereka lebih santai meskipun di beberapa adegan terlihat kaku.

Ide dan alur cerita orisinil, meskipun cerita mengalir begitu saja tanpa banyak konflik. Pengambilan gambar pun terkesan biasa saja, tidak menampilkan sisi keindahan alam pedesaan yang sebenarnya bisa lebih dieksplore. Mungkin, sutradara lebih mengfokuskan pada keteguhan sang tokoh utama untuk mencapai obsesinya. Namun, secara keseluruhan film ini layak ditonton bersama keluarga.


~ elha score: 7.5/10

Wednesday, 17 May 2017

THE AUTOPSY OF JANE DOE (2017)

Sudah berasa cemas saja saat mau menonton film ini secara berhubungan dengan mayat. Apalagi ini perdana tayang dan biasanya penonton belum banyak. Apalagi genre-nya thriller-horror. Untungnya satu-persatu penonton mulai berdatangan, jadi batal deh nonton sendirian seperti saat nonton film Get Out (2017).

Jane Doe merujuk pada suatu nama yang identitas aslinya belum diketahui. Jane Doe untuk perempuan, John Doe untuk laki-laki, Johnny Doe atau Janie Doe untuk anak-anak. Dalam bahasa Indonesia hanya satu rujukan, yaitu Si Fulan ...:)

Film diawali dengan sebuah kasus pembunuhan sekeluarga yang aneh. Polisi tidak dapat menemukan motif pembunuhan tersebut. Dan makin aneh ketika menemukan mayat wanita yang tidak dikenali dan terpendam di lantai bawah, Jane Doe (Olwen Chaterine Kelly). Oleh polisi, mayat wanita itu pun dibawa ke ahli coroner, Tommy Tilden (Brian Cox) dan anaknya, Austin Tilden (Emile Hirsch). Ketika mulai mengautopsi jenasah Jane Doe, ayah dan anak menemukan hal-hal aneh pada mayat tersebut. Organ-organ dalam mayat tersebut sudah rusak, tepatnya dirusak, meski penampakan luarnya tidak ada bekas luka. Pinggang mayat pun terlalu kecil karena terbiasa menggunakan korset, yang biasa digunakan pada wanita di abad ke-18. Setiap pembedahan pada organ menemukan keanehan-keanehan. Kedua ahli koroner itu bahkan tidak bisa menemukan penyebab kematian Jane Doe. Austin menyimpulkan mayat tersebut bukan mayat biasa, karena berhubungan dengan peristiwa pembantaian wanita-wanita dan anak-anak yang diduga penyihir jaman itu.

Dari awal film ini begitu seram, didukung dengan gambar yang suram dan musik yang mencekam. Apalagi begitu mendengar lagu di radio yang bernada kelam. Penonton disuguhkan prosedur autopsi dan melihat bagian-bagian dalam organ manusia.Brian Cox dan Emile Hirsch mampu berperan sebagai orang yang tertekan dan mengalamai teror, sedangkan Olwen Kelly sebagai Jane Doe tidak banyak bicara, tepatnya tidak bicara - iyalah, berperan sebagai jenazah - mampu berekpresi sebagai mayat yang cantik.

Bagi penggemar genre thriller-physological, bolehlah film ini ditonton. Jangan sendirian ya...:) 


~ elha score: 6.5/10

Thursday, 20 April 2017

KARTINI (2017)

"Trinil, apa yang kamu pelajari dari boso Londo?"
"Kebebasan, Ibu"
"Apa yang tidak ada disana?"

.....

Sepenggal dialog antara Kartini (Dian Sastrowardoyo) dan sang Ibu, Ngasirah (Christine Hakim), menjawab beberapa pertanyaan secara terang - setidaknya pertanyaan saya - tentang cita-cita emansipasi dengan sikap beliau yang sepertinya bertolak belakang.  

Prolog film diawali dengan adegan Kartini beringsut, berjalan hormat ala budaya Jawa, untuk menghadap Romo ayahandanya untuk membicarakan masa depannya. Kemudian adegan flashback Kartini kecil yang menangis keras karena tidak mau tidur berpisah dengan Yuk Ngasirah. Saat itu Kartini kecil sudah baligh dan harus menjalani pingitan. Sesuai budaya Jawa masa itu, seorang anak perempuan bangsawan yang sudah mengalami menstruasi pertama harus menjalani pingitan, tidak boleh keluar rumah, terpaksa keluar dari sekolah, dan berpisah dari teman-teman, sampai ia dipinang oleh calon suami. Hal ini bertolak belakang dengan karakter Kartini, yang di film ini digambarkan sedikit rebel oleh sang sutradara. Terlihat saat adegan ia memplonco kedua saudaranya yang baru saja menjalani pingitan di kamar. Juga adegan memanjat pohon dan duduk di tembok sambil mengobrol lepas. Gambaran ini memberi kita perspektif baru tentang RA Kartini.

Untung saja, saat masih bersekolah di ELS (Europese Lagere School) Kartini termasuk anak yang cerdas, sehingga ketidakberadaannya membuat guru-guru merasa kehilangan dan karena itu mengunjungi rumahnya. Jadi, Kartini masih memperoleh berita-berita dari luar tembok rumah, terutama cerita tentang berdayanya wanita, kehidupan sosial di negeri lain, dsb. Apalagi ketika sang kakak yang suka merantau, RM Sosrokartono (Reza Rahardian), memberi sebuah kunci yang membuka cakrawala wawasannya tentang dunia. Buku dan surat-surat dari sang kakak inilah yang memotivasi Kartini untuk mendobrak keterbatasan dan memberdayakan perempuan. 

Dari surat menyurat sang kakak dan teman-teman Belanda di Japara, Kartini pun memulai korespondensi dan berhubungan dengan teman-teman di luar negeri. Sang sutradara cukup unik dengan menggambarkan adegan dan dialog Kartini dengan teman korespondensinya secara nyata dengan latar belakang dunia Eropa. Jadinya, terkesan lebih hidup dan natural!

Film pun bergulir dari pujian masyarakat Belanda di Jawa terhadap Kartini dan menempatkannya sebagai perempuan berpikiran maju, lalu tantangan dari sang kakak pertama, RM Slamet Sosroningrat (Deni Sumargo), dukungan dari sang ayah, Bupati Rembang. Sang ayah, RM Adipati Ario Sosroningrat (Deddy Sutomo), termasuk salah seorang bangsawan yang mendobrak aturan ketika membolehkan sang anak perempuan bersekolah tinggi. Lalu adegan kiprah Kartini yang menghidupkan dan mendukung seni ukir Japara agar mendunia, hasrat keingitahuan Kartini terhadap ayat-ayat suci al Quran, sampai akhirnya adegan kembali ke awal film, yaitu ketika Kartini harus menjawab lamaran dari Bupati Rembang yang berkenan memperistrinya.

Dan film pun berlanjut seperti sejarah yang telah kita ketahui...

Hanung Bramantyo, sebagai sutradara, cukup piawai memainkan plot film dan memasukkan beberapa filosofi Jawa tentang kehidupan. Misalnya, tentang aksara Jawa ketika Kartini dan ibunya berdialog. Visualisasi tentang korespondesi surat dan cerita di buku yang sangat menarik dengan penggambaran langsung dan nyata. Tembang Jawa yang mengalun sendu dan visual kehidupan di dalam kadipaten yang sepi makin menggambarkan kehidupan pingit dan gejolak hati Kartini yang menggelegak ingin bebas, namun terikat tradisi. Sebagai balance sang sutradara pun menyematkan semangat dalam dialog Kartini dan kakaknya: raga boleh terkurung dalam kamar, tapi pikiran tetap harus berkelana (sang kakak ini memang seorang pengelana di Eropa dengan kemampuan 24 bahasa asing dan 10 bahasa daerah, silakan baca link berikut: https://www.merdeka.com/peristiwa/kisah-sosrokartono-orang-indonesia-paling-jenius.html).

Sutradara Hanung Barmantyo sangat kuat menggambarkan dilema antara kebebasan, jati diri perempuan, dan fitrah perempuan. Digambarkan pada adegan RA Roekmini (Acha Septriasa) yang menolak perkawinan karena menganggap sebagai dominasi pria terhadap wanita. Masa itu wanita tidak banyak memiliki pilihan. Pun, Hanung memberi pesan implisit agar perempuan memiliki wawasan luas dan berdaya guna, namun tak melupakan jadi diri keperempuanan dan adat istiadat dimana ia berada. Ini tergambar pada adegan saat Kartini menerima lamaran Bupati Rembang dengan syarat. Salah satunya adalah sang suami harus mendukung kegiatan istri untuk memberi pendidikan pada kaum wanita dan kaum miskin. Juga pada syarat, ia tidak akan melakukan tradisi mencuci kaki suami saat upacara pernikahan. Itulah 'pemberontakannya'.

Namun, juga ada batas. Kartini akhirnya harus menentukan sikap yang selaras antara cita-citanya dan fitrah perempuan. Dan itu ia temukan dari pertanyaan dan jawaban seorang ibu, seperti pada dialog diawal tulisan ini, yaitu:  B   A   K   T   I

Film ini sangat menarik ditonton bersama keluarga, sambil memberikan pemahaman kepada anak-anak apa itu persamaan hak untuk kaum perempuan dan emansipasi semacam apa yang dicita-citakan Kartini. Sebagai tambahan info, nukilan korespodensi Kartini ini bisa dijadikan referensi:
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan wanita, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi, karena kami yakin pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”

~ elha score: 7.5/10

Friday, 14 April 2017

MISS SLOANE (2017)

Sepulang dari Depok, sempat kesasar, akhirnya terdampar di Pejanten Mall. Melihat-lihat jadual bioskop, dan memutuskan menonton film ini yang dari sinopsisnya menarik untuk ditonton. 

Film diawali dengan simulasi pertanyaan antara Elizabeth Sloane (Jessica Chastain) dengan pengacaranya untuk menghadapi hearing dengan anggota Senat tentang pelanggaran kode etik. Alur cerita kemudian berbalik ke belakang menceritakan asal muasal Miss Sloane terlibat. 

Elizabeth Sloane adalah seorang pelobbi politik yang menghubungkan para anggota Senat dengan konstituennya. Tugasnya antara lain membuat opini publik sehingga kebijakan politik yang diusulkan senator kliennya bisa diterima masyarakat. Perseteruan terjadi ketika firma hukum Cole Kravitz & Waterman tempatnya bekerja mendukung Senator Bob Sanford (Chuck Shamata) yang menentang petisi Heaton-Harris yang mengatur penelitian latar belakang orang yang berniat membeli senjata. Miss Sloane yang menolak bekerja sama akhirnya pindah ke biro lain yang mendukung usulan Heaton-Harris.

Adu strategi untuk memperebutkan suara para senator pun terjadi antara kedua biro tersebut. Juga aktifitas pengintaian, penyadapan, dan provokasi terhadap para anggota team biro. 

Bagaimana akhir pertarungan para broker politik ini? Dan bagaimana sampai akhirnya Miss Sloane diadili dan dituduh melanggar kode etik? Apakah ada kartu truf terakhir yang membuatnya bebas? Bolehlah ditonton, dandijamin ada kejutan di akhirnya...:)

Alur film ini amat memikat, tidak terduga di akhir film. Penonton disuguhkan sebuah adu strategi yang baru ngeh di akhir film. Jessica Chastain mampu memainkan peran sebagai seorang lobbyist yang super sibuk. Juga smart dan determinan. Dalam salah satu adegan, Miss Solane membaca novel John Grisham berjudul The Broker, yang berkaitan erat dengan profesinya. Banyak dialog cepat seputaran kebijakan yang seringkali membuat penonton awam mesti mencermati setiap kata. Yang tak kalah menariknya negara kita, Indonesia, disebut-sebut di film itu. Bahkan menjadi benang merah penting. 

Film ini juga menyampaikan pesan dan kritik terhadap sistem politik dan kondisi pengambil kebijakan politik. Menarik, mengingat negeri kita pun sepertinya mirip dengan kondisi tersebut.

Untuk yang menggemari film-film action, film ini tidak menawarkan adegan semacam itu. Tapi, buat yang menyukai intrik dan strategi politik, film ini layak ditonton.

Silakan menikmati...



~ elha score: 7.5/10

@di pojokan LRUB Kemang

Saturday, 18 February 2017

SPLIT (2017)

"...kita menjadi seperti apa yang kita pikirkan..."

Menonton film ini mengingatkan pada film Room (2015) dan The 10 Cloverfield Lane (2016) (http://elha-filmreview.blogspot.co.id/2016/04/the-10-cloverfiled-lane-2016.html). Keduanya bertema tentang penyekapan dalam sebuah ruangan. Film yang berbudget $9 juta meraup box office $173,6 juta. Wow!

Adalah Kevin Wendell Crumb (James McAvoy), seorang korban kekerasan anak semasa kecil, yang didiagnosa memiliki kepribadian ganda. Eitt!, bukan ganda, tapi 23 kepribadian dalam satu tubuh. Atas bisikan salah satu kepribadian, ia menculik 3 anak remaja sepulang mereka dari pesta dan menyekapnya dalam sebuah ruangan. Alih-alih melukai ketiga remaja tersebut, Kevin justru memberi perlakuan yang baik kepada mereka. Setelah beberapa kali berinteraksi, Casey (Anna Taylor-Joy), Marcia (Jessica Sula), Claire (Haley Lu Richardson) menyadari kalau mereka berhadapan dengan orang yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Suatu kali mereka berhadapan dengan Barry sang perancang busana, Dennis yang 'clean', Patricia - seorang perempuan, dan Hedwig yang berkarakter anak-anak.

Casey mencoba mendekati Hedwig yang lebih akrab untuk mencoba membantunya mencari jalan keluar. Kedua temannya yang berusaha kabur ketika kepribadian Kevin masih sebagai Dennis dan Jessica tertangkap kembali dan disekap di ruangan lain secara terpisah. Dari Hedwig Casey tahu kalau ada kepribadian ke-24 dalam diri Kevin yang akan segera muncul, The Beast. Ternyata, untuk tujuan kemunculan The Beast inilah mereka diculik dan disekap oleh Kevin atau Barry atau Dennis atau Patricia.

Akankah Casey dan teman-temannya lolos dari penyekapan? Hmm..agar tidak mengurangi nuansa thriller, jadi ditonton sendiri ya... Clue-nya adalah si Casey pun pernah mengalami kekerasan di masa kecil. Ini ada hubungannya.

Sutradara M. Night Shyamalan memberikan alur cerita yang bagus dan membuat penonton terasa dicekam sekaligus penuh kejutan ketika karakter Kevin yang berbeda-beda muncul. Beberapa kali ia memunculkan adegan masa kecil Casey yang seolah-olah tak berhungan dengan inti film dan membuat penonton menebak-nebak kaitannya. Ia pun muncul sebagai cameo sebagai petugas pemantau CCTV. James Mc Avoy bermain bagus dengan karakter-karakter yang berbeda-beda. Ia secara keseluruhan memberi warna film ini.

Film ini membawa pesan untuk memperlakukan orang-orang berkepribadian ganda sebagai teman dan bukan orang aneh. Namun itu tidak dinyatakan secara tegas di film ketika Dr. Karen Fletcher (Betty Buckley) sang psikiater berdialog dengan tetangganya yang mengungkapkan bahwa sang tetangga tidak mempercayai pasien-pasiennya. 


~ elha score: 7.5/10

Tuesday, 14 February 2017

SOLD (2016)

Sold sebenarnya sudah ditayangkan di London India Film Festival pada tahun 2014 dan memenangkan penghargaan sebagai Pure Heaven Audience Award. Di tahun 2016 film yang berkisah tentang praktek trafficking ini memenangkan penghargaan sebagai  Best Picture di Washington DC Sout Asia Film Festival. Film yang diadaptasi  berdasarkan novel laris Patricia Cormiks dengan judul sama ini menyebutkan ada sekitar 5.5 juta anak korban praktek perdagangan ini.  

Adalah Lakshmi (Niyar Saikia), seorang anak dari pedesaan Nepal yang riang, cerdas, dan senang membantu. Di adegan awal digambarkan ia bermain layang-layang dengan riang. Sebuah simbol tentang keinginannya melihat dunia diluar desanya.  Kemiskinan mendera keluarga ini. Ayah Lakshmi yang invalid susah mencari pekerjaan yang bisa memanfaatkan tenaganya. Untuk membantu keluarganya Lakshmi punya hasrat pergi ke kota, yang disimbolkan dengan keinginannya untuk memperbaiki atap rumah yang bocor. Di sebuah pesta desa, Lakshmi berkenalan dengan seorang perempuan yang menawarkannya memperoleh pekerjaan di kota. Ibunya tak setuju, namun ayahnya sudah kadung menerima uang panjar dan mengijinkan ia pergi. Menurutnya, ini adalah kesempatan bagi keluarga untuk memperbaiki perekonomian (disimbolkan dengan cadangan beras).  

Sesampai di kota, mereka langsung menuju sebuah rumah yang dinamakan Happiness House. Lakshmi disambut hangat oleh tuan rumah, Mumtaz (Sushmita Mukherjee). Awalnya... Malam hari itu juga, Lakshmi diminta mulai bekerja. Namun, ketika tahu kalau pekerjaan yang dimaksud adalah sebagai wanita/anak penghibur, Lakshmi berusaha kabur. Namun ia tertangkap dan disekap sebuah kamar atas. dari sebuah jendela berterali yang terbuka, Lakshmi meminta tolong orang-orang yang lewat dibawah. Tak ada yang peduli kecuali seorang pewarta humanis yang menyamar menjadi biarawati, Sophia (Gillian Anderson). Sophia pun memberitahu Sam (David Arquette) seorang penyidik yang tergabung di HOPE, sebuah LSM yang peduli dengan gerakan anti-trafficking. 


Akankah Lakshmi lolos dari Rumah Kebahagiaan itu? 

Silakan dicari sendiri jawabannya ya ...

Ketika tiba di rumah Mumtaz. Ketakutan berpadu dengan semangat untuk lolos dari perangkap. Begitu pula Sushmita Mukherjee sebagai Mumtaz mampu membawakan perannya yang membuat emosi penonton menjadi geram. Gillian dan Arquette terasa hanya sebagai pendukung di film ini. Alur cerita pun membuat emosi penonton menjadi gemas, marah, sekaligus ada keinginan untuk makin erat melindungi anak-anak, terutama anak perempuan. 

Sebagai sebuah media untuk kampanye anti-trafficking, film ini layak ditonton untuk meningkatkan kepedulian. Di akhir film, kita disarankan untuk mengetik SMS ke 5155 sebagai dukungan terhadap kampanye ini. 

STOP TRAFFICKING!    

~ elha score:  8.0/10


Sunday, 12 February 2017

SURGA YANG (TAK) DIRINDUKAN 2

Cerdas dan menggelitik adegan yang ditampilkan oleh sutradara Hanung di awal film, mengaitkan dan mengingatkan penonton sekuel kedua ini dengan yang pertama. Yaitu, ketika Prasetya (Fedi Nuril) melihat kecelakaan tunggal di jalan raya dan menolong sang pengendara ke rumah sakit. Sound familiar kan? 

"Perempuan?", tanya Arini (Laudya Chyntia Bella) dengan paras campur aduk antara cemas dan iba, ketika dikabari Pras akan datang terlambat di bandara. Keterkejutan itu pula yang tergambar di wajah kedua sahabat Pras saat Arini mengabari keberadaan Pras kepada mereka. Sejenak penonton seakan diarahkan ke kisah seperti sekuel pertama, namun scene itu hanya pembuka film SYTD 2 ini yang bakal mengaduk emosi. Ada suka, ada duka, juga lelucon segar.

Arini yang berprofesi sebagai penulis diundang oleh Komunitas Muslim di Budapest, Hongaria. Ia pergi bersama Nadia (Sandrina Michelle), putrinya. Tak disangka disana ia berjumpa dengan Melrose (Raline Shah), istri kedua Prasetya yang belum sempat diceraikan. Dikisahkan bahwa Pras dan Arini terus mencari keberadaan Melrose yang memang sengaja 'menyembunyikan' diri agar tidak mengganggu kebahagiaan mereka berdua (akhir sekuel 1). 

Ketika Pras menyusul ke Budapest karena Arini tiba-tiba sakit, ia pun berjumpa kembali dengan Melrose. Pertemuan ini memang sengaja diskenariokan oleh Arini yang menyadari tentang keadaannya. Arini memaksa Pras untuk tidak menceraikan Melrose dan berkeinginan agar Melrose kembali ke Pras. Tentu saja hal ini membuat Melrose bimbang karena saat itu ia sedang berusaha move on dan dekat dengan Dr. Syarief (Reza Rahadian). Kebimbangan itu tampak nyata ketika ia menunda mengajukan gugatan cerai.

Nah, bagaimana akhir kisahnya? Siapa yang akan dipilih oleh Melrose? Jawabannya ada pada adegan ketika sang pria terpilih menjadi imam sholat berjamaah. Sebuah simbol bahwa lelaki adalah imam yang bertanggung jawab membawa keluarga mengarungi kehidupan.

Di film ini Asmanadia dan Hanung memberikan pemahaman syariat Islam dengan tanpa menggurui. Hal itu tampak ketika Dr. Reza melamar Melrose untuk segera menikah, tetapi Melrose minta penangguhan untuk menyelesaikan statusnya lebih dahulu sebagai wanita yang masih bersuami. Di sebuah kota besar di Eropa yang mungkin tidak mempermasalahkan status tersebut (karena sudah bertahun-tahun [?] berpisah), keukeuh menyelesaikan status pribadi sesuai syariat adalah luar biasa. Plot film juga tidak linear mampu mempermainkan emosi penonton yang menunggu sampai akhir kisah. Saya merasa yakin di akhir film penonton akan terkecoh pada siapa pilihan Melrose ketika melihat adegan salah satu dari pria itu membenarkan posisi dasi kupu-kupu milik pria lainnya.

Hmm....

Menonton SYTD 2 ini mengingatkan pada film Hindi We Are Family (2010) yang dibintangi oleh Kajol, Kareena Kapoor, dan Arjun Rampal. Ada beberapa ide dan jalan cerita yang mirip. Keduanya bercerita tentang makna ikhlas dan hati yang besar. Bagi wanita, menyerahkan posisi idaman mereka kepada wanita lain membutuhkan hati yang lapang bukan?

Setuju? 

  
~ elha score: 7/5/10

Saturday, 11 February 2017

HIDDEN FIGURES (2017)

Film ini diambil berdasarkan kisah nyata tentang kiprah 3 orang wanita Afro-Amerika dibalik kesuksesan program luar angkasa NASA. Bersetting waktu di awal tahun 60-an dimana Amerika dan Uni Sovyet berlomba menjadi yang pertama menjelajah angkasa. Juga berkisah tentang segregasi kelas dan perbedaan fasilitas berdasarkan warna kulit.

Film dibuka dengan scene Katherine Goble kecil yang sedang berjalan sambil berhitung bilangan prima dan mengeja bentuk geometri. Sejak awal sutradara memperkenalkan karakter Katherine (Taraji P. Henson) yang pintar matematika. Bersama dengan kedua temannya, Dorothy Vaughan (Octavia Spencer) dan Mary Jackson (Janelle Monae) bekerja di Divisi West Area Computers, Langley Research Centre. Sebuah area yang hanya dihuni oleh karyawan kulit berwarna. Di bagian lain yang lebih elite adalah hak karyawan kulit putih. 

Karena kebutuhan yang mendesak terhadap personel yang mampu memahami analisa geometri, Katherine pun direkrut untuk masuk ke Space Task Group yang sedang mengerjakan Project Mercury, sebuah project yang akan mengorbitkan manusia mengelilingi orbit bumi. Ini adalah cikal bakal project Apollo yang mendaratkan manusia pertama di bulan. Karena satu-satunya wanita kulit hitam di kelompok itu, Katherine mengalami kesulitan ketika hendak mengambil minuman atau ke toilet, dan juga pandangan rekan-rekan kerjanya. Untuk ke toilet, ia harus tergopoh-gopoh pergi ke gedung sebelah yang menyediakan toilet untuk karyawan kulit berwarna. Hal ini menggusarkan sang direktur project itu, Al Harrison (Kevin Costner) yang mulai tertarik dengan kehadirannya karena Katherine mampu menyelesaikan persoalan rumit tentang orbit yang tidak dipecahkan oleh sesama rekan kerja. Al pun menghapuskan perbedaan fasilitas toilet dan perbedaan lainnya hanya agar Katherine bisa bekerja dengan nyaman. Katherine membalas kebaikannya dengan menuntaskan persamaan orbit yang akan membawa kembali astronot ke bumi di depan petinggi milter dan pejabat yang berwenang. Bahkan sang astronot, John Glenn (Glen Powell) hanya mau berangkat mengorbit jika arrangement final peluncuran dan posisi jatuhnya kapsul setelah mengorbit telah dikonfirmasi oleh Katherine.

Luar biasa bukan? Bagaimana dengan kisah kedua teman Katherine: Dorothy dan Mary? Sebaiknya ditonton sendiri saja ya, he..he.. Asal tahu saja Dorothy adalah pemberi solusi ketika mesin canggih IBM 'ngadat'. Ia belajar sendiri bahasa pemrograman FORTRAN secara otodidak dan mampu 'berkomunikasi' dengan sang mesin IBM. Di kalangan NASA ia dijuluki Wanita Terpintar. Sedangkan Mary adalah seorang teknisi yang membantu merancang kapsul untuk mengorbit bumi. Ia adalah wanita kulit hitam pertama yang menjadi sarjana aeoranatika. 

Menarik?

Film ini patut ditonton oleh keluarga. Kita bisa belajar dari film ini tentang sejarah, kehidupan sosial jaman perbedaan kelas, toleransi, semangat untuk mencapai tujuan, pembuktian diri, dll. Ada kutipan dialog bagus dari Mary Jackson ketika dia harus menghadap sang hakim untuk menyampaikan petisi agar ia bisa melanjutkan studi yang kala itu hanya khusus untuk masyarakat kulit putih:

"...dari sekian kasus yang Yang Mulia tangani adakah yang akan diingat orang? Adakah yang akan merubah sejarah? Aku berada disini untuk merubah sejarah"
Jadi, apa yang akan diingat orang lain tentang kita?  


Silakan ditonton dan dinikmati...


~ elha score: 8.0/10

Thursday, 9 February 2017

LION (2016)

Film ini berdasarkan novel A Long Way Home karya Saroo Brierley, yang juga tokoh utama di film itu. Film ini berkisah tentang anak hilang yang terpisah jauh sekali dari ibu, kakak, adik, kampung halaman, dan budayanya.

Diawali dengan scene pemandangan gurun kering dengan bebatuan di sebuah daerah Khandwa di India. Itu adalah tempat Saroo kecil (Sunny Pawar) dan keluarganya tinggal. Ibunya bekerja sebagai tukang batu. Untuk membantu sang ibu, Guddu (Abhishek Bharate) - kakak Saroo -  bekerja serabutan. Saroo pun selalu memaksa mengikuti sang kakak. Pada salah satu usaha mencari kerjanya, Saroo terpisah dengan sang kakak.

Saroo yang tertidur di peron, terbawa oleh kereta yang terus melaju. Tidak tanggung-tanggung sejauh 1600 km dari stasiun asal. Ketika berhasil keluar dari peron menuju stasiun yang ramai, ia masih berusaha mencari sang kakak. Tak berhasil. Selama 2 bulan ia luntang-lantung bergelandang, dikejar-kejar oleh polisi dan dinas sosial. Pun sempat dibawa oleh sindikat perdagangan anak, yang untungnya ia bisa kabur.

Ketika berada di penampungan anak hilang/gelandangan, Saroo didatangi oleh Sarod Sooj (Depti Naval) pendiri organisasi Indian Society for Sponsorhsip and Adoption (ISSA). Ia hendak diadopsi oleh sepasang suami istri dari Australia, Sue (Nicole Kidman) dan John Brierley (David Wenham). Berangkatlah ia ke Australia dan tinggal bersama keluarga baik itu.

Ketika berkunjung ke rumah seorang keturunan India, ia melihat kue kesukaannya waktu kecil, yang mengingatkannya lagi pada kampung halamannya. Saroo pun berusaha kembali ke India dan bertemu keluarganya setelah 25 tahun terpisah.

Film ini menguras emosi, terutama di awal-awal film ketika dipertontonkan suasana metropolitan yang ramai berpadu dengan kemiskinan. Anak-anak gelandangan yang mesti survive, tidur dimana saja, dikejar-kejar oleh Dinas Sosial, dsb. Saroo kecil berperan sangat bagus, mendukung nuansa film ini. Nicole Kidman yang berperan sebagai ibu adopsi Saroo dewasa (Dev Patel) pun mampu berperan sebagai ibu peri, yang mengesamping keinginan untuk memiliki anak sendiri, untuk bisa mengadopsi anak-anak terlantar. Ia dan suaminya memang seorang filantropis.

Sayangnya, sutradara kurang mengeksplorasi gejolak emosi Saroo dewasa yang rindu keluarga dan kampung halamannya. begitu pula konflik antara Saroo dengan sang kekasih dan adik adopsi lainnya, Mantosh. Juga kurang mendalami alasan keluarga Brierley tidak mau memiliki anak sendiri.

Film ini pun menguras emosi ketika di akhir film disuguhkan pertemuan asli antara Saroo dan ibu kandungnya. Juga ibu kandung dengan ibu adopsinya. Saroo adalah salah satu anak hilang yang beruntung dari 85000 anak hilang per tahun di India.

O, ya setelah 25 tahun ia baru menyadari kalau ia salah mengeja namanya. Saroo harusnya dibaca Sheru, yang berarti Lion.

Silakan dinikmati...

~ elha score: 7.0/10