Saturday, 12 October 2019

JOKER (2019)

Meskipun kata orang Batman tidak muncul di dalam film ini, namun tokoh ini tetap menjadi salah satu daya tarik untuk menonton film Joker - Put On A Happy Face. Dan...ternyata muncul, meskipun tidak berbalut kostum kelelawar elegan. Maklum masih kanak-kanak. Pun baru tahu  kelahiran karakter Joker, bersamaan dengan berseminya karakter Batman. Pantaslah kalau kedua tokoh ini jadi musuh bebuyutan.

Film diawali dengan adegan Arthur Fleck (Joaquin Phoenix) seorang badut yang bercita-cita jadi komedian tunggal sedang berkonsultasi dengan petugas sosial tentang masalah kejiwaannya. Arthur Fleck menderita penyakit tertawa mendadak yang susah dihentikan jika kambuh. Alih-alih berkemauan untuk sembuh, ia hanya berkonsultasi untuk dapat membeli obat secara gratis. Pada adegan awal ini penonton sudah sudah diajak merasakan kelamnya kota Gotham yang ramai, dan sepinya jiwa Arthur dalam keriuhan kota tersebut. Menjadi badut membuatnya merasa berbaur dengan masyarakat sekliling, meskipun seringkali ia dilecehkan dan di-bully.

Tinggal hanya dengan seorang ibu yang rapuh dan mengalami sakit jiwa delusi, menambah rasa kelam dan sepi jiwa Joker. Meskipun rapuh, sang ibu adalah alasan Arthur untuk tetap hidup. Ia begiu bangga bisa mengurus sang ibu dengan baik. Harapan lainnya adalah obsesi menjadi komedian sukses dan tampil di Frank Miller Show, dan memperoleh teman untuk saling bicara.

Ketika alasan dan harapan ini lenyap, Arthur bertransformasi menjadi sosok Joker yang penuh tawa sekaligus membawa kebencian akan kehidupan. Joaquin mampu menampilkan transformasi dari sosok Arthur yang terkesan lemah dan gagal dalam kehidupan menjadi sosok Joker yang jadi panutan - seorang notorius. Penonton serasa diajak untuk memahami mengapa sosok Arthur bisa menjadi sekejam Joker. Nah, ini juga keahlian sutradara, Todd Philips,  yang mengaduk-aduk emosi penonton, kadang menentang kelakuan Joker, kadang tak sengaja turut mendukung. Adegan kategori 'R(ated)' ketika Joker membunuh teman yang mengkhianatinya, namun sekaligus memprsilakan teman satunya pergi dengan aman - bahkan membantunya membuka pintu, membuat penonton jadi 'serba salah' menyikapinya. Membenci sekaligus simpati.

Nuansa film kelam sepanjang 2 jam pertunjukkan, alur orisinal yang mengaduk emosi penonton, dan aktor yang mampu berperan sangat bagus, membuat film ini banyak dibicarakan. Wajar bila Joaquin Phoenix diperkirakan menyabet Oscar pertamanya setelah 3 kali hanya masuk nominasi. Film ini juga membuat kritik sosial tentang jarak pisah yang lebar antara rakyat kecil dan pejabat. Nihilnya keberpihakan pemerintah Gotham City ke rakyat kecil makin membuat kekacauan meluas. Ini yang membuat karakter Joker muncul dan diterima sebagai 'pahlawan' bagi yang tertindas ketika berani mendobrak kemapanan semu.

Meskipun kelam, film ini juga mengantarkan pesan tentang kekosongan peran orang tua, terutama ayah. Joker sejak kecil hidup tanpa pendampingan seorang ayah. Bahkan, yang dianggapnya seorang ibu ternyata hanyalah seorang perempuan yang mengadopsi dirinya untuk kepentingannya sendiri. 

Menarik sekali... Film ini kelam dan banyak 'peringatan', namun tak cukup hanya menonton sekali... bagi saya, he..he..

Peringatan: jangan bawa anak kecil kalau nonton ya... Film ini di negerinya sendiri bahkan berkategori rated, terbatas.

Siip!


elha score: 9.0/10