Saturday, 18 February 2017

SPLIT (2017)

"...kita menjadi seperti apa yang kita pikirkan..."

Menonton film ini mengingatkan pada film Room (2015) dan The 10 Cloverfield Lane (2016) (http://elha-filmreview.blogspot.co.id/2016/04/the-10-cloverfiled-lane-2016.html). Keduanya bertema tentang penyekapan dalam sebuah ruangan. Film yang berbudget $9 juta meraup box office $173,6 juta. Wow!

Adalah Kevin Wendell Crumb (James McAvoy), seorang korban kekerasan anak semasa kecil, yang didiagnosa memiliki kepribadian ganda. Eitt!, bukan ganda, tapi 23 kepribadian dalam satu tubuh. Atas bisikan salah satu kepribadian, ia menculik 3 anak remaja sepulang mereka dari pesta dan menyekapnya dalam sebuah ruangan. Alih-alih melukai ketiga remaja tersebut, Kevin justru memberi perlakuan yang baik kepada mereka. Setelah beberapa kali berinteraksi, Casey (Anna Taylor-Joy), Marcia (Jessica Sula), Claire (Haley Lu Richardson) menyadari kalau mereka berhadapan dengan orang yang memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Suatu kali mereka berhadapan dengan Barry sang perancang busana, Dennis yang 'clean', Patricia - seorang perempuan, dan Hedwig yang berkarakter anak-anak.

Casey mencoba mendekati Hedwig yang lebih akrab untuk mencoba membantunya mencari jalan keluar. Kedua temannya yang berusaha kabur ketika kepribadian Kevin masih sebagai Dennis dan Jessica tertangkap kembali dan disekap di ruangan lain secara terpisah. Dari Hedwig Casey tahu kalau ada kepribadian ke-24 dalam diri Kevin yang akan segera muncul, The Beast. Ternyata, untuk tujuan kemunculan The Beast inilah mereka diculik dan disekap oleh Kevin atau Barry atau Dennis atau Patricia.

Akankah Casey dan teman-temannya lolos dari penyekapan? Hmm..agar tidak mengurangi nuansa thriller, jadi ditonton sendiri ya... Clue-nya adalah si Casey pun pernah mengalami kekerasan di masa kecil. Ini ada hubungannya.

Sutradara M. Night Shyamalan memberikan alur cerita yang bagus dan membuat penonton terasa dicekam sekaligus penuh kejutan ketika karakter Kevin yang berbeda-beda muncul. Beberapa kali ia memunculkan adegan masa kecil Casey yang seolah-olah tak berhungan dengan inti film dan membuat penonton menebak-nebak kaitannya. Ia pun muncul sebagai cameo sebagai petugas pemantau CCTV. James Mc Avoy bermain bagus dengan karakter-karakter yang berbeda-beda. Ia secara keseluruhan memberi warna film ini.

Film ini membawa pesan untuk memperlakukan orang-orang berkepribadian ganda sebagai teman dan bukan orang aneh. Namun itu tidak dinyatakan secara tegas di film ketika Dr. Karen Fletcher (Betty Buckley) sang psikiater berdialog dengan tetangganya yang mengungkapkan bahwa sang tetangga tidak mempercayai pasien-pasiennya. 


~ elha score: 7.5/10

Tuesday, 14 February 2017

SOLD (2016)

Sold sebenarnya sudah ditayangkan di London India Film Festival pada tahun 2014 dan memenangkan penghargaan sebagai Pure Heaven Audience Award. Di tahun 2016 film yang berkisah tentang praktek trafficking ini memenangkan penghargaan sebagai  Best Picture di Washington DC Sout Asia Film Festival. Film yang diadaptasi  berdasarkan novel laris Patricia Cormiks dengan judul sama ini menyebutkan ada sekitar 5.5 juta anak korban praktek perdagangan ini.  

Adalah Lakshmi (Niyar Saikia), seorang anak dari pedesaan Nepal yang riang, cerdas, dan senang membantu. Di adegan awal digambarkan ia bermain layang-layang dengan riang. Sebuah simbol tentang keinginannya melihat dunia diluar desanya.  Kemiskinan mendera keluarga ini. Ayah Lakshmi yang invalid susah mencari pekerjaan yang bisa memanfaatkan tenaganya. Untuk membantu keluarganya Lakshmi punya hasrat pergi ke kota, yang disimbolkan dengan keinginannya untuk memperbaiki atap rumah yang bocor. Di sebuah pesta desa, Lakshmi berkenalan dengan seorang perempuan yang menawarkannya memperoleh pekerjaan di kota. Ibunya tak setuju, namun ayahnya sudah kadung menerima uang panjar dan mengijinkan ia pergi. Menurutnya, ini adalah kesempatan bagi keluarga untuk memperbaiki perekonomian (disimbolkan dengan cadangan beras).  

Sesampai di kota, mereka langsung menuju sebuah rumah yang dinamakan Happiness House. Lakshmi disambut hangat oleh tuan rumah, Mumtaz (Sushmita Mukherjee). Awalnya... Malam hari itu juga, Lakshmi diminta mulai bekerja. Namun, ketika tahu kalau pekerjaan yang dimaksud adalah sebagai wanita/anak penghibur, Lakshmi berusaha kabur. Namun ia tertangkap dan disekap sebuah kamar atas. dari sebuah jendela berterali yang terbuka, Lakshmi meminta tolong orang-orang yang lewat dibawah. Tak ada yang peduli kecuali seorang pewarta humanis yang menyamar menjadi biarawati, Sophia (Gillian Anderson). Sophia pun memberitahu Sam (David Arquette) seorang penyidik yang tergabung di HOPE, sebuah LSM yang peduli dengan gerakan anti-trafficking. 


Akankah Lakshmi lolos dari Rumah Kebahagiaan itu? 

Silakan dicari sendiri jawabannya ya ...

Ketika tiba di rumah Mumtaz. Ketakutan berpadu dengan semangat untuk lolos dari perangkap. Begitu pula Sushmita Mukherjee sebagai Mumtaz mampu membawakan perannya yang membuat emosi penonton menjadi geram. Gillian dan Arquette terasa hanya sebagai pendukung di film ini. Alur cerita pun membuat emosi penonton menjadi gemas, marah, sekaligus ada keinginan untuk makin erat melindungi anak-anak, terutama anak perempuan. 

Sebagai sebuah media untuk kampanye anti-trafficking, film ini layak ditonton untuk meningkatkan kepedulian. Di akhir film, kita disarankan untuk mengetik SMS ke 5155 sebagai dukungan terhadap kampanye ini. 

STOP TRAFFICKING!    

~ elha score:  8.0/10


Sunday, 12 February 2017

SURGA YANG (TAK) DIRINDUKAN 2

Cerdas dan menggelitik adegan yang ditampilkan oleh sutradara Hanung di awal film, mengaitkan dan mengingatkan penonton sekuel kedua ini dengan yang pertama. Yaitu, ketika Prasetya (Fedi Nuril) melihat kecelakaan tunggal di jalan raya dan menolong sang pengendara ke rumah sakit. Sound familiar kan? 

"Perempuan?", tanya Arini (Laudya Chyntia Bella) dengan paras campur aduk antara cemas dan iba, ketika dikabari Pras akan datang terlambat di bandara. Keterkejutan itu pula yang tergambar di wajah kedua sahabat Pras saat Arini mengabari keberadaan Pras kepada mereka. Sejenak penonton seakan diarahkan ke kisah seperti sekuel pertama, namun scene itu hanya pembuka film SYTD 2 ini yang bakal mengaduk emosi. Ada suka, ada duka, juga lelucon segar.

Arini yang berprofesi sebagai penulis diundang oleh Komunitas Muslim di Budapest, Hongaria. Ia pergi bersama Nadia (Sandrina Michelle), putrinya. Tak disangka disana ia berjumpa dengan Melrose (Raline Shah), istri kedua Prasetya yang belum sempat diceraikan. Dikisahkan bahwa Pras dan Arini terus mencari keberadaan Melrose yang memang sengaja 'menyembunyikan' diri agar tidak mengganggu kebahagiaan mereka berdua (akhir sekuel 1). 

Ketika Pras menyusul ke Budapest karena Arini tiba-tiba sakit, ia pun berjumpa kembali dengan Melrose. Pertemuan ini memang sengaja diskenariokan oleh Arini yang menyadari tentang keadaannya. Arini memaksa Pras untuk tidak menceraikan Melrose dan berkeinginan agar Melrose kembali ke Pras. Tentu saja hal ini membuat Melrose bimbang karena saat itu ia sedang berusaha move on dan dekat dengan Dr. Syarief (Reza Rahadian). Kebimbangan itu tampak nyata ketika ia menunda mengajukan gugatan cerai.

Nah, bagaimana akhir kisahnya? Siapa yang akan dipilih oleh Melrose? Jawabannya ada pada adegan ketika sang pria terpilih menjadi imam sholat berjamaah. Sebuah simbol bahwa lelaki adalah imam yang bertanggung jawab membawa keluarga mengarungi kehidupan.

Di film ini Asmanadia dan Hanung memberikan pemahaman syariat Islam dengan tanpa menggurui. Hal itu tampak ketika Dr. Reza melamar Melrose untuk segera menikah, tetapi Melrose minta penangguhan untuk menyelesaikan statusnya lebih dahulu sebagai wanita yang masih bersuami. Di sebuah kota besar di Eropa yang mungkin tidak mempermasalahkan status tersebut (karena sudah bertahun-tahun [?] berpisah), keukeuh menyelesaikan status pribadi sesuai syariat adalah luar biasa. Plot film juga tidak linear mampu mempermainkan emosi penonton yang menunggu sampai akhir kisah. Saya merasa yakin di akhir film penonton akan terkecoh pada siapa pilihan Melrose ketika melihat adegan salah satu dari pria itu membenarkan posisi dasi kupu-kupu milik pria lainnya.

Hmm....

Menonton SYTD 2 ini mengingatkan pada film Hindi We Are Family (2010) yang dibintangi oleh Kajol, Kareena Kapoor, dan Arjun Rampal. Ada beberapa ide dan jalan cerita yang mirip. Keduanya bercerita tentang makna ikhlas dan hati yang besar. Bagi wanita, menyerahkan posisi idaman mereka kepada wanita lain membutuhkan hati yang lapang bukan?

Setuju? 

  
~ elha score: 7/5/10

Saturday, 11 February 2017

HIDDEN FIGURES (2017)

Film ini diambil berdasarkan kisah nyata tentang kiprah 3 orang wanita Afro-Amerika dibalik kesuksesan program luar angkasa NASA. Bersetting waktu di awal tahun 60-an dimana Amerika dan Uni Sovyet berlomba menjadi yang pertama menjelajah angkasa. Juga berkisah tentang segregasi kelas dan perbedaan fasilitas berdasarkan warna kulit.

Film dibuka dengan scene Katherine Goble kecil yang sedang berjalan sambil berhitung bilangan prima dan mengeja bentuk geometri. Sejak awal sutradara memperkenalkan karakter Katherine (Taraji P. Henson) yang pintar matematika. Bersama dengan kedua temannya, Dorothy Vaughan (Octavia Spencer) dan Mary Jackson (Janelle Monae) bekerja di Divisi West Area Computers, Langley Research Centre. Sebuah area yang hanya dihuni oleh karyawan kulit berwarna. Di bagian lain yang lebih elite adalah hak karyawan kulit putih. 

Karena kebutuhan yang mendesak terhadap personel yang mampu memahami analisa geometri, Katherine pun direkrut untuk masuk ke Space Task Group yang sedang mengerjakan Project Mercury, sebuah project yang akan mengorbitkan manusia mengelilingi orbit bumi. Ini adalah cikal bakal project Apollo yang mendaratkan manusia pertama di bulan. Karena satu-satunya wanita kulit hitam di kelompok itu, Katherine mengalami kesulitan ketika hendak mengambil minuman atau ke toilet, dan juga pandangan rekan-rekan kerjanya. Untuk ke toilet, ia harus tergopoh-gopoh pergi ke gedung sebelah yang menyediakan toilet untuk karyawan kulit berwarna. Hal ini menggusarkan sang direktur project itu, Al Harrison (Kevin Costner) yang mulai tertarik dengan kehadirannya karena Katherine mampu menyelesaikan persoalan rumit tentang orbit yang tidak dipecahkan oleh sesama rekan kerja. Al pun menghapuskan perbedaan fasilitas toilet dan perbedaan lainnya hanya agar Katherine bisa bekerja dengan nyaman. Katherine membalas kebaikannya dengan menuntaskan persamaan orbit yang akan membawa kembali astronot ke bumi di depan petinggi milter dan pejabat yang berwenang. Bahkan sang astronot, John Glenn (Glen Powell) hanya mau berangkat mengorbit jika arrangement final peluncuran dan posisi jatuhnya kapsul setelah mengorbit telah dikonfirmasi oleh Katherine.

Luar biasa bukan? Bagaimana dengan kisah kedua teman Katherine: Dorothy dan Mary? Sebaiknya ditonton sendiri saja ya, he..he.. Asal tahu saja Dorothy adalah pemberi solusi ketika mesin canggih IBM 'ngadat'. Ia belajar sendiri bahasa pemrograman FORTRAN secara otodidak dan mampu 'berkomunikasi' dengan sang mesin IBM. Di kalangan NASA ia dijuluki Wanita Terpintar. Sedangkan Mary adalah seorang teknisi yang membantu merancang kapsul untuk mengorbit bumi. Ia adalah wanita kulit hitam pertama yang menjadi sarjana aeoranatika. 

Menarik?

Film ini patut ditonton oleh keluarga. Kita bisa belajar dari film ini tentang sejarah, kehidupan sosial jaman perbedaan kelas, toleransi, semangat untuk mencapai tujuan, pembuktian diri, dll. Ada kutipan dialog bagus dari Mary Jackson ketika dia harus menghadap sang hakim untuk menyampaikan petisi agar ia bisa melanjutkan studi yang kala itu hanya khusus untuk masyarakat kulit putih:

"...dari sekian kasus yang Yang Mulia tangani adakah yang akan diingat orang? Adakah yang akan merubah sejarah? Aku berada disini untuk merubah sejarah"
Jadi, apa yang akan diingat orang lain tentang kita?  


Silakan ditonton dan dinikmati...


~ elha score: 8.0/10

Thursday, 9 February 2017

LION (2016)

Film ini berdasarkan novel A Long Way Home karya Saroo Brierley, yang juga tokoh utama di film itu. Film ini berkisah tentang anak hilang yang terpisah jauh sekali dari ibu, kakak, adik, kampung halaman, dan budayanya.

Diawali dengan scene pemandangan gurun kering dengan bebatuan di sebuah daerah Khandwa di India. Itu adalah tempat Saroo kecil (Sunny Pawar) dan keluarganya tinggal. Ibunya bekerja sebagai tukang batu. Untuk membantu sang ibu, Guddu (Abhishek Bharate) - kakak Saroo -  bekerja serabutan. Saroo pun selalu memaksa mengikuti sang kakak. Pada salah satu usaha mencari kerjanya, Saroo terpisah dengan sang kakak.

Saroo yang tertidur di peron, terbawa oleh kereta yang terus melaju. Tidak tanggung-tanggung sejauh 1600 km dari stasiun asal. Ketika berhasil keluar dari peron menuju stasiun yang ramai, ia masih berusaha mencari sang kakak. Tak berhasil. Selama 2 bulan ia luntang-lantung bergelandang, dikejar-kejar oleh polisi dan dinas sosial. Pun sempat dibawa oleh sindikat perdagangan anak, yang untungnya ia bisa kabur.

Ketika berada di penampungan anak hilang/gelandangan, Saroo didatangi oleh Sarod Sooj (Depti Naval) pendiri organisasi Indian Society for Sponsorhsip and Adoption (ISSA). Ia hendak diadopsi oleh sepasang suami istri dari Australia, Sue (Nicole Kidman) dan John Brierley (David Wenham). Berangkatlah ia ke Australia dan tinggal bersama keluarga baik itu.

Ketika berkunjung ke rumah seorang keturunan India, ia melihat kue kesukaannya waktu kecil, yang mengingatkannya lagi pada kampung halamannya. Saroo pun berusaha kembali ke India dan bertemu keluarganya setelah 25 tahun terpisah.

Film ini menguras emosi, terutama di awal-awal film ketika dipertontonkan suasana metropolitan yang ramai berpadu dengan kemiskinan. Anak-anak gelandangan yang mesti survive, tidur dimana saja, dikejar-kejar oleh Dinas Sosial, dsb. Saroo kecil berperan sangat bagus, mendukung nuansa film ini. Nicole Kidman yang berperan sebagai ibu adopsi Saroo dewasa (Dev Patel) pun mampu berperan sebagai ibu peri, yang mengesamping keinginan untuk memiliki anak sendiri, untuk bisa mengadopsi anak-anak terlantar. Ia dan suaminya memang seorang filantropis.

Sayangnya, sutradara kurang mengeksplorasi gejolak emosi Saroo dewasa yang rindu keluarga dan kampung halamannya. begitu pula konflik antara Saroo dengan sang kekasih dan adik adopsi lainnya, Mantosh. Juga kurang mendalami alasan keluarga Brierley tidak mau memiliki anak sendiri.

Film ini pun menguras emosi ketika di akhir film disuguhkan pertemuan asli antara Saroo dan ibu kandungnya. Juga ibu kandung dengan ibu adopsinya. Saroo adalah salah satu anak hilang yang beruntung dari 85000 anak hilang per tahun di India.

O, ya setelah 25 tahun ia baru menyadari kalau ia salah mengeja namanya. Saroo harusnya dibaca Sheru, yang berarti Lion.

Silakan dinikmati...

~ elha score: 7.0/10

Saturday, 4 February 2017

BLEED FOR THIS

Pernah nonton film Dr Strange (2016) dimana sang dokter mengalami kecelakaan mobil dan menderita kelumpuhan?. Dengan kegigihan mampu melalkukan hal yang diluar dugaan. Nah, kalau di kisah Dr. Strange ala Marvel adalah fiksi, di kisah Bleed for This adalah kisah nyata.

Adalah seorang petinju asal Rhode Island 'Vinny Pasmanian Devil' Pazienza (Miles Teller), yang melakukan keajaiban itu. Kisah film ini memang berdasarkan comeback-nya Paz setelah mengalami kecelakaan mobil dan patah tulang leher. Kisa diawali dengan pertaruangan antara Pazienza dan Roger Mayweather, yang dimenangkan oleh Mayweather. Di pertarungan ini Paz harus dibawa ke rumah sakit setelah mengalami dehidrasi. Namun kekalahan ini tidak menyurutkan semangatnya. Belajar dari kekalahan - dengan menyimak rekaman pertandingan -, ia pun berlatih kembali. Tapi, kali ini naik 2 kelas dari sebelumnya dan siap berlaga dengan juara dunia dari Perancis, Gilbert Dele. Ia menaklukannya. 

Ketika di puncak karirnya sebagai juara dunia WBA Jr. Middleweight, ia mengalami kecelakaan dan menderita patah leher. Terpaksa selama 6 bulan menggunakan peralatan medis yang dinamakan HALO dan dipasang dengan memasang 4 buah sekrup di tengkoraknya. Teman-teman, pelatih, keluarga, bahkan ayahnya sendiri yang semula bersemangat menganggap karirnya sebagai petinju sudah tamat. Tak menyerah dengan keadaan, Paz terus berlatih dengan struktur HALO di kepalanya. Ketika HALO sudah dilepas dari kepalanya, ia tetap semangat berlatih dan memburu pertandingan kejuaraan. Melihat semangatnya, sang promotor pun mempertandingkannya dengan juara dunia yang sedang naik daun, Roberto Duran.

Akan Paz mampu mengatasi Duran dan mampu membalikkan omongan orang dan menandai sebagai comeback terbesar dalam sejarah tinju? Silakan dinikmati ya...

Miles Teller bermain bagus dan menonjol di film ini, seperti ketika ia beperan sebagai drummer di Whiplash. Pemeran lainnya terasa hanya sebagai supporting roles. Beberapa scene asli film ditampakkan, sehingga tampak jadul. Kisahnya memang di awal tahun 90-an. Film ini berating 21+ karena 'mengumbar' kekerasan di arena ring tinju. Ada nuansa religius di keluarga Paz, dimana sang ibu selalu berdoa saat Paz bertanding. Keluarga yang bahagia, kesannya. Paz pun adalah seorang anak penurut. Bertolak belakang dengan kisah-kisah Hollywood yang biasanya menyajikan keluarga berantakan. 

Pesan film ini sangat kuat, yaitu agar tidak menyerah dengan keadaan, seperti di kalimat Paz di akhir film:

"...hal yang berbahaya dalam hidup adalah kalimat 'Itu tidak sesederhana seperti yang kamu kira...'. Padahal, setelah kita lalui, ternyata hanya sesederhana itu saja..."

~ elha score: 7.5/10