"... jika Tuhan menulis ulang lagi al Kitab dan mencabut larangan (berjudi, mabuk, berzina dll.), akan aku hentikan khotbahku ..."
Setidaknya ada 2-3 dialog semacam itu sepanjang film. Setidaknya itu mewakili pandangan Ben Affleck yang menjadi pemeran utama sekaligus sutradara.
Film ini bergenre action yang mengambil setting di Boston pada awal tahun 30-an dimana para mafia dan gangster merajalela. Joe Coughlin (Ben Affleck), pemuda Irlandia veteran PD 1, kembali ke kota kelahirannya setelah perang usai. Alih-alih sebagai pahlawan perang, ia malah jadi kriminal dengan merampok klub atau bank. 'Bakat' ini mempertemukannya dengan Bos Mafia Irlandia yang sedang berseteru dengan kelompok Italia. Namun, persekutuan dengan Albert White (Robert Glenister), sang Boss Mafia Irlandia, buyar ketika sang boss membunuh kekasihnya. Joe pun memendam dendam. Dan itu dimanfaatkan oleh Maso Pescatore (Remo Girone), Gangster Italia, untuk menggerogoti kekuasaan Albert White di kota itu.
Atas perintah Maso, Joe pergi ke kota Ybor dan mulai menancapkan pengaruh di kota itu, sekaligus mengsmbil alih distribusi rum yang dikuasai oleh Albert White. Dengan intrik, suap, dan ancaman, Joe mulai berhasil menguasai kota. satu persatu penghalang dan lawan mulai ditaklukkan. Namun, ketika hendak medirikan sebuah kasino mewah di kota itu, ia mendapat tantangan dari seorang gadis cantik, Loretta (Elle Fanning). Sebuah dialog di kafe dan peristiwa tidak terduga, membuatnya berpikir ulang tentang apa yang telah dan hendak ia lakukan.
Apa yang Joe lakukan? Melanjutkan aturan yang sudah ada atau membuat aturan baru? Silakan ditonton...
Setelah bermain bagus di The Accountant (2016), mau tak mau perhatian penonton lebih banyak ke peran yang dimainkan Ben Affleck. Meskipun tetap berwajah dingin dan 'tak kenal ampun', di film ini Ben lebih banyak bicara dan menyungging senyum, terkesan ramah. Dua boss gangster dan Chris Messina sebagai Dion Bartolo, si tangan kanan Joe juga berperan bagus, mendukung peran tokoh utama. Elle Fanning mampu menampilkan gadis muda penuh semangat yang sedang mengajar mimpi sebagai bintang Hollywood, sekaligus sebagai sosok yang ringkih sekaligus berpengaruh sebagai pengkhotbah. Hanya saja, yang terakhir ini ia kurang menjiwai.
Jika kita membayangkan aksi film genre mafia ini seperti Scarface (1983) atau sekuel God Father yang melegenda, kita tak akan dapat banyak. Ada beberapa pertempuran yang berdarah, ada balas dendam, seru namun tak sedramatis kedua film itu.
Sangat menarik melihat film yang dibangun sesuai setting-nya. Kita jadi belajar dan tahu karakter sebuah penduduk kota, kostum dan budaya pada masa itu, dll. Di film ini dijelaskan lewat narasi Dion Bartolo. Beberapa scene menampilkan pemandangan alam Amerika yang menawan.
Film ini memberi pesan yang sangat kuat tentang pembatasan (pelarangan) minuman keras, berjudi, prostitusi, dll. Ada sebuah dialog ketika Joe memberi ucapan selamat kepada Loretta ketika hanya dengan ucapannya yang berpengaruh mampu membuat masyarakat tergerak menolak pembangunan kasino. Loretta menjawab, tapi ia belum mampu menolak minuman keras karena menghilangkannya tak bisa secara frontal.
Sepertinya saya akrab dengan argumen seperti ini...;)
"Aku merasa surga itu sudah ada sejak disini (dunia)"
"Tapi kenapa seperti di neraka?"
"Karena kita telah merusaknya (dengan judi, mabuk)"
~elha score: 7.5/10